Daniel Tagu Dedo Imbau Masyarakat NTT Tidak Kuatir, Bank NTT Tidak Akan Turun Status Jadi BPR

“Saya siap membawa investor bermodal besar lebih dari Rp 1 Triliun. Sekali lagi orang NTT selaku pemilik Bank NTT jangan kuatir. Bank NTT akan aman-aman saja,” imbau Daniel Tagu Dedo dalam obrolan dengan expontt.com Senin 22 April 2023.

 

EXPONTT.COM – Daniel Tagu Dedo, mantan Dirut Bank NTT menegaskan,” Kita orang NTT tidak perlu kuair dengan gonjang ganjing dengan pemberitaan media cetak maupun online bahwa Bank NTT bisa diturunkan statusnya menjadi Bank Perkreditan Rayak ataun BPR kalau tidak mampu mencari uang sebanyak Rp 641 Miliar untuk menggenapi modal inti Rp 3 Triliun.

Masih ada waktu sampai 31 Desember 2024. Sisa waktu  pemerintah NTT selaku pemegang saham pengendali, para bupati, walikota dipastikan bisa mencari jalan keluiar sehingga bisa tercapai modal inti Rp 3 Triliuan. Saya bisa ajak teman investor menyertakan modalnya di Bank NTT lebih dari Rp 1 Triliaun. Atau Bank NTT bisa menjual obligasi senilai Rp 1,5 triliun. Atau pengurus Bank NTT ke pemegang saham pengendali untuk menutup sebagian dari deviden misalnya senilai Rp 200 iliar.

Saya siap memenuhi undangan PSP untuk berunding soal ini. Jadi PSP bisa mengajukan ke OJK minta relaksasi untuk tegang waktu sekian bulan atau sekian tahun, atau dengan cara menjuial saham Seri B. Waktu saya dulu James Riyadi pernah ingin menyertakan modalnya ke Bank NTT lebih dari Rp 1 trilin. Jadi yang terpenting melalui keputusan RUPS sehingga langkah-langkah bisa dicapai. Usia Bank NTT sudah lebih dari 60 tahun, jadi malu kita orang NTT terlebih para pengurus dan penjasa atau yang pernah pimpin Bank NTT menutup mata. Jalan terbuka lebar yang terpenting mau berkomunikasi dengan baik,” saran Daniel Tagu Dedo.

Nama Daniel Tagu Dedo tidak asing lagi bagi masyarakat NTT. Selain mantan Dirut Bank NTT, namanya sudah membumi di seantero NTT. Ketika mendaftarkan diri sebagai bakal calon (balon) Gubernur NTT beberapa tahun silam. Selama ini Daniel Tagu Dedo bergelut di perbankan. Tampuk pimpinan tertinggi sebagai Direktur Utama (Dirut) Bank NTT yang membawa bank milik pemerintah Provinsi NTT itu terkenal di kancah keuangan dan perbankan Indonesia. Jadi reputasi seorang Daniel Tagu Dedo dalam menyelesaikan “kemelut kecil” yang sedang melanda Bank NTT dengan masalah hanya uang Rp 641 miliar adalah hal kecil.

Sudah diwartakan, Amos Corputy, yang juga mantan Dirut Bank NTT dan berjasa menyelamatkan Bank NTT tahun 1998 bersama Almarhum Gubernur NTT Piet A. Tallo, Almarhum Ovi Wilahuky serta anggoara DPRD NTT dari PDIP Yani Mboek menegaskan,

”Saya yang berjuang sejak dari awal membangun Bank NTT tidak sudi status bank ini turun statusnya menjadi Bank Perkreditan Rayat atau BPR. Kita dan sejumlah tokoh yang disebutkan diatas sudah berjuang dengan keringat dan airmata, dan ketika bank ini sudah maju, punya gedung lima lantai yang saya bangun walau dicaci maki dan dikritik anggota dewan, saya tidak surut niat sampai akhir jadi dan gedungnya berdiri tegak, membanggakan rakyat NTT. Kehadiran Bank NTT saat ini sudah sejajar dengan BPD lain di Indonesia. Masa statusnya diturunkan. Pasti ada jalan, Tuhan pasti kabulkan doa rakyat NTT,” jelas Amos Corputy kepada expontt.com Sabtu 20 April 2024.

