oleh: Eflin Rote
SETAHUN belakangan ini, masyarakat dunia dibuat heboh dengan kehadiran pandemi virus corona atau Covid-19. Virus Covid-19 memaksa masyarakat untuk mengubah kebiasaan hidup selama ini. Mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak disebut-sebut menjadi kunci manusia bisa terhindar dari virus ini. Berawal dari Wuhan, China, virus ini begitu cepat menyebar ke seluruh dunia.
Tercatat, virus ini masuk untuk pertama kalinya ke Indonesia bulan Maret tahun 2020. Belum genap setahun tapi grafik masyarakat yang terinfeksi virus ini menyentuh angka satu juta. Data yang dihimpun dari Kompas.com menyebutkan total kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 1.111.671 dengan total pasien sembuh berjumlah 905.665 dan kasus kematian mencapai 30.770 orang per 3 Februari 2021.
Melihat grafik yang terus naik sejak Maret 2020, pemerintah makin gencar mengkampayekan gerakan protokol kesehatan. Berbagai kebijakan dikeluarkan guna menekan angka penyebaran virus ini. Namun apakah efektif? Melihat grafik yang terus meningkat, rasanya pemerintah perlu melakukan evaluasi terkait kebijakan selama ini. Tentu tidak hanya pemerintah, masyarakat pun harus disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Tim pakar satuan tugas Covid-19 mengungkap ada sejumlah kelompok yang rentan berisiko tinggi terinfeksi Covid-19. Kelompok tersebut diantaranya, mereka yang memiliki daya tahan tubuh rendah atau autoimun, memiliki penyakit penyerta (seperti gangguan ginjal atau gangguan jantung), obesitas atau BMI lebih dari 40, ibu hamil dan lansia (berusia 60 tahun ke atas).
Ibu hamil masuk kategori rentan dikarenakan adanya perubahan fisiologis pada sistem imun selama masa kehamilan. Dilema seorang ibu hamil bisa saja bermula tatkala harus rutin memeriksakan diri ke dokter kandungan atau bidan di puskesmas terdekat. Sementara salah satu poin dari protokol kesehatan adalah menghindari kerumunan.
Ibu hamil tidak hanya dituntut untuk terus menjaga kondisi tubuh dan janinnya, tapi juga harus terus memberdayakan diri dengan rutin mencari informasi kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Menggunakan masker dan rajin mencuci tangan adalah suatu keharusan, namun menghindari kerumunan belum bisa total dilaksanakan mengingat ibu hamil harus rutin memeriksakan kehamilannya.
BKKBN Nusa Tenggara Timur mencatat, angka kehamilan selama masa pandemi mengalami kenaikan mencapai 8,46 persen di tahun 2020. Dari bulan Januari hingga Juli 2020, ada sebanyak 154.663 wanita hamil atau naik 12.067 orang. Salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan angka kehamilan ini adalah tidak adanya aktivitas fisik dan anjuran untuk di rumah saja.
Masuk dalam kelompok rentan terpapar virus Covid-19, ibu hamil dituntut tidak hanya dituntut menjaga kesehatan, namun harus terus memberdayakan diri dengan berbagai pengetahuan tentang virus Covid-19. Kebutuhan informasi, penanganan hingga protokol kesehatan bagi ibu hamil tentu jadi poin penting untuk mencegah penyebaran virus ini.
Di NTT sendiri, fasilitas kesehatan khusus untuk ibu dan anak masih sangat minim. Tercatat, di Kota Kupang sendiri yang merupakan ibu kota NTT hanya ada satu rumah sakit khusus ibu dan anak. Di rumah sakit ini, semua pasien dan tenaga medis harus bebas covid, yang artinya rumah sakit ini tidak merawat pasien covid seperti rumah sakit pada umumnya.
Ibu hamil pun bisa bernapas lega karena akhirnya bisa menjalani kehamilannya tanpa takut ‘seatap’ dengan pasien Covid-19. Lalu, bagaimana dengan daerah lain di NTT?
Badan Pusat Statistik mencatat pada tahun 2017 ada sekitar 394 fasilitas kesehatan yakni puskesmas yang tersebar di 22 kabupaten di NTT. Data ini mungkin saja berubah seiring berjalannya waktu. Namun, di kondisi pandemi seperti sekarang ini tentu saja fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan perlu ditambah lagi. Bisa dibayangkan jikalau rumah sakit harus menolak pasien dikarenakan keterbatasan ruangan dan tenaga medis karena rumah sakit tersebut digunakan untuk merawat pasien Covid-19.
Bagaimana peran pemerintah jika dihadapkan pada situasi seperti ini? Inilah saatnya pemerintah daerah di NTT mulai menaruh perhatian kepada kesehatan ibu hamil. Perlu dibangun rumah sakit khusus ibu dan anak di berbagai daerah di NTT sehingga ibu hamil tidak perlu khawatir tertular Covid-19 dan bisa fokus pada tumbuh kembang janinnya.
Belum lagi kondisi geografis daerah di NTT yang merupakan provinsi kepulauan. Akses kesehatan di daerah-daerah terpecil yang jauh dari pusat kota memang masih jauh dari harapan. Hal ini seperti menjadi sesuatu yang lumrah, apalagi melihat statistik tingkat stunting di NTT yang cukup tinggi. Beberapa kali isu ini menjadi perhatian nasional, seperti seorang ibu hamil yang harus digotong melewati sungai agar bisa melahirkan di puskesmas terdekat. Namun seperti biasa, isu ini kemudian hanya mengendap begitu saja tanpa ada solusi.
Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini. Tentu saja jika kejadian tersebut terjadi lagi, maka potensi untuk tertular Covid-19 menjadi sangat tinggi.
Rumah sakit, puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya menjadi tempat yang berpotensi tinggi terjadinya penularan Covid-19. Untuk itu, ibu hamil harus patuh menerapkan protokol kesehatan untuk kesehatan ibu dan janin di dalam kandungannya.
Ibu hamil wajib menggenakan masker jika keluar rumah, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Tidak lupa juga selalu mencuci tangan pakai sabun di air mengalir.
Ibu hamil sebagai golongan masyarakat yang rentan tertular Covid-19 harus mendapatkan perhatian lebih. Perbaikan fasilitas kesehatan di daerah-daerah terpencil dan pemberdayaan ibu hamil di masa pandemi seperti sekarang ini menjadi pekerjaan rumah bersama.
Di masa pandemi seperti sekarang ini, penting bagi ibu hamil untuk menjaga kesehatan dengan menjaga asupan dan makan makanan yang bergizi, mengurangi stress dan tentu saja taat protokol kesehatan. Pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan diharapkan mampu memetakan permasalahan kesehatan di tiap-tiap daerah disesuaikan dengan kondisi geografis dan budaya setempat. ♦