EXPONTT.COM – Mantan Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Manggarai Barat, I Gusti Made Anom Kaler, menyebut, Hak Guna Bangunan (HGB) selama 30 tahun yang dipegang oleh PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) dalam perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam pemanfatan aset tanah di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, bukanlah suatu permasalahan.
Hal itu disampaikannya saat menjadi salah seorang saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT, di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, seluas 31.670 meter persegi, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kelas 1A Kupang, Jumat, 2 Februari 2024.
Diketahui, dalam perjanjian kerja sama BGS dengan Pemprov NTT, PT SIM memiliki hak untuk membangun dan mengelola tanah tersebut selama 25 tahun, sedangkan HGB yang dipegang PT SIM yang dikeluarkan BPN Kabupaten Manggarai Barat adalah selama 30 tahun.
Baca juga: Sony Libing Sebut Pemprov NTT PHK Sepihak PT SIM Tanpa Rekomendasi BPK RI
Hal tersebut menjadi salah satu persoalan yang diangkat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang. Namun, menurut Mantan BPN Kabupaten Manggarai Barat 2016-2019, I Gusti Made Anom Kaler, masa HGB yang berbeda dengan perjanjian bukanlah menjadi suatu masalah.
Hal tersebut dikarenakan jika perjanjian antara Pemprov NTT dan PT SIM berakhir sesuai kesepakatan dalam perjanjian kerja sama, maka status HGB atas tanah tersebut akan berakhir dan kembali menjadi hak milik Pemprov NTT.
Anom Kaler menjelaskan, menurut aturan, setiap sertifikat HGB pertama kali terbit dengan masa berlaku selama 30 tahun.
Baca juga: Kuasa Hukum PT SIM Bantah Keterangan Sony Libing Soal Tak Bayar Kontribusi ke Pemprov NTT
“Sesuai dengan ketentuan PP No.40/1996 (Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah), kewenangan memberikan HGB kepada Kepala Kantor Pertanahan adalah untuk jangka waktu sampai dengan 30 tahun,” tegas Anom.
Lebih lanjut, ia menyebut, pemutusan perjanjian kerja sama secara sepihak tak dapat mengakhiri HGB. “Di dalam Perjanjian disebutkan bila ada sengketa maka akan diselesaikan secara musyawarah mufakat. Dua pihak sepakat membatalkan. Maka akan batal HGB-nya. Jika tidak ada mufakat, harus diselesaikan di Pengadilan Negeri Kupang,” ujarnya.
Senada dengan saksi yang dihadirkan JPU, kuasa hukum PT SIM, Khresna Guntarto, usai sidang menjelaskan, pengakhiran HGB tersebut harus melalui kesepakatan bersama dengan pembatalan perjanjian ataupun melalui putusan pengadilan yang membatalkan perjanjian tersebut sehingga HGB bisa berakhir.
Baca juga: Frans Salem Klaim Sebelum Dibangun Hotel Plago, Pantai Pede Hanya Tanah Kosong, “Tak Menghasilkan”
“Dalam perjanjian, jika ada perselisihan antara kedua pihak harus diselesaikan secara musayawarah mufakat, jika tidak ketemu menjadi sengketa di pengadilan. Nah, sampai saat ini tidak ada sengketa yang membatalkan HGB obyek ini,” jelasnya.
Diketahui pula, HGB tanah yang telah dibangun Hotel Plago oleh PT SIM telah diblokir oleh BPN atas permohonan Pemprov NTT.
Menurut Khresna pemblokiran tersebut tidak sesuai aturan karena Pemprov NTT tak memiliki dasar permohonan pemblokiran HGB tersebut. “Ini aneh, atas dasar apa permohonan pemblokiran tersebut dikabulkan?” Tambahnya.
Baca juga: Laba Bank NTT Bulan Desember Tahun 2023 Turun 49 Persen Dibanding Desember tahun 2020
Lebih lanjut Khresna Guntarto, menjelaskan bahwa yang membuat HGB masih atas nama PT SIM hingga saat ini adalah disebabkan pembatalan PKS hanya dilakukan sepihak.
Hal ini juga diakui oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI Perwakilan NTT dalam Audit Tahun 2020 yang terbit Tahun 2021.
PT SIM bahkan telah mengajukan dan memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Kupang dalam perkara perdata Nomor 302/PDT.G/2022/PN.KPG, yang mana Majelis Hakim PN Kupang memutuskan bahwa PKS tanggal 23 Mei 2014 antara Pemprov NTT dan PT SIM adalah tetap sah dan pembatalan sepihak tersebut dinyatakan hakim melawan hukum.
“Saat ini Pemprov NTT sedang banding dan kami telah menyampaikan kontra memori banding untuk membantah permohonan banding Pemprov NTT.” ujar Khresna.
Sementara itu, seusai persidangan, Ketua Tim Advokasi Peduli & Selamatkan Pantai Pede, Dr. Yanto MP Ekon, SH., M.H., menegaskan, bahwa Saksi yang dihadirkan oleh JPU kali ini tidak berkaitan dengan klaim terjadinya kerugian keuangan negara. Perbuatan para saksi tidak menyebabkan kerugian keuangan negara sebagaimana dituduhkan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mengacu pada penetapan nilai kontribusi PT. SIM yang dianggap terlalu murah.
“Apa hubungannya HGB 30 tahun dengan kerugian negara? Bahkan tadi dijelaskan, boleh HGB 30 tahun dan tetap HGB bisa dibatalkan apabila PKS diakhiri oleh Para Pihak secara bersama atau berdasarkan Putusan Pengadilan,” kata Yanto.
Selain mantan Kepala BPN Manggarai Barat, JPU juga menghadirkan Mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Robia Mitang Robertus dan Christine Mudasih yang menjabat Kasie Infrastruktur BPN Mabar 2017-2023.♦gor
Baca juga: Kasus Marten Konay Cs, Aliansi Peduli Kemanusiaan Gelar Aksi Jilid VIII: Minta JPU Diganti