EXPONTT.COM – Calon Anggota DPR RI dari PSI, mengaku siap disalibkan, jika ingkar janji dan tidak membela hak-hak rakyat. ”Saya siap disalib, dicaci maki rakyat NTT khususnya di derah pemilihan saya jika saya ingkar janji dan tidak membela hak-hak rakyat. Kita ni hidup hanya sekali dan diberi kesempatan oleh rakyat jika memilih saya 14 Februari 2024 nanti,” janji Ayub Titu Eki mantan Bupati Kupang dua periode ini.
Pernah diwartakan pula, Ayub Titu Eki menolak iming-iming agar mendapatkan bagian atau keuntungan agar menandatangani berkas bagi hasil, tetapi ditolaknya. Hanya satu kalimat dalam benak Bupati Kupang Ayub Titu Eki ketika membela rakyat Kabupaten Kupang terkait lahan garam beberapa tahun lalu. “Membela rakyat yang susah dan tertindas sampai tetes darah yang penghabisan. Bila perlu saya siap disalibkan. Hanya komitmen ini yang bisa saya lakukan.” Ayub Titu Eki sedang berjuang melawan kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak pro orang kecil, orang yang terindas dan bahkan lemah.
Tekad Ayub Titu Eki, ialah melawan kezaliman terhdap rakyat khususnya para petani di Kabupaten Kupang. Hati Ayub Titu Eki memang sedang bergejolak, atas lahan potensi untuk industeri garam dan lahan pertanian. Disayangkan lahan potensi diberi label oleh kebijakan tak populis dan fakta lapangan bahwa lahan terlantar di kuasai investor yang tidak menguntukan rakyat kabupaten. Para pengambil kebjikan sebelumnya menurut Titu Eki bertentangn dengan program Presiden Jokowi. Nama istilah Hak Guna Usaha atau HGU menjadi momok.
Masih menurut Titu Eki, lahan yang memiliki sertifikat HGU dipolitisasi insvestor nakal untuk kepentingan ekonomi dan meraih keuntungan sebesar-besarnya. ”Itu sebabnya saya selaku Bupati Kabupaten Kupang telah melakukan kajian-kajian atas lahan yang memiliki HGU. Lahan yang ber HGU sangat merugikan Pemerintah dan Masyarakat lokal. Mengapa merugikan, lahan ber-HGU terlantar puluhan tahun. Padahal rakyat ada susah menderita. Mau garap lahan untuk kepentingan ekonomi, membiaya anak sekolah atau biaya rumah sakit tidak bisa. Saya mengambil keputusan agar dicabut itu HGB. Sudah empat yang dicabut, tetapi masih lima HGU yang belum dicabut. Karena itu saya melakukan advokasi. Kebijakan Kepala ATR-BPN yang kurang memperhatikan rakyat atau petani kecil saya menolak. Mau berperkara silahkan. Saya tetap beda pendapat, bahwa lahan HGU yang dicabut dan diserahkan kepada PT. Garam atau pihak lain saya tantang. Kebijakan Negara atau pemerintah pusat harus memperhatikan kepentingan rakyat dan pemerintah setempat.”
Pada rapat bersama Menteri Koordinator Maritim dan Menteri ATR-BPN di kantor Kemenko Maritim di Jakarta pada 3 Juli 2018 sudah disampaikan kepada kedua menteri ini. Bupati Titu Eki ketika itu, tetap berprinsip bahwa rakyat muak menonton puluhan tahun lahan terlantar dimata mereka. Bahkan kegudahan Bupati Kupang Ayub Titu bahwa HGU tidak jelas, tanpa peta atau bahkan HGU mengaku memiliki sertifikat secera sporadis dan tidak di satu lokasi atau kawasan ditegaskan pula dari Waka Polda NTT yang menegaskan kepolisian tidak mengambil tindakan tegasakapolda bilang dihadapan Menteri ATR-BPN Sofian Djalil dan Menteri Luhut bahwa sertifikat tidak jelas dan diatas sertifikat HGU terdapat sangat banyak sertifikat masyarkat.” Kami tidk bisa ambil keputusan karena bisa terjadi pertumpahan darah sesame masyarakat dan aparat.” Kesalahan ada pada BPN atau Badan Pertanahan yang tidak secara tegas melakukan penataan tanah masyarakat baik lahan milik investor bersertifikat HGU mau masyarakat sipil atau petani.
Dalam rapat khusus Menteri ATR-BPN dengan bupati Kupang, kepolisian dan Badan Pertanahan Nasonal NTT disepekati beberapa hal. Pertama BPN segera melakukan konsolidasi lahan dengan melibatkan masyarakat dan pihak terkait. Dialokasikan dana, tegas Kepala Bidang Pertanahan pada Kanwil BPN NTT Yulius Talok untuk segera ke lapangan untuk mendata ulang secara detail.
Walau sudah sekian kali rapat koordinasi dengan Manteri ATR maupun pihak terkait di Jakarta, Bupati Kupang tetap pada prinsip yaitu lahan yang terlantar harus tetap digarap masyarakat termasuk sedang berjalannya penataan ulang oleh BPN dan pejabat terkait, pusat maupun daerah. ” Ini prinsip saya demi masyarakat yang sudah susah puluhan tahun.
Saat ini, tegas Ayub Titu Eki salah satu investor bersertifikat HGU yaitu PT. Panggung sedang melakukan advokasi bahkan mengadu ke aparat keamanan. ”Saya tegaskan silahkan gugat. Tetapi tanah ada dimata rakyat dan rakyat tinggal diatas tanah itu. Menang atau kalah itu kemudian, tetapi rakyat harus tetap menggarap lahan. Masih 3720 Hektar ber HGU tetapi prosesnya tiak benar. Intinya, ditata ulang dan diselesaikan secara hukum, asal rakyat tidak menjadi sasaran objek yang hanya menguntungkan pihak tertentu atau investor.”
Yang jelas saat ini, tegas Ayub Titu Eki, sudah ada PT TLL yang sedang menggarap dan PT. GIM yang sudah lakukan peresmian panen perdana 10 Juli 2018. Pemerintah pusat silahkan melihat langsung hasil garam yang sangat bagus dikelolah PT.GIM. Bahwa ada investor yang mengaku memiliki HGU silahkan. Bukan milliki HGU tetapi lahan diterlantar dan tidak berdampak pada ekonomi rakyat. PT. GIM sementara mengelolah lahan 300 Ha dan PT. Sumatraco rencana 200 Ha tetapi Sumatraco belum mendapat lahan.
Walau tinggal setahun masa jabatannya, Ayub Titu Eki bersama GMIT, Sekjen Pemangku adat dan semua 30 Raja dan tua adat di daratan Timor tetap berjuang sampai persoalan selesai dan harus bermuara pda kejelasan hak milik atas masyarakat maupun investor yang berniat luhur membatu masyarakat dengan kerja yang serius. ♦ wjr