♦ Kesalahan Ada Pada Kementerian Kominfo RI
EXPONTT.COM – Pihak Universitas Nusa Cendana (Undana) menanggapi kritik keras yang dilontarkan oleh Sekretaris Fraksi PKB DPRD NTT, Ana Waha Kolin, dan Anggota DPRD NTT Yohanes Rumat, terkait buruknya pelayanan di rektorat Undana, terutama soal keterlambatan penerbitan ijazah 264 alumni. Akibatnya, para alumni tersebut gagal mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 karena belum menerima ijazah mereka.
Dalam wawancara ekslusif dengan wartawan batastimor.com pada Jumat, 27 September 2024 malam, Rektor Undana, Prof. Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc., menyatakan bahwa tuduhan tersebut seharusnya didahului dengan permintaan klarifikasi dari pihak universitas sebelum memberikan penilaian negatif yang merugikan citra Undana. Beliau juga menyesalkan penggunaan istilah ’mengutuk Undana’ yang menyudutkan seolah-olah Undana telah melakukan kesalahan besar.
“Persoalan ini tidak hanya terjadi di Undana, tetapi juga dialami oleh banyak perguruan tinggi lain di Indonesia. Masalah utamanya adalah gangguan pada sistem aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang berdampak pada aplikasi Kemendikbudristek, termasuk PDDikti dan PIN (Penomoran Ijazah Nasional). Ini menyebabkan tertundanya sinkronisasi data, sehingga nomor PIN untuk ijazah belum diterbitkan dari pusat,” jelas Prof. Maxs.
Rektor menegaskan bahwa ijazah tidak dapat dicetak tanpa nomor PIN yang dikeluarkan oleh pusat. “Kami di rektorat tidak bisa mencetak ijazah mahasiswa jika nomor PIN belum diterima. Ini adalah proses yang berada di luar kendali kami, dan kami berharap semua pihak dapat menahan diri dari memberikan komentar yang tidak berbasis fakta lengkap,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa tim Biro Akademik Undana telah melakukan langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini. “Sudah seminggu ini tim kami berkantor di Kementerian untuk berkoordinasi dengan operator PDDikti dan Belmawa. Kami berharap dalam waktu dekat nomor PIN akan diterbitkan, sehingga ijazah dapat segera dicetak dan ditandatangani oleh Dekan dan Rektor,” paparnya.
Sebelumnya, Yohanes Rumat mengungkapkan kritiknya terhadap manajemen Undana, menilai pelayanan rektorat sangat buruk, dan menduga adanya friksi internal yang menghambat proses pelayanan. Ia meminta Kemendikbudristek untuk mengevaluasi kinerja Rektor Undana dan bahkan mengusulkan pencopotan jika masalah ini tidak segera diselesaikan.
Menanggapi hal ini, Prof. Maxs Sanam meminta agar penilaian terhadap kinerja manajemen tidak hanya didasarkan pada masalah ini. “Jika manajemen Undana dinilai buruk atas masalah PIN ini, bagaimana mungkin suatu manajemen yang buruk dapat menghasilkan perubahan dan kemajuan signifikan selama kepemimpinan saya?” tegasnya.
Rektor menegaskan bahwa selama tiga tahun kepemimpinannya, Undana telah mengalami peningkatan yang signifikan, termasuk perolehan akreditasi yang lebih baik. Akreditasi institusi yang semula B kini menjadi Baik Sekali, dan saat ini Undana sedang menunggu visitasi untuk target akreditasi Unggul. Selain itu, jumlah program studi yang terakreditasi Unggul meningkat dari satu menjadi enam, dengan lima program studi lainnya terakreditasi internasional.
Beliau juga mencatat peningkatan jumlah guru besar yang bertambah 22 profesor serta kualitas lulusan yang semakin baik, ditandai dengan rata-rata IPK di atas 3,2 dan lama studi yang semakin pendek. “Kami juga aktif mengirim mahasiswa untuk magang ke luar negeri dan memperluas kegiatan dosen di luar negeri,” tambahnya.
Selain itu, Rektor mengungkapkan bahwa Universitas Nusa Cendana juga semakin banyak mengadakan seminar internasional dan kegiatan nasional seperti Pesparawi Mahasiswa Nasional Indonesia yang dilaksanakan kembali setelah 22 tahun di Undana.
Prof. Maxs menegaskan bahwa tidak ada friksi internal di kalangan pejabat Undana. Semua masih sangat solid di bawah koordinasi dan kendali Rektor. “Kemajuan yang dialami Undana sejauh ini merupakan bukti bahwa manajemen berada dalam kendali yang baik meskipun ada satu dua masalah yang masih dalam tanggung jawab kami,” tutupnya.
Prof. Maxs mengimbau agar semua pihak tetap obyektif dan selalu melakukan verifikasi sebelum membuat penilaian yang bisa merugikan pihak-pihak terkait, khususnya institusi pendidikan seperti Undana yang tengah berupaya menyelesaikan masalah teknis ini. ♦ wjr








