HAI pejabat negeri ini, pengambil keputusan demi kesejahteraan rakyat dan kesejahteraan bersama, sudahkah Anda men ciptakan program, visi dan missi berlandaskan isi Pasal 33 UUD 1945? Yang dimaksud dengan pejabat Negara sesuai alam pikiran saya yang sangat terbatas ini yaitu mereka yang berkarya di gaji dari uang pajak.Uang pajak, ialah seluruh rakyat yang telah membayar pajak mulai dari rakyat kecil termasuk para pejabat Negara eksekutif dan legislative.
Jadi bosan juga mengkritik saban waktu, pejabat yang korup, pejabat yang keliru membuat kebijakan, pejabat yang setelah lima tahun bahkan sepuluh tahun, tidak mampu melakukan perubahan. Hati saya tersentuh ketika menyaksikan paparan Bupati Batang Jawa Tengah Yoyok Rio Sudibyo ketika memaparan program di acara Mata Najawa Sihab bersama Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Ada satu program yang menyentuh sanubari aku yaitu program festival anggaran.
Selain festival seni, ada satu festival. Namanya festival anggaran yang didapat dari pajak yang dipungut dari rakyat. Yang dimaksud dengan festival anggaran oleh Bupati Batang yaitu, setiap Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) harus transparan uang yang dikelolahnya. Maksudnya, besaran uang yang dialokasikan harus diumumkan kepada rakyat.
Uang digunakan untuk apa dan apakah sesuai sasaran. Apa yang dikatakan Bupati Batang benar adanya dan fakta.” Lha mengapa hanya festival seni, mengapa tidak buat festival tentang anggaran. Lha uang yang dikelolah oleh pemerintah termasuk para kepala dinas, atau kepala apa saja, kan berasal dari rakyat. Jadi yang namanya pejabat itu hanya dipercayakan rakyat untuk mengelolahnya. Kalau rakyat yang punya tidak diberi tahu, tidak diumumkan apa yang sudah dikerjakan, kan salah tu. Makanya saya adakan yang namanya festival anggaran.” Kalimat ini membakas di hati saya. Bupati Batang sambil menoleh keTri Rismaharini, pejabat Negara itu apa bu? Mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini menoleh ke Bupati Batang, pejabat Negara hanyala pelayan.
Ketika beralih profesi dari tentara menjadi pedagang, Yoyok Riyo Sudibyo tak menyangka akan terpilih menjadi Bupati Batang, Jawa Tengah, pada tahun 2012. Menyadari tak memiliki kemampuan birokrat, Yoyok memilih belajar sambil menjalankan pemerintahan.
Pejabat dari pusat sampai ke daerah saya sarankan jangan malu-malu belajar dari Bupati Batang. Sebab Ia membuat terobosan dengan menyelenggarakan Festival Anggaran pada tahun 2014 hingga mengantarkannya memperoleh penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Awards (BHACA) 2015.
Pada tahun pertama menjabat, Bupati Batang mengirimkan surat kepada semua kepala dinas yang berisi perintah agar tak ada yang memberikan proyek apa pun kepada orang yang mengatasnamakan dirinya, keluarga, atau bahkan tim sukses. Yoyok si Bupati Batang ini bahkan menginstruksikan semua pejabat untuk menempel kertas itu di belakang kursi, taruh di atas meja kepala dinas masing-masing.
Tahun 2014, ia menggelar Festival Anggaran. Kegiatan itu diperuntukkan bagi setiap dinas untuk memamerkan sistem tata kelola keuangan yang diterapkan di tempat masing-masing. Pada tahun yang sama, upaya menimba ilmu dari Pemkot Surabaya membuahkan hasil.Sekali lagi saya menyarankan calon bupati atau walikota belajar dari Bupati Batang Yoyok Sudibyo dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Sistem membangun daerah khususnya ekonomi rakyat seperti diamanatnya Pasal 33 UUD 1945 ialah dengan sistem musyawarah. Coba kita simak bersama bunyi Pasal 33 UUD 1945 berikut ini:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensiberkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Undang- undang Dasar 1945. Penjelasan pasal 33 menyebutkan bahwa “dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang”. Selanjutnya dikatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Sehingga, sebenarnya secara tegas Pasal 33 UUD1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33. Masalahnya ternyata sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Karena ternyata hak menguasai oleh negara itu menjadi dapat didelegasikan kesektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri, tanpa konsultasi apalagi sepersetujuan rakyat. “Mendua” karena dengan pendelegasian ini, peran swasta di dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bersemangat sosialis ini menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan terjadi pada perusahaan- perusahaan swasta yang mendapat hak mengelola sumberdaya alam ini.
Rakyat di negeri ini bisa sejahtera, infrastruktur bagus kalau pejabat penyelenggara pemerintahan mengusai dan mampu mengejawatahkan Pasal 33 UUD 1945. Jika semua pejabat Negara dari Presiden sampai tingkat desa dan keluarahan dalam memimpin senantiasa berpedoman pada UUD 1945, niscaya rakyat di NKRI maju.Bukan berada pada urutan ke-166 negara paling makmur di dunia? Malu jadi pejabat hanya kejar kekuasaan, harta dan wanita seperti yang dipertontonkan selama ini. Ujung-ujungnya, uang berlimpah dan harta mewah tidak dibawanya ke penjara apa lagi ke liang kubur. ♦