Mewujudkan niat dan ketulusan hatinya menyelamatkan Bank NTT, Amos Corputy minggu depan berencana bertamu ke Penjabat Gubernur NTT untuk memohon ijin saya menemui sejumlah rekan sesama banker BPD yang tergabung dalam KUB.

Katanya, ”Ada beberapa yang pernah terlibat dalam MoU dan tinggal perjanjian kerjasama tetatpi sudah lewat waktu. Dengan momen ini, saya ingin membangun komuniasi lagi dan pasti bisa. Yang terpenting Bapak Penjabat Gubernur NTT merestui saya siap laksanakan. Langkah pertama tentu KUB dan sejumlah investor. Ya cara dengan menjual saham Seri B kepada masyarakat juga efektif, tetapi lama. Satu-satunya cara yang cepat ialah KUB seperti Bank DKI”.

Seperti sudah diwartakan, mantan Dirut Bank NTT Amos Corputy kepada expontt.com Selasa 16 April 2024 menyatakan, ”Saya siap jiwa dan raga untuk menyelamatkan Bank NTT agar tidak turun stastus menjadi Bank Perkreditan Rakyat atau BPR jika tidak memenuhi modal inti Rp 3 Triliun pada Desember 2024. Saya sebagai pemegang sahan Seri B punya hak untuk ikut berjuang hingga tetes darah saya terakhir demi menyelamatkan Bank NTT. Dalam perjuangan menyelematkan Bank NTT saya cukup koordinasi dengan para pemegang saham pengendali dan pemegang saham Seri A yaitu para bupati dan walikota.

Sekali lagi, saya nyatakan siap memfasilitasi baik dengan KUB atau bank lain dan atau pihak investor. Perjuangan ini tidak butul keterlibatan direksi atau komisaris. Bank milik rakyat NTT tidak bersih karena ulang para pengurus mulai dari komisaris dan direksi. Itu sebabnya pada bulan April ini, saya ingin konsultasi atau diskusi ringan dengan Bapak Penjabat Gubernur NTT sehingga persoalan yang kusut di Ban NTT ulag para pengurus yang tidak becus bisa segera pulih dan masyarakat NTT bisa percaya lagi kepada Bank NTT.”

Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sangat menyangkan jika hanya karena tidak mampu memenuhi ketentuan Modal Inti Minum (MIM) sebesar Rp3 triliun, Bank NTT harus terkena sanksi dan turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Karena faktanya, seperti diwartakan Victorynews.id, Bank NTT adalah salah satu unit Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kiprahnya selama ini mampu memberikan kontribusi positif dalam pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT.

Untuk itu, OJK NTT dengan segala upaya akan memberikan dukungan optimal kepada pemegang saham, jajaran Direksi, komisaris, serta para pemangku kepentingan (stakeholders) agar Bank NTT tetap eksis dan tetap menjadi bank kebanggaan seluruh rakyat NTT.

Hal tersebut dikemukakan Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTT Japarmen Manalu dalam bincang-bincang bersama Redaktur Pelaksana Koran Harian Umum Victory News (VN) Yes Balle dan Redaktur Ekonomi Bisnis Rafael Lado Pura di ruang kerja Kepala OJK NTT, Kamis 18 April 2024 siang. Japarmen Manalu didampingi Pengawas Senior OJK NTT Setia Ariyanto.

Menurut JP — sapaan Japarmen Manalu — sebagai pengawas institusi perbankan, OJK NTT telah membangun komunikasi formal maupun informal dengan para pemegang saham, khususnya pemegang saham pengendali (PSP).

Bahkan, dengan pengurus Bank NTT, OJK terus mendorong terealisasinya time scedule yang sudah ditetapkan dalam rangka memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

Hal mendesak dan harus menjadi prioritas dilakukan dan ditindaklanjuti adalah memenuhi MIM Bank sebesar Rp3 triliun, sebagaimana ketentuan dan regulasi yang berlaku.

