KOMPAK: Integritas Kajati NTT Dipertanyakan, Rakyat NTT Menangis

♦ Pertemuan Kajati NTT dengan Dirut Bank NTT

EXPONTT.COM – Narasi Ketua KOMPAK Indonesia Gabriael Goa terkait pertemuan Dirut Bank NTT dan sejumlah pejabat penting Bank NTT dengan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Senin lalu. KOMPAK menilai, pertemuan Dirut Bank NTT yang masih tersangkut masalah MTN senilai Rp 50 Miliar sebagai bentuk pelecehan dan tidak menghormati rakyat NTT yang hidup dalam keterbatasan.

Narasi dikirim ke expontt.com pada Rabu, 6 April 2022 isinya,” Rakyat NTT sungguh menangis sedih ibarat lepas dari mulut harimau terlepas ke mulut buaya elite Kajati NTT. Integritas Kajati NTT, Hutama Wisnu, SH,MH, patut dipertanyakan dalam pembertasan korupsi. Sebab, dua minggu sebelumnya sudah ramai diwartakan berbagai media yang mengimbau agar Kajati NTT segera menangkap Dirut Bank NTT terkait kasus MTN senilai Rp 50 Miliar.

Mempertontongkan didepan publik NTT kemesraan bersama Dirut Bank NTT dan sejumlah pejabat Bank NTT adalah tindakan yang tidak terpuji. Tidak lazim di Indonesia aparat penegak hukum apa lagi pejabat bank yang masih terkait hukum penyalahgunaan kebijakan sehingga merugikan keuangan daerah para nasabah senilah Rp 50 Miliar.

Kajati NTT, Hutama Wisnu, S.H.,MH saat bertemu Dirut Bank NTT dan jajarannya (foto: Ist.)

Pertemuan yang sangat mesra antara Kajati dan Dirut Bank NTT segera kami tindaklajuti dengan melapor ke Kejaksaan Agung. Ini jelas melecehkan rakyat NTT. Geram atas perilaku buruk Kajati NTT, kami dari Koalisi Pemberatasan Korupsi Indonesia atau KOMPAK dan Pers mendesak KPK RI segera ambil alih semua kasus tindak pidana korupsi di NTT.

Terutama kasus yang ditangani pihak Kejasaan Tinggi NTT terutama yang sedang di tangani saat ini. Kami mengajak Solidaritas lembaga agama, lembaga masyarakat pegiat anti korupsi supaya mengusir pejabat yang tidak pro pemberantasan korupsi yang tidak berintegritas dan bermasalah agar di usir dari NTT.”

Di wartakan portal korantimor.com dengan judul,” Kajati NTT Bertemu Para Tersangka Kasus Kredit Fiktif Bank NTT Waingapu Rp 2,6 Milyar, Wartawan Ditolak” Menurut Gab Goa, jelas ini tindakan tidak terpuji seorang Kajati.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT), Hutama Wisnu, S.H., MH menolak bertemu wartawan yang  meminta penjelasan terkait progres penanganan 3 kasus dugaan korupsi di bank NTT pada Kamis 24 Maret 2022, tetapi Kajati Hutama Wisnu dengan senang hati menerima kunjungan jajaran Direksi Bank NTT pada Senin (04/04/2022). Jajaran Direksi tersebut termasuk 2 orang pejabat Bank NTT yang menjadi tersangka kasus kredit fiktif Bank NTT Cabang Waingapu senilai Rp 2,6 Milyar (tahun 2013) yaitu HARK (Dirut Bank NTT saat ini) dan SPM (Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT saat ini). HARK juga berstatus terperiksa dalam kasus gagal bayar investasi Medium Term of Notes (MTN) Rp 50 Milyar dari PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP), karena ia adalah pejabat yang paling bertanggung jawab dalam pembelian surat hutang tersebut.

