EXPONTT.COM – Rakyat NTT selaku pemilik dan penyimpan dana di Bank NTT bertanya-tanya, mengapa kasus-kasus korupsi yang diperankan pejabat Bank NTT seperti kasus dugaan korupasi medium term note atau MTN dan kasus-kasus seperti korupsi Budi Mas, bernilai diayas Rp 100 Miliar sampai Kantor Cabang Bank NTT Surabaya ditutup akibat menjadi sarang korupsi dan berdalih kredit oleh sejumlah pengusaha tidak diproses cepat oleh aparat hukum.
Mantan Dirut Bank NTT yang berjasa membangun gedung Bank NTT lima lantai Amos Corputy berpendapat,” Bagaimana mau tangani cepat dan proses pengurus Bank NTT yang korupsi baik dengan tindakan kebijakan tetapi karena ada KKN dengan pejabat seperti dengan pejabat Kajati NTT, BPK RI Perwakilan NTT, atau OJK dan terutama pejabat dari lingkungan Pemda NTT. Jadi tidak mungkindiproses cepat dan kasusnya sejak tiga empat tahun silam tidak diproses hukum. Jadi rakyat NTT bertanya-tanya yang karena ada KKN oknum pengurus Bank NTT dengan pejabat APH. Ya sekitar lebih dari 100 karyawan yang bekerja di Bank NTT adalah titipan pejabat.” Kata Amos Corputy menjawab expontt.com Jumat15 September 2023.
Kata Amos Corputy, ada banyak pejabat APH yang titip anak atau saudaranya supaya jadi karyawan Bank NTT, paling banyak dari pejabat di Pemda NTT. “ Bank NTT seperti tempat sampah saja.Itu sebabnya salah satu cara harus mengganti semua pengurus dari komisaris dan direksi diganti. Dan bisa diganti dengan anak-anak hebat yang duduk pada jabatan setingkat kepala divisi. Jika pengrus tidak diganti seluruhnya, maka Bank NTT yang labanya terus menurun akan berubah statusnya menjadi BPR. Sekarang jadi Bank Devisa,ada berapa orang asing yang traksaksi valuta asing. Yang paling penting urus kepentingan rakyat NTT, bukan mata uang asing,” kata Amos Corputy.
Seorang oknum pejabat penting dari BPK RI Perwakilan NTT bahkan menelepon expontt.com dan ntthits.com agar nama dan fotonya di hapus pada tubuh berita.Katanya,” Foto dan nama saya sebaiknya dihapus saja.Tidak enak perasaan dengan beberapa kayawan Bank NTT yang masih ada hubungan saudara.” Dan, kata Amos Coprputy, kasus KKN pengurus Bank NTT tidak hanya dengan oknum aparat hukum tetapi juga ada dari anak Pemred media, anak anggota dewan dan masih banyak.
Anggota Komisi III DPR RI Benny Kabur Harman (BKH) misalnya sampai meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi dan bila perlu mengambil alih penanganan sejumlah kasus korupsi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Terutama tiga kasus korupsi besar yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah yakni kasus kredit macet di Bank NTT Cabang Surabaya, korupsi pengadaan benih bawang merah di Kabupaten Malaka, dan kasus penjualan aset negara di Kota Kupang.
“Saya minta KPK untuk melakukan supervisi secara ketat semua penanganan kasus korupsi yang memiliki perhatian masyarakat dan punya dampak luas, terkait dengan penyelamatan uang negara dan ketertiban birokrasi pemerintahan,” katanya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Menurut Benny, banyak laporan kasus korupsi yang penanganannya terhenti di tengah jalan tanpa ada kejelasan, yang ditangani polda, polres hingga kejaksaan.
“Penegak hukum kejaksaan dan polisi di NTT diminta melakukan penanganan kasus secara profesional dan transparan dan juga bertanggung jawab,” ujarnya.
Kasus dugaan korupsi Medium Term Note (MTN) Bank NTT senilai Rp50 miliar sejak 2018 mengendap di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT). Karena itu, Kejati NTT didesak berikan kepastian hukum.
“Seharusnya Kajati NTT memberikan kepastian hukum terhadap sejumlah oknum yang diperiksa, sehingga tidak menimbulkan opini lain terhadap APH institusi Kejaksaan,” kata pegiat anti korupsi, Paul Sinlaeloe.
Tidak hanya kasus MTN Bank NTT, tapi masih terdapat sejumlah kasus yang berjalan di tempat di Kejati NTT, diantaranya dugaan korupsi pekerjaan embung di Kabupaten TTU senilai Rp 880 juta, kasus dugaan korupsi pengalihan asset daerah senilai Rp 1, 2 miliar, kasus dugaan korupsi dana Bansos di Kabupaten Sabu Raijua senilai Rp 35 miliar hingga kasus dugaan korupsi jalan Sabuk Merah perbatasan antara RI – RDTL senilai Rp 120 miliar. Kasus Budi Mas senilai Rp 100 Miliar lebih.
Menurut Paul, seharusnya Kejati NTT memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait perkembangan kasus – kasus tersebut sejauh mana penanganannya. “Harus ada kepastian hukum bagi oknum yang diduga terlibat. Jangan menggantung,” pintanya.
Dia menilai Kajati lamban merespon perintah Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Asri Agung Putra, agar segera menuntaskan kasus – kasus yang tertunda. ♦ wjr