KAPOLRI Jenderal Polisi Badrodin Haiti sudah menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) pada Kamis, 8 Oktober 2015. Dengan dikeluarkannya surat edaran (SE) ini, pengguna media sosial harus waspada. Yang menulis dengan kata-kata menghina symbol Negara atau siapapun yang tidak berkenan dengan apa yang diucapkan di media sosial, dipastikan ditangkap polisi.Saya sendiri takut dengan SE ini.
Ada benarnya, bahwa menulis dimedia dengan tujuan mencaci maki orang yang tidak kita sukai, apa lagi symbol Negara seperti presiden harus dengan bahasa yang santun. Tidak boleh memakai bahasa yang menebar kebencian apa lagi menghina. Apakah SE ini bertujuan membelenggu kebebasan berbicara, kebebasan menyatakan pendapat, tidak boleh mengkritik orang penting di negeri ini? Polri sudah menjelaskan melalui media cetak, televisi maupun media on line.
Bagi rakyat dipedesaan atau rakyat Indonesia yang gagap teknologi SE ini tidak penting. Yang dibutuhkan 99 persen rakyat Indonesia yang menetap di pedesaan, adalah kesejahteraan.Dikala ada anggota keluarga sakit, bisa berobat di rumah sakit, bisa belanja obat.Bagi rakyat Indonesia, bisa membiayai anak sekolah sampai perguruan tinggi.Yang dibutuhkan rakyat sekarang yaitu infrastruktur, jalan yang baik agar bisa pulang pergi ke ladang dengan lancar.
Saat ini,di zaman Indonesia sudah 70 tahun merdeka, harapan menggapai kesejahteraan masih sangat jauh.Pejabat pengambil kebijakan dari pusat sampai daerah lebih menciptakan proyek yang bukan pro rakyat, tetapi pro proyek demi mendapatkan keuntungan sang kontraktor dan sang pejabat.Seketika saya ingin melitaniai kebijakan pejabat yang lebih getol menciptakan proyek ‘pro proyek’ bukan pro rakyat.
Rakyat Indonesia saat ini dipusingkan dengan drama yang dipertontonkan elit di negeri ini.Gaduh soal Peraturan Presiden (Perpres)yang melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
SKB ini sudah makan korban jiwa, penderitaan lahir bathin umat nasrani di Aceh Singkil. Lebih dari 11 gereja dibongkar oleh Pol PP dari pemerintah setempat. Konon, peraturan soal pendirian rumah ibadah itu akan dihapus. Aturannya menyulitkan kaum minoritas. Maksudnya kaum nasrani di Indonesia. Dalam visi dan misi Jokowi-JK, tertuang salah satu program menghapus regulasi yang melanggar HAM. Kenyataan, sampai saat ini, peraturan ini, bak senjata yang siap memakan korban (umat nasrani). Adilkah negeri ini yang punya Pancasila dan UUD 1945?
Peratuan Menteri Tenaga Kerja Nomor 35 Tahun 2015 menghapuskan kewajiban menyerap Tenaga Kerja Indonesia sekurang-kurangnya sepuluh orang pada perusahaan yang mempekerjakan satu orang asing.Rakyat tidak mendapat perlindungan dari Negara?
sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang terindikasi kuat melanggengkan politik upah murah, ternyata kemudian diikuti aturan terkait ketenagakerjaan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) pada tanggal 23 Oktober 2015. Permenaker Nomor 35 Tahun 2015, telah menghapuskan ketentuan penting dan krusial pada Pasal 3 ayat 1 Permenaker 16/2015 yaitu jika pemberi kerja mempekerjakan 1 (satu) orang Tenaga Kerja Asing, maka wajib menyerap Tenaga Kerja Indonesia sekurang-kurangnya sepuluh orang pada perusahaan pemberi kerja yang sama.
Janji Jokowi-JK menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya tidak terbukti, bahkan terjadi pengangguran besar-besaran. Salah satu alasan karena nilai rupiah yang anjlok terhadap dollar US. Kapan ya, Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini dicabut?
Supremasi hukum hanya pada tataran omong-omong. Pencari keadilan di negeti ini tidak diakomodir. Hukum hanya tajam kebawah tetapi tumpul ke atas. Pejabat penting dan pemilik uang sangat sulit disentuh hukum. Terlalu panjang jika masalah supremasi hukum dibeberkan panjang lebar.
Ada lagi kebijakan Menteri Keuangan RI yang tidak pro rakyat. Yaitu tunjangan hari raya bagi PNS mulai tahun 2016. Anggaran THR yang disiapkan Menteri Keuangan pada 2016 mendatang tidak kecil. Nilainya Rp7,5 triliun dan hanya dinikmati aparat negeri sipil sebanyak empat juta orang di luar pegawai negeri daerah.
Saya kurang paham.Apakah karena si Menteri Keuangan bukan berasal dari desa sehingga membuat kebijakan seperti ini. Nilai uang sebesar itu, jika digunakan untuk bangun jalan desa, bangun saluran atau irigasi mini, atau puskesmas, sekolah di pedalam yang reyot beratap daun dan berdinding bambu atau daun.Sudah berapa sekolah yang bisa dibangun dan berdampak langsung pada kecerdasan generasi muda.
Pemerintah dan dewan sama saja. DPR RI dan Menteri Keuangan meloloskan dana senilai Rp 740 Miliar lebih untuk bangun gedung dan taman di Senayan sana. Saya yang menulis catatan ini kurang waras atau karena saya orang desa yang melihat langsung keadaan rakyat yang hidup dalam kemiskinan, atau anggota DPR RI dan pemerintah yang kurang waras? Maksud saya kurang waras dalam menciptakan program yang pro rakyat atau pro pejabat dan kaum elit? Rakyat miskin di desa-desa dan kampung, tidak punya hak menikmati sarana perawatan yang bagus, orang miskin tidak boleh sakit, tidak boleh menikmati ruangan sekolah yang baik dan rakyat miskin terpaksa membiarkan diri dijadikan objek oleh penguasa dan politisi. Kemiskinan adalah nama proyek atau kemiskinan ‘diproyekan’?Hmmmmmmmmmmmmm.♦