PIDATO Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Paripurna MPR RI dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih Periode 2024-2029, antara lain kami kutip yaitu :
“Saya sudah katakan, kita harus berani menghadapi dan memberantas korupsi dengan perbaikan sistem, dengan penegakan hukum yang tegas, dengan digitalisasi, insyaallah kita akan kurangi korupsi secara signifikan. Tapi ini harus kita lakukan, seluruh unsur pimpinan harus memberi contoh, Ing Ngarso Sung Tulodo”.
“Saudara-saudara sekalian,
ada pepatah yang mengatakan, kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala. Semua pejabat dari semua eselon dan semua tingkatan harus memberi contoh untuk menjalankan kepemimpinan pemerintahan yang sebersih-bersihnya. Mulai dengan contoh dari atas dan sesudah itu penegakan hukum yang tegas dan keras”.
Begitupun saat pidato peresmian Gerakan Solidaritas Nasional atau GSN di Gelora Bung Karno, Senayan – Jakarta Pusat tanggal 2 November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa ia bertekad untuk memimpin Indonesia yang bersih. Kemudian, ia mengajak pihak yang mau bersama membangun Indonesia untuk bergabung, sedangkan mereka yang tidak mau bekerja sama dipersilakan untuk minggir.
Dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto juga berulangkali berjanji akan memburu dan menjebloskan sendiri ke penjara terhadap para kadernya yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, sehingga tidak ada tempat bagi koruptor di Partai Gerindra.
Sikap tegas Prabowo Subianto, baik sebagai Presiden RI maupun khususnya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, semestinya diwujudnyatakan dengan cara mendorong KPK untuk segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan guna mentersangkakan Anggota DPRD Kabupaten Ngada periode 2024-2029 atas nama Wilhelmus Pertrus Bate, yang merupakan kader Partai Gerindra.
Pada kasus suap yang ditangani KPK terhadap Marianus Sae (Bupati Ngada periode 2010-2015 dan 2016-2018) selaku Penerima Suap dan Wilhelmus Iwan Ulumbu selaku Pemberi Suap, telah divonis terbukti bersalah oleh Pengadilan Tipikor Surabaya dengan hukuman masing-masing selama 8 tahun dan 2,6 tahun penjara, namun Pemberi Suap lainnya atas nama Albertus Iwan Susilo dan Wilhelmus Petrus Bate hingga kini tidak juga ditersangkakan oleh KPK.
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 105/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY Tanggal 14 September 2018 dengan Terdakwa Marianus Sae, dan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 84/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY Tanggal 3 Juli 2018 dengan Terdakwa Wilhelmus Iwan Ulumbu, maka Marianus Sae terbukti menerima suap senilai total Rp. 5.937.000.000,- dalam kurun waktu 7 Februari 2011 sampai dengan tanggal 15 Januari 2018, yang berasal dari Wilhelmus Iwan Ulumbu selaku Direktur Utama PT Sinar 99 Permai dan Pendiri PT Flopindo Raya Bersatu sebesar Rp. 2.487.000.000,- dan dari Albertus Iwan Susilo selaku Direktur Utama PT Sukses Karya Inovatif sebesar Rp. 3.450.000.000,-.
Sesuai Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 105/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY Tanggal 14 September 2018 dengan Terdakwa Marianus Sae, terungkap juga secara meyakinkan sebagaimana terbukti dalam Dakwaan KEDUA bahwa Marianus Sae selaku Bupati Ngada, telah menerima pemberian uang (Gratifikasi) senilai Rp. 875.000.000,- dari Wilhelmus Petrus Bate, sebagai bentuk tanda terima kasih atas pengangkatan dirinya menjadi Kepala Badan Keuangan Kabupaten Ngada.
Gratifikasi yang dianggap sebagai pemberian suap oleh Wilhelmus Petrus Bate senilai Rp. 875.000.000,- atas permintaan Marianus Sae itu, dilakukan melalui setoran tunai secara bertahap sejak 25 Mei 2016 sampai 25 September 2017 ke rekening BNI Nomor : 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu, yang ATMnya telah dikuasai oleh Marianus Sae sejak tahun 2011 sampai terjaring dalam OTT oleh KPK pada tanggal 11 Februari 2018.
Sedangkan Albertus Iwan Susilo atas permintaan Marianus Sae melakukan setoran tunai, transfer atau pemindahbukuan ke rekening Nomor : 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu yang besarannya 10 % dari nilai kontrak pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan Albertus Iwan Susilo, yang seluruhnya berjumlah Rp. 1.850.000.000,- dengan perincian sebagai berikut :
▪︎ Tanggal 22 November 2012 : Rp220 juta.
▪︎ Tanggal 3 Juni 2013 : Rp100 juta.
