MASALAH Hak Guna Usaha (HGU) yang mendera hati dan pikiran Ayub Titu Eki dilaporkan ke Menteri Koordinator Kemaritiman sebagai tidak lanjut hasil pertemuan beberapa waktu lalu. Dalam laporan itu difokuskan tentang pengembangan industry garam di di Kabupaten Kupang.
Berikut isi surat Bupati Kupang kepada Menteri Koodirnator Kemaritiman RI di Jakarta.
“Dengan hormat, saya: Ayub Titu Eki, Bupati Kupang menyampaikan laporan tentang tindak lanjut hasil pertemuan dengan Bapak pada hari Senin tanggal 21 Mei 2018 mengenai penyelesaian masalah lahan HGU atas nama PT Panggung Guna Ganda Semesta (PGGS) untuk percepatan industri garam di Kab. Kupang sebagai berikut:
1. Bahwa pada hari Kamis tanggal 24 Mei 2018, jam 19.00-22.00 WITA di Kupang, saya memimpin rapat tindak lanjut penyelesaian masalah lahan HGU PT PGGS, dan rapat dimaksud dihadiri oleh Ketua DPRD Kab. Kupang, Kepala Badan Pertanahan Kab. Kupang, Komandan Distrik Militer 1604 Kupang, Kepala Kepolisian Resort Kupang, Sekjend Lembaga Pemangku Adat Kabupaten dan Kota Kupang, Pejabat Pemkab. Kupang, Camat, Lurah dan Kepala Desa serta perwakilan tokoh masyarakat pemangku hak tanah adat Desa Oebelo Kecamatan Kupang Tengah, Kelurahan Merdeka, Kelurahan Babau dan Desa Nunkurus Kecamatan Kupang Timur, serta Desa Bipolo Kecamatan Sulamu Kabupaten Kupang.
2. Dalam rapat tersebut, kami menugaskan Kepala Badan Pertanahan Kab. Kupang untuk segera menuntaskan pemetaan ulang lahan HGU seluas 3.720Ha yang diterbitkan atas nama PT PGGS sejak tahun 1992. Kami minta agar pemetaan ulang yang dilakukan oleh BPN harus selesai dalam kurun waktu 30 hari yaitu selama bulan Juni 2018. Jika HGU itu ditetapkan sesuai prosedur yang berlaku, maka BPN tidak mengalami kesulitan dalam pemetaan ulang; dan seharusnya tidak perlu diberikan tambahan waktu pemetaan ulang. Pemetaan ulang dimaksud diharapkan menjadi bukti nyata bahwa HGU itu sesungguhnya ada, dan perlu dimanfaatkan sesuai ketentuan yang berlaku untuk percepatan industri garam di Kabupaten Kupang.
3. Pada rapat dalam butir satu di atas, tujuh orang perwakilan tokoh pemangku hak tanah adat bersaksi dengan tegas dan jelas di depan kami, termasuk Dandim 1604 Kupang dan Kapolres Kupang, bahwa klaim HGU PT PGGS itu sesungguhnya merupakan suatu rekaan belaka. Disampaikan bahwa sekitar akhir tahun 2017 hingga tahun 2018, ada pihak yang memasuki dan menanam pilar dan pipa berlogo BPN di lahan masyarakat pada waktu yang tidak diketahui (mungkin pada malam hari), dan mereka merusak tanaman padi yang dilewati. Perwakilan tokoh pemangku hak tanah adat berharap agar oknum TNI tidak boleh turun ke lokasi itu mendampingi para pihak yang terus berusaha merampok tanah masyarakat.
4. Sambil menunggu BPN melakukan pemetaan ulang lahan HGU dimaksud, kami berharap agar Bapak Menteri lebih cermat memahami laporan BPN yang membela dan terus mempertahankan lahan HGU PT PGGS yang sudah diterlantarkan 26 tahun, dan saat ini diperjuangkan kembali pemanfaatannya oleh PT Puncak Keemasan Garam Dunia (PKGD) sebagai perpanjangan tangan PT PGGS. Saya bersama seluruh elemen masyarakat Kab.Kupang akan konsisten membela hak masyarakat adat berdasarkan alasan berikut:
4.1. Penetapan HGU tersebut tidak prosedural, ditetapkan secara sepihak di luar pengetahuan dan persetujuan Pemangku hak tanah ulayat. Secara formal BPN mengeluarkan seritfikat HGU dan HGB bagi PT PGGS, namun secara faktual masyarakat pemilik tanah hak ulayat terus-menerus menempati dan memanfaatkan lahan itu sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang ini.
4.2. Jika HGU itu sah dan benar-benar diterbitkan sesuai prosedur yang berlaku untuk kepentingan umum, untuk percepatan pertumbuhan ekonomi Daerah Tertinggal, dan untuk kepentingan Industri Garam Nasional, mengapa lahan HGU itu dibiarkan terlantar hingga 26 tahun; sementara itu BPN berdiam diri dan Pemegang HGU sibuk berbisnis di tempat lain dan tidak memerintahkan masyarakat keluar meninggalkan lahan HGU dimaksud. Kami menilai HGU ini bersifat akal-akalan untuk kepentingan PT PGGS dan para pendukungnya sehingga hal ini jelas merupakan Crony Capitalism yang sangat merugikan kepentingan umum.