Demikian informasi yang dihimpun tim media ini pada Rabu (06/04/2022) dari sumber yang sangat layak dipercaya dan yang tahu betul tentang pertemuan tersebut.

“Ada apa dibalik pertemuan Kajati NTT dengan oknum-oknum yang berstatus tersangka dan terperiksa itu? Kenapa wartawan yang mau bertemu Kajati untuk mengkonfirmasi kasus di Bank NTT yang melibatkan oknum-oknum tersebut ditolak, tetapi Kajati Wisnu dan jajarannya malah dengan senang hati menerima kunjungan mereka? Ada apa ini?” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.

Menurutnya, pertemuan tersebut menimbulkan dugaan atau prasangka bahwa Kajati Hutama Wisnu dan jajarannya sedang ‘bermesraan’ dengan para tersangka atau calon tersangka kasus korupsi Bank NTT yang sedang ditangani Kejati NTT.
“Publik akan menduga, dibalik kemesraan itu  akan ada deal-deal atau pun hadiah untuk melindungi oknum-oknum yang bermasalah hukum tersebut,” ungkapnya.

Ia juga mempertanyakan sikap Kajati NTT yang dengan senang hati menerima kunjungan tersebut. “Apakah pertemuan itu dapat dibenarkan sesuai peraturan Jaksa Agung RI  Nomor. PER-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa?” kritiknya.

Dalam Peraturan Jaksa Agung tersebut, lanjutnya, khususnya di Pasal 7 tentang integritas, poin d disebutkan, dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara.

“Siapa pun bisa menduga ada permufakatan dalam pertemuan tersebut. Karena itu, pak Kajati Wisnu harus mengklarifikasi hal ini agar masyarakat tidak berprasangka yang tidak-tidak,” sarannya.

Kajati NTT, Hutama Wisnu, S.H., MH yang dikonfirmasi tim media ini via pesan WhatsApp/WA melalui Kasipenkum Kejati NTT, Abdul Hakim, S.H., MH siang tadi membantah adanya permufakatan atau deal deal untuk melindungi oknum-oknum yang bermasalah hukum dalam pertemuan tersebut. “Tdk (tidak) ada upaya melindungi orang yg (yang) bermasalah. Penyidik Kejati tetap pada alat bukti dlm mengungkap suatu perkara,” tulisnya.

Terkait adanya dugaan pemberian hadiah dalam pertemuan tersebut, Abdul Hakim juga membantahnya. “Tdk (tidak) ada pemberian hadiah dalam pertemuan, itu benar² kunjungan silaturrahmi biasa, sekaligus perkenalan,” jelasnya.

Menurutnya, pertemuan tersebut dihadiri dan disaksikan oleh banyak pejabat dari kedua lembaga tersebut. “Krn (karena) Dirut beserta unsur pimpinan dan Kajati bersama Aspidsus dan Asdatun,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (28/03), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) bungkam/’tutup Mulut’ alias enggan bicara jujur dan terbuka terkait progres proses hukum 3 (tiga) kasus besar Bank NTT, yakni 1) Pembelian MTN Rp 50 Milyar; 2) Kredit fiktif Bank NTT Cabang Waingapu, Sumba Timur Rp 2,6 Milyar; 3) Kasus kredit macet bank NTT Cabang Surabaya senilai Rp 126,5 Milyar, red), khususnya keterlibatan Direktur Pemasaran Kredit, AS dan Kadiv Kredit, BRP. Kejati NTT juga tak berani memberikan keterangan terkait kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan) Jaksa Kundrat Mantolas, SH.,MH dan Kontraktor PT. Sari Karya Murni (SKM), Hironimus Taolin (HT). Kejati NTT bahkan diduga sedang melindungi para pihak yang diduga terlibat dan bertanggungjawab  dalam kasus-kasus tersebut oleh karena tekanan politik dan kekuasaan.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Hutama Wisnu, S.H.,MH  dan Wakajati NTT, Agus Sahat, S.T. Lumban Gaol yang hendak ditemui wartawan tim media ini pada Kamis (24/03/2022) pukul 11.30 Wita hingga pukul 16.15 Wita di kantor Kejati NTT untuk diwawancarai terkait progress proses hukum kasus-kasus tersebut, terkesan menghindari wartawan. Sementara Kasipenkum Kejati NTT, Abdul Hakim, S.H.,MH, juga tidak berhasil ditemui tim wartawan media saat itu, karena menurut informasi pegawai Kejati NTT saat itu, Abdul sedang menjalani masa cuti.