“Saat ini, hanya ada satu jalan untuk memenuhi MIM Bank NTT. Yakni membangun kerja sama Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan Bank DKI Jakarta. Jalan lain lewat setoran penambahan modal dari para pemegang saham (23 Pemda di NTT), sudah tidak memungkinkan. Jika mengacu dari kemampuan keuangan daerah,” bebernya.
Dalam konteks itu, semua pemangku kepentingan harus bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi serta bertindak sesuai peran masing-masing, demi menyelamatkan Bank NTT.
“Bank NTT ini harus kita selamatkan. Tidak ada masalah yang tidak bisa selesai. Namun lebih cepat (persetujuan kerja sama diteken Pemprov NTT) lebih baik. Kita berharap Bank NTT tidak akan kena sanksi. Nah untuk itu, semua pengurus maupun pemegang saham dan masyarakat secara bersama-sama menyelamatkan Bank NTT,” kata JP.
Pemenuhan MIM Bank NTT, jelas Pak JP, hanya bisa diwujudnyatakan lewat komunikasi. Komunikasi antara PSP, para pemegang saham, pengurus Bank NTT, dan berbagai pemangku kepentingan, menjadi faktor terpenting demi kerja sama KUB Bank DKI Jakarta segera direalisasikan.

Tetap Optimistis

Pada bagian lain, ketika ditanya mengenai kemungkinan terealisasinya kerja sama KUB Bank NTT dengan Bank DKI, Japarmen Manalu mengaku sampai saat ini pihaknya masih punya harapan dan optimistis.
Apalagi, Penjabat Gubernur NTT Ayodhia GL Kalake sudah memberikan pernyataan kepada media, bahwa Pemprov sedang melakukan kajian dan informasi yang diperoleh, Pemerintah Provinsi NTT sudah membangun komunikasi dengan Bank DKI.
“Bank NTT sudah memiliki modal sekitar Rp2,3 triliun. Perkembangan dan pertumbuhan dari berbagai aspek perbankan juga bagus. Tinggal bagaimana komunikasi dibangun secara cerdas demi menyelamatkan aset berharga milik rakyat NTT ini,” kata JP.
JP juga mengimbau kepada masyarakat NTT untuk tidak khawatir berlebihan yang pada akhirnya melakukan aksi yang tidak elegan. Proses dan progress kerja sama KUB akan sampai kepada suatu titik yang positif dan hal itu merupakan harapan semua rakyat NTT.

Taati Time Scedule

Sementara itu, Pengawas Senior Lembaga Jasa Keuangan OJK NTT Setia Ariyanto menambahakan, mengenai surat persetujuan kerja sama KUB Bank NTT dan Bank DKI, merupakan hal sangat penting.
Pentingnya surat persetujuan, lanjut Setia, ibarat tiket masuk untuk melewati pintu penjagaan jika hendak menonton suatu pertandingan. Artinya, surat persetujuan PSP merupakan langkah awal untuk secara teknis melewati berbagai prosedur dan tahapan dalam upaya untuk mengimplementasi kerja sama KUB tersebut.
Apalagi, masih menurut Setia, dalam kerja sama KUB tersebut masih harus melewati berbagai tahapan yang juga sangat penting, baik bagi Bank NTT maupun Bank DKI. “Tapi itu bukan domain OJK. Yang pasti kita tetap membangun komunikasi yang konstruktif supaya proses kerja sama KUB tersebut mengalami progres yang signifikan,” kata Setia.
Setia berharap, time scedule yang sudah disusun dan disepakati bersama tersebut dapat diimpelementasikan, sehingga proses kerja sama KUB secepatnya dapat diproses. Selain itu, dengan menaati time scedule, posisi tawar dalam negosiasi bisa memiliki poisi yang cukup baik.
“OJK sudah membangun komunikasi setelah penandatanganan MoU dengan bank NTT tahun 2022 lalu. Ini yang terus OJK NTT dorong, sehingga ada tindaklanjut. Semua membutuhkan komunikasi yang intens khsususnya antara pengurus Bank NTT dengan para pemegang saham,” tambah Setia. ♦ wjr

 

