Berikut pelanggaran POJK (Peraturan Otorutas Jasa, Keuangan ) yang didiamkan oleh OJK.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5 /POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Bab II tentang cakupan rencana bisnis pasal 11 Rencana pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f paling sedikit meliputi:
1) Rencana penghimpunan dana pihak ketiga;
2) Rencana penerbitan surat berharga;
3) Rencana pendanaan lainnya;
d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor Nomor 12 /Pojk.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan Bab I tentang ketentuan umum Pasal 1:
1) Ayat 11 yang menyatakan Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Diligence) yang selanjutnya disingkat CDD adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh PJK untuk memastikan transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan/atau pola transaksi Calon Nasabah, Nasabah, atau WIC;
2) Ayat 12 yang menyatakan Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence) yang selanjutnya disingkat EDD adalah tindakan CDD lebih mendalam yang dilakukan PJK terhadap Calon Nasabah, WIC, atau Nasabah, yang berisiko tinggi termasuk PEP dan/atau dalam area berisiko tinggi;
e. Surat Keputusan Direksi Nomor 43 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bidang Treasury PT. BPD NTT pada BAB III tentang Wewenang Penempatan (Placing) Dana dan Peminjaman (Borrowing) Dana antar Bank, huruf A tentang kriteria penempatan dana angka 4 menyatakan “Pada Pihak ketiga bukan Bank, wajib dianalisis secara mendalam baik kondisi kinerja keuangan maupun Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dengan limit maksimum Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)”;
f. Surat Keputusan Direksi PT Bank NTT Nomor 18 Tahun 2017 tanggal 28 Februari 2017 tentang Pedoman Operasional Kebijakan Treasury berupa SOP Kebijakan Divisi treasury Bab III tentang Tata Kerja Treasury;
1) Nomor 3.2.1.a yang menyatakan tugas Kepala Divisi Treasury “Bertugas melakukan koordinasi, pengarahan dan mengawasi pelaksanaan penyusunan pedoman pengaturan likuiditas bank dan pelaksanaan pengaturan likuiditas, baik di kantor pusat maupun kantor cabang sehingga tercipta pengelolaan yang aman dan menguntungkan bagi bank; dan
2) Nomor 3.4.1 yang menyatakan tanggung jawab Kepala Divisi Treasury “bertanggungjawab atas kepatuhan terhadap batasan kewenangan dan ketentuan- ketentuan yang berlaku atas transaksi yang dilakukan oleh divisinya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pembelian MTN senilai Rp50.000.000.000,00 berpotensi merugikan PT Bank NTT dan potensi pendapatan yang hilang atas coupon rate senilai Rp10.500.000.000,00.
Hal tersebut disebabkan:
a. Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury
tidak melaksanakan due diligence atas investasi pembelian MTN; dan
b. Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury melakukan pembelian walaupun Buku pedoman PT Bank NTT tahun 2011 dan perubahan tahun 2013 dan 2017 tentang pelaksanaan bidang treasury belum mengatur pelaksanaan penempatan surat berharga pada pihak ketiga non bank.
Atas permasalahan tersebut, Direktur Utama PT Bank NTT menyatakan pada prinsipnya sependapat dengan kondisi tersebut namun berdasarkan hasil Audit Investigasi Khusus oleh Tim Independen berkenyakinan dan berpendapat bahwa proses pembelian MTN PT
SNP telah dilaksanakan sesuai SOP yang berlaku di PT Bank NTT. PT Bank NTT telah melakukan langkah-langkah perbaikan yang mendasar terhadap struktur organisasi, SDM khusus di Treasury serta pengkinian SOP dan penambahan fasilitas penunjang informasi tentang pasar uang dan pasar modal. ♦ wjr