Tim wartawan media hanya berhasil bertemu Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejati NTT, Yoni Esau Mallaka yang katanya ditugaskan Kajati dan Wakajati NTT saat itu untuk bertemu wartawan dan mencatat semua pertanyaan konfirmasi wartawan/media.
Awal kedatangan tim media pada pukul 11.30 Wita disambut staf kantor Kejati NTT dan wartawan melaporkan maksud kedatangan mereka ke kantor Kejati NTT. Sesudah itu, oleh salah seorang pegawai, wartawan media diarahkan menunggu di ruang layanan pengaduan. Lalu Ia melaporkan tujuan kedatangan wartawan ke pimpinan.

Sekitar pukul 12.00 Wita, Kajati NTT, Hutama Wisnu melalui Kasi Intel, Yoni Esau Mallaka bertemu dengan tim wartawan untuk mencatat sejumlah pertanyaan konfirmasi wartawan terkait progres penanganan 3 kasus Bank NTT dan kasus OTT Jaksa KM dan Kontraktor PT. SKM, HT.

Kasi Intel, Yoni E. Mallaka seusai mencatat sejumlah pertanyaan terkait kasus-kasus tersebut, meminta tim wartawan media untuk tetap menunggunya sebentar agar Ia melaporkan dan mengkonsultasikan pertanyaan wartawan media dengan Kajati dan Wakajati NTT serta (mengkonfirmasi, red) pihak jaksa atau jaksa penyidik yang menangani langsung kasus-kasus tersebut untuk mendapatkan informasi progres penanganan kasus-kasus tersebut.

Pada pukul 14.30 Wita, oleh karena saking lamanya menunggu, tim wartawan pamit untuk keluar makan siang. Dan pada pukul 15.30 Wita, tim media kembali lagi ke Kantor Kejati NTT untuk menunggu hasil konsultasi dan konfirmasi Kasidik Yoni E.Mallaka, namun hingga pukul 16.00 Wita, Kasi Intel tak kunjung muncul dengan hasil petunjuk atau penjelasan dari pihak Kejati NTT terkait progres penanganan kasus-kasus tersebut.

“Besok atau dua hari ke depan nanti kalau sudah ada petunjuk dari pak Kajati dan penyidik (Jaksa Penyidik, red) yang menangani kasus-kasus yang teman-teman tanyakan, baru saya informasikan untuk teman-teman datang dan kami jelaskan,” jelasnya.

Lidik Kasus MTN Rp 50 M Bank NTT Masih Tunggu Laporan PPATK

Abdul Hakim, S.H., MH

Masih diwartakan portal korantimor.com, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai saat ini masih menunggu laporan hasil penyelidikan/penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang aliran transaksi keuangan terkait kasus kerugian keuangan negara/daerah akibat pembelian MTN Rp 50 Milyar bank NTT pada PT. SNP.

Demikian penjelasan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Hutama Wisnu, S.H.,MH melalui Kasipenkum Kejati NTT, Abdul Hakim, S.H., MH saat ditemui tim media 30 Maret 2022.

“Mengenai MTN itu sampai sekarang masih menunggu laporan dari PPATK. Itu kalau tidak salah sekitar 16 rekening yang disuruh lacak. Yang sudah keluar cuma 6 atau 7 rekening. Pokoknya di bawah 10 lah. Nah ini yang sementara PPATK bekerja karena 1 rekening itu bisa makan waktu berapa lama,” ungkapnya.