Eddy Gaunggus: Tidaklah Salah Kalau Bank NTT Turun Status Menjadi BPR

MANTAN Kepala Cabang Bank NTT Kefamenanu TTU Eddy Gaunggus berpendapat lain dengan Danel Tagu Dedo dan Amos Corputy. Eddy, demikian disapa berpendapat, “ Tidak masalah Bank NTT turun status menjadi BPR. Bahwa benar, ruang lingkup beroperasi terbatas jika turun status, Persoalannya, yang menjadi nasabah tetap Bank NTT adalah aparatur sipil Negara (ASN). ASN wajib menabung di Bank NTT, transaksi pinjam meminjam juga para ASN, sehingga tidak ada masalah. Ibarat rute bus, kalau selama ini misalnya bus rute Kupang-Atambua dirubah rutenya menjadi hanya Kupang Camplong misalnya. Jadi Bank NTT tetap beroperasi sebagaimana biasanya. Hanya para investor atau mereka yang ingin menyertakan modalnya di BPR tidak lagi. Karyawan tidak mungkin diresign,kalau tidak ada rekrut baru mungkin di batasi,” itulah pendapat Eddy kepada expontt.com.

Eddy juga terus bersuara dan mengkritisi soal kemelut di Bank NTT melalui media podcas pribadinya.” Saya akan terus bersuara karena saya adalah bagian dari Bank NTT,” janji Eddy. Untuk dipertegas, Bank Perkreditan Rakyat dilarang misalnya menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal dan melakukan usaha perasuransian; melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud undang-undang perbankan

Sementara bunga kompetitif biasanya lebih tinggi dibandingkan bank umum atau konvensional. Biaya administrasi rendah bahkan kadang gratis. Menerima uang recehan. Fasilitas jemput bola, dimana ada petugas yang siap datang untuk mengambil tabungan di rumah. Bank umum memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sedangkan pada BPR tidak. Jasa lalu lintas pembayaran adalah jasa yang diberikan perbankan untuk nasabah misalnya kliring, dan jual beli valuta asing. Sementara bank umum atau Bank NTT tidak turun status menjadi BPR dapat melakukan transaksi giral, namun BPR tidak dapat melakukan transaksi giral. ♦ wjr

 

OJK Beberkan Manfaat Wajib Modal Inti Minimum Rp 3 Triliun bagi Bank hingga Regulator

OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong perbankan memiliki modal inti minimum Rp 3 triliun di penghujung 2022. Ini sebagai langkah memperkuat industri perbankan di tanah air.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan terdapat berbagai manfaat dari penguatan permodalan. Bagi perbankan, bisa meningkatkan skala usaha Bank dalam rangka mendukung peningkatan kapasitas pengembangan bisnis Bank.

“Serta di sisi lain juga memberikan semacam cushion and confidence bagi Bank untuk lebih baik lagi dalam mengelola usaha maupun risiko.  Meningkatkan kemampuan daya serap risiko bisnis yg semakin tinggi dan bervariasi,” ujar Dian kepada Kontan.co.id pada Rabu (16/11).

Kemudian, mendukung dan memperkuat investasi teknologi dan peningkatan kemampuan SDM, membangun model bisnis yg lebih sophisticated. Ketiga, meningkatkan efisiensi serta daya saing Bank dalam lingkup nasional dan global.

“Sedangkan dari sisi Regulator (OJK), penguatan permodalan Bank juga mendorong konsolidasi perbankan serta mempersiapkan conservation buffer dalam menghadapi berbagai ketidakpastian ekonomi global dan domestik,” tambah Dian.

Sedangkan secara makro, konsolidasi perbankan ini akan memperkuat struktur pasar perbankan nasional, memperkuat stabilitas sistem keuangan. Juga memperkuat daya saing ekonomi Indonesia, dan meningkatkan kepercayaan (trust) kepada sistem perbankan Indonesia.

Asal tahu saja, jelang batas akhir masih terdapat 18 bank hingga September 2022 yang belum memiliki modal inti yang disyaratkan. Dian mengakui pada saat ini semua bank yang belum memenuhi modal inti sudah memiliki rencana aksi penguatan modal masing-masing. Ia memperkirakan semuanya akan dapat memenuhi batas waktu akhir tahun ini.

“Apabila ada bank yg tdk dapat memenuhi komitmennya akan kita minta memilih opsi merger, downgrade status menjadi BPR, atau likuidasi sukarela,” papar Dian.

