KETUA Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) DPRD NTT Aleks Ena menilai, kabinet atau pejabat yang diangkat Gubernur NTT Frans Lebu Raya tidak seimbang atau sangat primordial.” Ya menurut penilaian saya, kabinet Gubernur NTT primordial. Yang diangkat jadi pejabat sangat kental KKN-nya, dari sekampunya gubernur. Semua dinas penting dan strategis semua rangnya. Ini fakta sejarah politik, sehingga terjadi sentiment kurang bagus. Ya mungkin karena sudah di periode kedua sehingga bebas membuat kebijakan yang memuaskan anggota keluarga atau kerabat dekat. Mungkin manusiawi,” kritik ini menjawab pertanyaan EXPO NTT di ruang Komisi III DPRD NTT Selasa 26 September 2017.
Aleks Ena mengharapkan,” Pada mutasi pejabat berikutnya seperti Kadis Perhubungan, Karo Hukum dan Asisten yang sudah jadi Sekda, tidak lagi demikian. Selain memperhatikan kualitas juga harus mempertimbangkan keseimbangan, biar selaras dalam membangun NTT yang kita cintai ini.”
Kritik serupa juga disampaikan kerabat separtai Janni Mboeik.” Saya sudah lama kritik Pak Frans, tetapi namanya orang sedang berkuasa ya, silahkan saja. Hanya saja, penempatan pejabat tidak melihat pada profesionalisme tetapi lebih pada kepentingan keluarga. Terlalu banyak kalau dihitung, mulai dari pejabat eselon dua setingkat kepala dinas, sampai eselon dua, tiga dan empat. Kita kalau hitung, sangat memalukan. Sifatnya Gubernur memang begitu. Beliau memang begitu. Na, hal begini mesti dikritik.”
Pengamat hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tube Helan berpendapat,” Primordialisme di zaman ini sudah usang dan memalukan. Gubernur seharusnya mempertimbangkan keberagaman. Saya memahami, bahwa penempatan pejabat ditentukan oleh politik. Yang saya lihat penempatan pejabat lebih diutamakan pada kepentingan dan kedekatan. Menurut saya hal ini tidak perlu. Penempatan pejabat harus sesuai integritas, kemampuan dan juga moral. Jangan yang moralnya kurang bagus mendapat tempat yang bagus,posisi strategis.”
Gubernur Frans Lebu Raya tidak menjawab pesan singkat yang dikirim EXPONTT ketika diminta konfirmasi terkait kritikan masalah penempatan pejabat yang bernuansa kedekatan, keluarga dan tidak berdasarkan keseimbangan.
Mahasiswa: Program Anggur Merah Gagal
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat NTT yang terdiri dari Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Wilayah Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksikutif Kota Kupang, Pemuda Oebelo Peduli Rakyat Tertindas (POPRATER) Oebelo dan Gerakan Pemuda Amfoang Barat Laut (GP Ambal) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus Universitas Nusa Cendana Kupang, Senin 25 September 2017.
Dalam aksinya, mahasiswa menyoroti kemiskinan kaum tani di NTT. Menurut mahasiswa, pemerintah provinsi NTT begitu getolnya mengumbar tentang perbaikan sistem pertanian namun kemiskinan semakin tinggi di NTT.
Berdasarkan data BPS di ditahun 2016, NTT menjadi provinsi termiskin nomor 3 di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat. Program desa Mandiri Anggur Merah dan berbagai kebijakan sektor pertanian lainnya belum mampu mengentaskan persoalan kemiskinan rakyat.
“Pemprov NTT hanya mengurus kepentingan pemilik modal melalui invetasi yang semakin masif, merampas tanah rakyat dan kepentingan elit borjuis partai dan mengesampingkan kebutuhan rakyat atau buruh tani,” tegas Ketua LMND Eksekutif Kota Kupang, Gecio A. Viana.
Menurut Gecio, pasca digulingkannya presiden Soekarno dan eksisnya ORBA dibawah rejim otoriter militeristik Soeharto, kehidupan para petani kian terpuruk dengan dominasi modal melalui legitimasi UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing atau lazim disebut UUPMA.
Keran investasi dibuka sebesar-besarnya bagi para kapitalis demi kebutuhan bahan mentah industri, ekspansi modal, akumulasi modal serta eksploitasi Sumber Daya Alam dan tenaga kerja murah, disisi lain kesadaran kritis rakyat dibungkam melalui depolitisasi rakyat dan ancaman militerisme ORBA.
Saat ruang demokrasi yang terbuka setelah 32 tahun dari perjuangan rakyat, posisi kaum tani pun tak berbeda, apalagi diperparah dengan kebijakan Neo-liberalisme pemerintah seperti perdagangan bebas, pencabutan subsidi, kenaikan harga BBM, pupuk, obat-obatan, dan impor beras yang semakin menghancurkan daya produksi pertanian nasional.
“Hasilnya dapat kita tahu bahwa kemiskinan menjadi potret yang khas bagi kaum tani di Indonesia,” kata Gecio.
Koordinator aksi, Sem Tunabenani mengatakan, provinsi NTT sebagai daerah agraris dimana mayoritas rakyatnya menggantungkan hidup dari sektor pertanian yang terkonsentrasi dipedesaan, kaum tani masih belum mendapatkan keadilan dan kesejahteraan.
Dibawah kepemimpinan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, hari ini kaum tani tidak memiliki tanah yang cukup untuk bertani, bahkan untuk bertani subsisten saja tidak bisa lagi dilakukan karena lahan yang terbatas (rata-rata 0,5 Ha), anomali musim, kekeringan, perampasan lahan, konversi lahan rakyat demi pembangunan dan pertambangan, mahal dan langkanya pupuk, belum memadainya modal, teknologi pertanian serta jaminan pasar serta proteksi harga untuk hasil produksi petani.
Karena rakyat (kaum tani) tidak mampukan dan dimiskinkan secara strutural ini, maka pilihan menjadi petani tidak lagi dipilih karena tidak mampu merubah ekonomi dan taraf hidup. Menjadi buruh migran di luar negeri (TKI/TKW), melakukan urbanisasi ke kota dan pekerjaan informal lain dengan keterampilan dan pengetahuan yang rendah dari rakyat menjadi solusi lain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rakyat.
Berikut 7 tuntutan mahasiswa;
1. Tanah, modal, pupuk organik dan teknologi moder murah dan massal bagi rakyat.
2. Selesaikan persoalan agraria di NTT.
3. Cabut kebijakan yang kontraproduktif (UUPMA, UU No. 25 tahu 2007 tentang Penanaman Modal).
4. Bangun industri daerah berbasis kearifan lokal.
5. Stop perampasan tanah rakyat
6. berikan jaminan pasar bagi petani
7. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis. ♦ wjr/diantimur.com