Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI) Petrus Selestinus mendesak Menteri ESDM Sudirman Said (SS) melaporkan Setya Novanto (SN) ke Bareskrim Mabes Polri dalam kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Novanto diduga sebagai pihak yang melakukan pencatutan nama tersebut.
“Ketua DPR RI tidak cukup hanya dilaporkan oleh SS kepada MKD DPR RI, melainkan harus ditindaklanjuti dengan sebuah Laporan Pidana tentang Pencemaran nama baik Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto kepada Bareskrim Mabes Polri,” ujar Petrus di Jakarta, Selasa 17 November 2015.
Proses hukum ini, katanya sangat penting agar bisa menimbulkan efek jera bagi pelakunya siapapun dia. Jika benar dugaan sementara bahwa SN sebagai Ketua DPR RI telah mencatut nama Presaiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, maka Sudirman Said tidak boleh hanya melaporkan Setya Novanto, hanya pada dugaan pelanggaran Etika pada MKD DPRI. “Akan tetapi juga harus melaporkan Setya Novanto kepada Bareskrim Polri atas dugaan telah terjadi tindak pidana pencemaran nama baik terhadap Institusi Negara yaitu Lembaga Kepresidenan dan terhadap diri Presiden dan Wakil Presiden,” imbuh Petrus. Selain Laporan pidana, katanya Partai Politik Pendukung Pemerintahpun harus menggalang kekuatan untuk memberhentikan Setya Novanto dari jabatannya selaku Ketua DPR RI. Pasalanya, selama memimpin DPR RI, Setya Novanto sering melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji yang menuai kritik dari masyarakat.
“Misalnya soal pertemuan dengan Donald Trump, soal penggunaan plat nomor kendaraan dinas DPR RI pada mobil pribadinya dan terakhir soal mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan lain-lain,” bebernya.
Petrus menilai Novanto sebagai pimpinan DPR RI, sering berperilaku kontraproduktif, kontroversial dan tidak menunjukan sikap sebagai seorang negarawan yang memimpin Lembaga Tinggi Negara Yang Terhormat.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan pada awal Oktober 2014, ketika Partai Golkar mencalonkan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI, TPDI sudah mengingatkan Golkar agar menarik kembali pencalonan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI. Pasalnya, reputasinya jelek di mata rakyat dan muncul berbagai tuduhan atas dugaan terlibat banyak tindak pidana korupsi atas sejumah proyek pemerintah.
“Reputasinya yang jelek mulai mencuat sejak tahun 1999 sebelum menjadi anggota DPR RI hingga yang bersangkutan dicalonkan menjadi Ketua DPR RI pada Oktober tahun 2014,” tuturnya.
Petrus mencontohkan kasus dugaan korupsi Cessie Bank Bali, di mana nama Setya Novanto disebut dalam Surat Dakwaan Jaksa dan Putusan Hakim sebagai orang yang aktif terlibat. Berkas perkaranya dikatakan akan diajukan secara terpisah dalam perkara tersendiri, namun hingga saat ini belum dibuka kembali, malah dihentikan oleh Kejaksaan Agung.
Selain kasus Cessie Bank Bali, masih disebut terlibat dalam sejumlah kasus korupsi besar lainnya. Setya Novanto, kata Petrus memang memiliki kemampuan luar biasa dalam memperalat Pejabat Negara dan Institusi Negara dalam kepentingan bisnis.
“Lihat saja dalam kasus Cessie Bank Bali, ketika itu Novanto belum jadi apa apa namun sudah memperlihatkan kepiawaiannya untuk memperalat kekuasaan negara, seperti Menteri Keuangan, Kepala BPPN, Gubernur Bank Indonesia dan sejumlah Anggota DPR pimpinan Golkar untuk menggolkan proyek Cessie Bank Bali tahun 1998 yang kemudian membawa Syahril Sabirin, Joko Chandra dan Pande Nasorahona Lubis masuk penjara,” jelas Petrus. ♦ beritasatu.com