Berdasarkan pantauan Kontan.co.id, tersisa tiga bank yang belum memiliki rencana penguatan modal, sedangkan 15 lainnya sudah menyampaikan rencana rights issue maupun private placement.

Bank Master Prima bermodal inti Rp 227 miliar, Bank Indeks Selindo senilai Rp 2,09 triliun, dan Bank SBI Indonesia sebesar Rp 2,12 triliun. Kontan.co.id sudah mencoba menghubungi masing-masing manajemen bank untuk meminta penjelasan aksi penguatan modal. hingga berita ini diterbitkan manajemen belum memberikan respon jawaban.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai ketiga opsi ini bisa dicermati dari berbagai macam kacamata. Dari pihak perbankan dan pemilik, ketidakmampuan memenuhi ketentuan ini akan memberikan konsekuensi bank menghilang.

“Kalau dimerger dengan bank lebih besar, nama banknya bisa hilang dan digantikan dengan nama partnernya. Kalau turun dari BPR, nasibnya hilang dari jajaran bank umum, sedangkan di likuidasi ya banknya akan bubar,” ujar Piter kepada Kontan.co.id pada Selasa (15/11).

Meskipun turun status jadi BPR, Piter menilai belum tentu bank tersebut bisa bersaingan dengan pemain BPR yang sudah ada. Karena pola bisnis antara bank umum dan BPR cukup berbeda. Bahkan, Piter melihat bank tersebut bisa saja gagal di persaingan industri .

“Dari kacamata regulator, tidak ada masalah, justru mereka ingin konsolidasi bank, sehingga jumlah bank semakin kecil dengan permodalan yang kuat. Ini yang kita butuhkan, perbankan yang kuat dan cukup merata jarak bank besar dengan bank kecil juga tidak terlalu jauh,” jelasnya.

Sedangkan dari sisi nasabah, Piter melihat tidak akan terjadi masalah ketika suatu bank harus di merger, turun status jadi BPR, maupun likuiditas. Lantaran, akan dipantau regulator dan bank memberikan waktu yang cukup bagi nasabah untuk berpindah maupun menyelesaikan urusan mereka dengan perbankan.

“Kendala susah mendapatkan suntikan modal itu datang dari pemilik bank. Umumnya, penguatan ini tidak bisa mereka lalukan sendiri, sehingga harus melakukan transaksi jual beli. Kalau kemahalan juga walau perbankan Indonesia menarik, orang yang mau beli tidak mau,” katanya.

Ia menyebut, saat terjepit oleh tenggat waktu, pemilik bank tidak bisa lagi jual mahal. Lantaran membutuhkan suntikan modal dari mitra baru. “Kalau mau jual mahal harus dilakukan jauh-jauh hari, sekarang sudah telat, lagi butuh uang,” tukasnya.

Adapun Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan opsi dipaksa merger mungkin lebih baik daripada bank harus turun kasta. Namun, bank tersebut  juga tidak ada pilihan, karena pemegang saham pengendali (PSP) tidak berkomitmen untuk melakukan penambahan modal.

“Kalau harus terpaksa turun kasta, maka kepercayaan masyarakat dan nasabah akan turun dan sulit untuk Bank tersebut tetap bertahan, karena kemungkinan nasabahnya tidak mau lagi berbanking dengan bank tersebut,” katanya kepada Kontan.co.id.

Lanjut Amin, bila semua langkah tidak memungkinkan maka harus dilikuidasi. Tapi ia tidak yakin suatu bank mau melakukan likuidasi, kecuali bank jelas sakit dan tidak memiliki masa depan atau harapan perbaikan.

“Sebenarnya aturan yg berlaku sekarang sudah bagus, hanya mungkin perlu pendampingan saja supaya bank dan atau PSP bank bisa terbantu untuk menemukan strategic partner untuk bersama sama mengembangkan bank sehingga tidak turun kasta maupun likuidasi,” tambahnya.