4.3. Sebagai Kepala Daerah, saya menyampaikan enam surat terlampir kepada Bapak Menteri Agraria/Kepala BPN untuk mencabut HGU tersebut, dan selanjutnya mengatur pemanfaatan potensi lahan garam itu bagi kepentingan umum, tetapi keenam surat saya tidak ditanggapi. Ketika PT Timor Livestock Lestari, PT Garam Indo Nasional dan PT Sumatraco sudah diterima oleh masyarakat, dan kami beri kepercayaan untuk mengelola lahan garam paling lambat 45 hari sesudah penanda-tanganan PKS, mengapa BPN tidak mendukung ketiga perusahaan tersebut? Ada kesan bahwa BPN konsisten membela PT PGGS untuk menutupi kesalahan penetapan HGU secara tidak prosedural, ada pembiaran HGU terlantar jauh melebihi ketentuan aturan yang berlaku, dan hal ini menghambat upaya percepatan industri garam di Kabupaten tertinggal.
4.4. Ada pihak yang sedang giat memprovokasi masyarakat dengan cara menghimpun dukungan dari masyarakat lain yang tidak mempunyai hak tanah ulayat atas lahan yang sedang diperdebatkan, menjanjikan pemberian pendapatan yang mengiurkan melalui kooperasi tanpa tuntas menjelaskan status hak kepemilikan tanah, dan kelompok ini nampaknya giat bekerja untuk kepentingan HGU PT PGGS yang sudah mengambil paksa tanah masyarakat adat, maupun mendukung kepentingan PT PKGD yang sudah mengakuisisi HGU PT PGGS. Jika hal ini dibiarkan, maka konflik tanah akan terus berlanjut, dan industri garam akan terhambat.
4.5. Bahwa persoalan pengalihan hak tanah adat bagi masyarakat Kab.Kupang dan NTT pada umumnya merupakan hal yang sangat sensitif, rumit diselesaikan secara cepat dan sering menimbulkan korban nyawa sekalipun dalam lingkungan keluarga inti. Jika provokasi pengalihan status hak tanah masyarakat berkedok pemberian bagian yang lebih menguntungkan masyarakat, tetapi sesungguhnya mereka kehilangan hak atas tanahnya sendiri; maka hal ini harus dicegah dan Negara perlu melindungi masyarakat adat atas hak tanahnya.
4.6. Kami sudah membuat kesepakatan bersama bahwa masyarakat adat rela menerima 5,5% dari setiap hasil produksi sebagai laba (profit) investasi tanah adat, dan 4,5% kontribusi wajib masing-masing 1,5% untuk PAD PemKab, 1,5% pengembangan lembaga pendidikan binaan GMIT dan 1,5% untuk Lembaga Pemangku Adat. Saran Bapak Menko untuk menaikan bagian perolehan masyarakat akan ditinjau kembali dan diputuskan bersama para Pengusaha. Selain itu masyarakat akan menambah penghasilan mereka dalam bentuk upah kerja sesuai kesepakatan tersendiri karena setiap Pengusaha garam maupun Pengusaha di bidang lain selalu diwajibkan untuk mempekerjakan tenaga kerja lokal.
4.7. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi garam guna mewujudkan swasembada garam Nasional tahun 2020, mempercepat pertumbuhan ekonomi Daerah dan memperkecil kesenjangan ekonomi daerah tertinggal dan daerah maju, maka sangat diperlukan Pengusaha garam yang profesional, sanggup bekerja cepat, menerapkan tehnologi mutahir, menghasilkan garam berkualitas tinggi dan optimal memanfaatkan seluruh lahan tersebut dalam perjanjian kerjasama pemanfaatan lahan garam. Untuk hal ini, kami bersepakat membatasi pengelolaan lahan garam sebanyak-banyaknya 400Ha bagi setiap pengusaha garam, dan jika berkinerja baik maka akan diberikan tambahan lahan dari stok lahan garam yang tersedia. Kami menghindari pemberian ijin monopoli lahan garam di Kab. Kupang.
5. Kami sangat mengharapkan dukungan Bapak Menteri terhadap masyarakat adat yang rela memberikan lahan adat mereka untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum sesuai kesepakatan bersama terkait pembagian hasil selama tanah itu tetap menjadi milik mereka. Kami mohon dukungan Bapak bagi tiga perusahaan garam yang sudah diterima oleh masyarakat dan sudah giat bekerja di lapangan untuk menghasilkan panen garam dalam waktu dekat. Masyarakat membuka diri bagi perusahaan garam lain yang juga bersedia bekerja sama untuk pengolahan garam sesuai kesepakatan yang sudah ditetapkan bersama.
6. Untuk percepatan kemajuan daerah tertinggal di wilayah perbatasan NKRI, saya dan semua elemen masyarakat tetap konsisten membela hak masyarakat adat atas tanah mereka agar mereka yang sudah bodoh tidak dibodohi lagi, dan yang sudah miskin tidak dimiskinkan lagi. Sudah saatnya semua praktek Crony Capitalism harus diberantas dan hak rakyat perlu dilindungi. Pergumulan kami berat karena pertumbuhan ekonomi baru 4% lebih, penduduk miskin 23%, pendidikan rendah, kesehatan buruk dan infrastruktur masih sangat terbatas. Dua isu krusial lain yaitu makin maraknya TKI ilegal dan praktek penjualan anak, serta terbengkalainya pemberian hak tinggal tetap bagi 2000 lebih kepala keluarga ex-timor timur di Kab.Kupang yang hingga saat ini masih bermukim di tempat tinggal sementara sejak hari pengungsian mereka dari wilayah Timor Leste.”
Surat juga disampaikan tembusan kepada Presiden, Ketua DPR RI, Menko Bidang Polhumkam, Bidang Perekonomian, Bidang Kesra, Menteri Agraria / Kepala BPN, Menteri Dalam Negeri, Kapolri dan Pangdam Udayana dan lebih dari 20 instansi. ♦ wjr