▪︎ Tanggal 6 September 2013 : Rp50 juta.
▪︎ Tanggal 10 Juni 2014 : Rp200 jutam
▪︎ Tanggal 30 Juni 2014 : Rp200 juta.
▪︎ Tanggal 31 Juli 2015 : Rp100 juta.
▪︎ Tanggal 10 Februari 2016 : Rp250 juta.
▪︎ Tanggal 3 Maret 2016 : Rp100 juta.
▪︎ Tanggal 21 Maret 2016 : Rp80 juta.
▪︎ Tanggal 26 September 2016 : Rp150 juta.
▪︎ Tanggal 21 Februari 2017 : Rp300 juta.
▪︎ Tanggal 1 Maret 2017 : Rp100 juta.
Selain melakukan setoran tunai/transfer atau pemindahbukuan ke rekening Nomor : 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu, Albertus Iwan Susilo memberikan uang tunai sebesar Rp. 1.6 milliar, dengan perincian :
▪︎ Pada akhir tahun 2013 sejumlah Rp 270 juta di Rumah Dinas Marianus Sae selaku Bupati Ngada.
▪︎ Pada bulan Agustus 2015: Rp 250 juta di Rumah Dinas Marianus Sae.
▪︎ Pada tanggal 28 Desember 2017 sebesar Rp 280 juta di Rumah Dinas Marianus Sae melalui Wilhelmus Iwan Ulumbu.
▪︎ Pada tanggal 14 Januari 2018: Rp 400 juta melalui Florianus Lengu di Rumah Wilhelmus Iwan Ulumbu.
▪︎ Pada tanggal 15 Januari 2018 sejumlah Rp 400 juta di Rumah Dinas Marianus Sae melalui Wilhelmus Iwan Ulumbu.
Selanjutnya sebagai kompensasi pemberian suap kepada Marianus Sae oleh Wilhelmus Iwan Ulumbu dan Albertus Iwan Susilo, maka perusahaan milik Wilhelmus Iwan Ulumbu yaitu PT. Flopindo Raya Bersatu dan PT. Sinar 99 Permai maupun perusahaan milik Albertus Iwan Susilo yaitu PT. Sukses Karya Inovatif, masing-masing mendapatkan beberapa paket proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Kabupaten Ngada.
Saat ini Albertus Iwan Susilo diketahui sudah berstatus sebagai terpidana dalam kasus korupsi proyek kegiatan peningkatan jalan Maronggela-Nampe dengan nilai kontrak Rp 7.997.362.000,-, dimana proyek tersebut merupakan proyek yang didapatkannya sebagai hasil menyuap Bupati Ngada Marianus Sae.
Sesuai Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor : 71/Pid.Sus-TPK/2022/PN Kpg
Tanggal 10 Maret 2023 jo.
Putusan PengadilanTinggi Kupang Nomor : 8/PID.SUS-TPK/2023/PT KPG Tanggal 23 Mei 2023 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 5015 K/Pid.Sus/2023 Tanggal 23 Oktober 2023, Albertus Iwan Susilo dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama sama dalam proyek peningkatan jalan Maronggela-Nampe, dan dipidana penjara selama 6 tahun, denda sejumlah Rp. 300.000.000,- serta membayar Uang Pengganti Kerugian Keuangan Negara sejumlah Rp. 1.189.615.384,-;
Sementara itu Wilhelmus Petrus Bate kini merupakan Anggota DPRD Kabupaten Ngada dari Partai Gerindra, sehingga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto harus menepati janjinya untuk memburu Wilhelmus Petrus Bate dan menjebloskan sendiri ke penjara terhadap kadernya yang terbukti korupsi tersebut.
Oleh karena itu Prabowo Subianto selaku Presiden RI, maupun sebagai Ketua Umum Partai Gerindra harus segera mendorong KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Penyidikan guna penetapan tersangka terhadap Wilhelmus Petrus Bate dan Albertus Iwan Susilo, sehingga kepercayaan publik terhadap janji pemerintahan bersih yang digaungkan Presiden RI Prabowo Subianto sungguh-sungguh nyata adanya.
Apalagi Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 105/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY
Tanggal 14 September 2018 dengan Terdakwa Marianus Sae, menyatakan Marianus Sae terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam Dakwaan KESATU Primair dan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam Dakwaan KEDUA.
Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”, sehingga pemberian Gratifikasi dari Wilhelmus Petrus Bate kepada Marianus Sae adalah pemberian suap yang membuat Pemberinya haruslah dijerat pidana.
(MERIDIAN DEWANTA, SH – KOORDINATOR TIM PEMBELA DEMOKRASI INDONESIA WILAYAH NTT / TPDI-NTT / ADVOKAT PERADI)