Berikut upaya 15 bank lainnya dalam melakukan penguatan modal:

  1. Bank Ganesha (BGTG) dengan modal inti Rp 2,15 triliun per September 2022. Berencana melakukan rigths issue 7,5 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 120 per saham. Sehingga, BGTG akan meraup dana sebanyak-banyaknya Rp 900 miliar.  
  2. Bank Ina Perdana (BINA) dengan modal inti Rp 2,32 triliun per September 2022. Berencana melakukan rights issue 296,85 juta lembar saham dengan harga pelaksanaan berkisar Rp 3.600 sampai Rp 4.200. Sehingga dana yang diperoleh bisa mencapai 1,24 triliun.
  3. Bank Capital Indonesia (BACA) dengan modal inti Rp 2,08 triliun per September 2022. Bakal melakukan private placement 19,94 miliar.
  4. Bank Maspion (BMAS)  dengan modal inti Rp1,34 triliun per September 2022. BMAS akan melakukan rights issue 4,17 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 410 sehingga akan mendapatkan dana segar Rp 1,71 triliun.
  5. Bank Bisnis Internasional (BBSI) dengan modal inti Rp 2,13 triliun per September 2022. Akan melakukan rights issue 367,47 juta saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 2.480 per lembar saham sehingga akan meraup dana segar Rp 911,33 miliar.
  6. Bank Aladin Indonesia (BANK) dengan modal inti Rp 2 triliun per September 2022.  BANK akan menggelar private placement 1,37 miliar saham baru. Bank digital syariah ini telah mengumumkan rencana private placement 1,37 miliar saham.
  7. Bank Neo Commerce (BBYB) dengan modal inti Rp 2,11 triliun per September 2022. BBYB berencana merilis 2,61 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 650 per saham sehingga target dana yang hendak dicapai Rp 1,7 triliun.
  8. Bank Victoria Internasional (BVIC) memiliki modal inti  Rp 2,50 miliar per September 2022. BVIC berencana melakukan rights issue 4,95 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 130 – Rp 155 per saham. Sehingga potensi dana yang masuk Rp 768 miliar.
  9. Bank Oke Indonesia (DNAR) memiliki modal inti  Rp 2,96 miliar per September 2022. Bank Oke telah melakukan rights issue dengan merilis 2,94 miliar saham baru dengan harga Rp 170 per lembar saham. Sehingga potensi dana yang diperoleh Rp 499,43 miliar.
  10. Bank India of Indonesia (BSDW) dengan modal inti Rp 2 triliun per September 2022. Bank berencana melakukan rights issue 1,38 miliar saham baru dengan harga Rp 200 per saham sehingga dana yang diraup mencapai Rp 1,39 triliun.
  11. Bank Amar Indonesia (AMAR) dengan modal inti Rp 1,83 triliun per September 2022. AMAR berencana menerbitkan 4,56 miliar saham baru dengan harga Rp 280 per saham sehingga dana yang diincar mencapai Rp 1,28 triliun.
  12. Bank MNC Internasional (BABP) dengan modal inti Rp 2,13 triliun per Juni 2022. BABP gelar rights issue 10,48 miliar saham.
  13. Bank Nationalnobu (NOBU) dengan modal inti Rp 1,60 triliun per Juni 2022. NOBU akan merilis 681,81 juta lembar saham baru.
  14. Bank Bumi Arta (BNBA) dengan modal inti Rp 2,23 triliun per September 2022. Bank Bumi Arta akan menggelar rights issue di Semester kedua 2022.
  15. Bank Jtrust Indonesia (BCIC) dengan modal inti Rp 2,76 triliun per September 2022. Direktur Utama J Trust Bank Ritsuo Fukadai memastikan J Trust Co Ltd selaku pemegang saham pengendali berkomitmen untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum.

Sebenarnya, selain 18 bank di atas, masih terdapat bank umum yang masih memiliki modal inti Rp 3 triliun.  Mereka merupakan bagian dari kelompok usaha bank (KUB) sehingga modal inti yang dipersyaratkan cukup minimal Rp 1 triliun, di antaranya Bank Raya, BCA Syariah, Bukopin Syariah, dan Bank Panin Dubai Syariah.

Lalu ada Bank Victoria Syariah yang menjadi bagian dari KUB Bank Victoria (BVIC). Namun saat ini, BVIC juga masih harus berjuang untuk mendapatkan modal inti minimum Rp 3 triliun agar tidak dipaksa merger hingga diminta melikuidasi diri bersama anggota KUB-nya. ♦ kontn.co.id