Menurutnya, lambatnya proses penanganan kasus MTN Rp 50 Milyar oleh Kejati NTT karena penelusuran atau pelacakan sejumlah rekening yang diduga merupakan arah aliran uang pembelian MTN Rp 50 Milyar Bank NTT membutuhkan waktu yang lama. “Hambatan selama ini di PPATK karena buku rekening itu masih dianalisis, mau 5 huruf pun tercatat itu, nah itu dilihat semua,” tegasnya.

Abdul juga mengungkapkan, bahwa kasus MTN Rp 50 Milyar sudah diexpos (gelar perkara, red) diinternal Kejati NTT sebelum Kajati lama (Dr. Yulianto, S.H.,MH) pindah atau meninggalkan NTT.

“Expos interen saja untuk menentukan bagaimana kasus ini (MTN Rp 50 Milyar, red) apa masih mau dilanjut lagi atau stop? Disampaikan hambatan-hambatannya. Ya pasti lanjut terus. Tapi kalau keputusan lanjut, bagaimana?” tandasnya.

Menurutnya, Kejati NTT masih mendalami untuk memastikan apakah kasus MTN Rp 50 Milyar masuk pidana perbankan ataukah pidana khusus (korupsi/kerugian negara, red). “Bahwa ini susah pembuktiannya, atau mungkin ada tersangkut dengan perkara pidana lain bukan pidana khusus, kan bisa saja. Undang-undang perbankan ada. Beda tipis kaya penipuan dan penggelapan ini,” jelasnya.

Abdul Hakim mengakui, bahwa kemungkinan kasus MTN Rp 50 Milyar masuk dalam kerugian keuangan negara, tetapi juga butuh disertai bukti-bukti yang kuat dan akurat. “Betul kerugian negara, tapi kita kan nggak tahu resiko bisnisnya berapa? Platform bank Rp 100 Milyar? Rp 200 Milyar? Rp 50 Milyar? atau Rp 10 Milyar aja? Resiko bisnisnya. Karena jangan sampai oke terbukti (kerugian keuangan negara, red), tetapi jika tidak terbukti di Mahkamah Agung? Maka itu kita cek, gitu aja,” katanya.

Ia menjelaskan, bahwa jika kasus MTN Rp 50 Milyar jatuh pada pidana perbankan, maka ranah penyelesaiannya oleh Polri bukan Kejaksaan. “Ada aturannya nggak yang dia langgar? Kalau tidak ada aturannya berarti urusan Polri. Bisa saja ke undang-undang perbankan, masalah kerugiannya dikembalikan ke Negara. Kalau bukan aturan perbankan yang dia langgar, itu bisa langsung cepat sekali sudah (ditangani Kejati NTT, red),” tegasnya.

Abdul Hakim mengungkapkan, bahwa Kejati NTT sangat berhati-hati menangani kasus MTN Rp 50 Milyar bank NTT, karena Kejati NTT harus memastikan kasus tersebut pidana khusus ataukah pidana perbankan . “Memang betul kerugian negara, tapi ada aturan perbankan yang dilanggar nggak? Perbankan seluruhnya dan perbankan Bank NTT ada nggak aturannya?” tandasnya.

Menurutnya, jelas bahwa dunia perbankan memiliki aturan dan Standart Operational Procedure), tetapi terkait MTN Rp 50 Milyar tidak ada SOP. “Dan yang lebih jelas aturan perbankan dan SOP-nya ada semua. MTN kan belum ada. Kalau ada aturan yang dilanggar itu jelas, tidak perlu tunggu-tunggu lagi,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, proses penyelidikan kasus Medium Term Note (MTN) yang merugikan keuangan Bank NTT senilai Rp 60,5 M (berdasarkan LHP BPK RI, red) oleh Kejati NTT belum menunjukan progres yang berarti. Bahkan proses penyelidikan kasus Fraud (kecurangan perbankan, red) ini terkesan ‘tenggelam’ di Kejati NTT.

Para pegiat anti korupsi terus mendesak Kejati NTT untuk mempercepat proses hukum kasus yang merugikan Bank NTT hingga Rp 60,5 M. Mantan Kajati NTT, Yulianto sempat berjanji untuk mempercepat proses hukum kasus tersebut dengan melakukan ekspose/gelar perkara.

Berdasarkan LHP BPK RI Tahun 2019, setidaknya ada 7 pelanggaran yg dilakukan dalam proses pencairan dana untuk pembelian MTN (Surat Pengakuan Hutang PT. SNP), yakni :

• Bahwa berdasarkan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020 tersebut menemukan banyak pelanggaran atas pembelian MTN tersebut diantaranya :

1. Pembelian MTN tersebut tidak dilakukan uji kelayakan atau Due Diligence;
2. Pembelian MTN tersebut tidak masuk dalam RBB (Rencana Bisnis Bank) tahun 2018;
3. Tidak melakukan On The Spot untuk mengetahui alamat kantor dan mengenal Pengurus PT. SNP. Pertemuan dengan pengurus baru dilakukan setelah PT SNP mengalami gagal bayar MTN.
4. Hanya berpedoman pada mekanisme penempatan dana antar bank karena PT. Bank NTT belum memiliki pedoman pembelian dan batas nilai pembelian MTN.
5. Tidak melakukan telaah terhadap laporan keuangan audited PT. SNP tahun 2017 tapi hanya berpatokan pada peringkatan yang dilakukan PT Pefindo tanpa memperhatikan press realease PT Pefindo yang menyatakan bahwa peringkatan hanya berdasarkan laporan keuangan tahun 2017 PT. SNP yang belum diaudit. Dengan demikian, mitigagasi terhadap resiko pembelian MTN tidak dilakukan secara baik;
6. Tidak melakukan konfirmasi kepada Bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan penolakan tersebut. Konfirmasi hanya dilakukan kepada bank yang melakukan pembelian MTN PT. SNP;
7. Tidak memperhatikan Kolektibilitas PT. SNP pada SLIK OJK.

KOMPAK: Kajati NTT Segera Tangkap Dirut Bank NTT

Portal expontt.com sebelumnya sudah mewartakan Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia atau KOMPAK Gabriel Goa, meminta agar Kajati NTT segera menangkap Direktur Bank NTT terkait tindakan yang diduga dengan sengaja melakukan pelanggaran dalam pembelian MTN sehingga merugikan keuangan Negara, keuangan daerah, keuangan nasabah rakyat NTT.

“Saya memohon Gubernur NTT selaku pemegang saham pengendali supaya memberhentikan Dirut Bank NTT Alex Riwu Kaho.
Hal itu ditegaskan Gabriel Goa menjawab expontt.com terkait kasus transaksi MTN tahun 2018. Saat itu kata Gab Goa, Alex Riwu Kaho adalah Kepala Divisi Treasury dan Dirum Keuangan Bank NTT Edu Bria Seran.

“Patut diduga Alex Riwu Kaho melakukan kebijakan tanpa disetujuai Edu Bria Seran. Kami sudah punya data lengkap dan semua tim yang saya pimpin untuk melaporkan ke KPK.

Kami merasa sangat prihatin uang daerah dimana rakyat NTT hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan sementara uang dalam nilai sangat besar senilai Rp 500 Miliar seperti dibuang begitu saja dilaut tanpa bekas.

Kami mohon dengan sangat Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat segera menyikapi kasus ini, karena diduga ada niat jahat dalam kasus raibnya uang nasabah senilai Rp 500 Miliar ini,” kata Gab Goa kepada expontt.com 20 Maret 2022. ♦ wjr