“NTT 62 Tahun”

 

NUSA Tenggara Timur tanggal 20 Desember 2020 genap berusia 62 tahun. Sudah tua dan belum mapan. Hidupnya ibarat manusia masih tertatih, orang bijak bilang,” Hidup enggan mati tak mau.” Ini kenyataan. NTT mesti bias menghidupkan dirinya sendiri. Tetapi ini tidak mungkin terjadi karena harus dibantu. Tetapi bukan berarti kita hanya menunggu bantuan.
Fakta bahwa rakyat NTT belum sejahtera. Mengapa karena ingin jadi orang miskin supaya dapat bantuan pemerintah. Pekan lalu, ketika saya mengunjungi kampong halamanku di Waka Riung, sebagaian besar warganya masih hidup dalam kemiskinan. Mengapa miskin, seperti Gubernur NTT Viktor Laiskodat bilang,” Karena bodoh dan malas.”
Ada dua macam masyarakat, yang rajin kaya. Setiap rumah punya sepeda motor roda dua, bahkan ada warga yang memiliki mobil dan bahkan ada warga yang mampu belaja alat berat eksa. Ketika saya hendak membersihkan kebunku, tidak ada satu yang bersedia walau dibayar perhari atau jam. Ada yang mau membersihkannya, tetapi menggunakan alat potong rumput. Atau menggunakan obat semprot.
Mengelolah sawah tidak lagi seperti dulu. Merencah menggunakan kerbau dan membenih padi, cabut dan tanam dengan rapi seperti nenek moyang dulu. Sekarang tidak lagi pakai rencah tenaga kerjabu tetapi menggunakan traktor mini dan pagi tidak lagi menanam tetapi cuku menyiram saja. Ini hanya sebuah fakta perubahan zaman dan kemajuan teknologoi.
Lahan kosong terlantar dan atau diterlantarkan.Sawah dan lading tak digarapkan secara intensif seperti dulu sesuai arahan atau kebijkan dinas pertanian. Petani enggan meraba tanah ini. Mereka lupa bahwa bertani dan beternakan akan sangat menguntungkan. Bisa memenuhi kebutuhan pokok dan membiayai anak sekolah. Tetapi ini, hanya ilustrasi yang saya saksikan dan menyaksikan hanya sejenak.
Gubernur Viktor Laiskodat dan Jos A Nae Soi sudah dan sedang memprogramkan dan memotivasi termasuk pariwisata dan infrastruktur. Namun masih jauh dari harapan. Yang menyebabkan sebuah derah otonomi maju, bukan menunggu motivasi atau dimarahi pemerintah, gubernur, bupati, camat sampai kepala desa, tetapi harus memulai dari diri sendiri.
Kita sudah memasuki dunia baru, dunia digital. Media social sudah bersama masyarakat.Dunia sudah sempit, kecuali jarak yang masih membutuhkan usaha sehingga menjadi dekat. Komunikasi sesame manusia tidak lagi sulit seperti dulu. Sekarang bias berkomunikasi langsung menggunakan video call, melihat langsung wajah ganteng atau buruk,cantik atau jelek. Betapa midahnya hidup di zaman ini. Namun, kehadiran dunia digital menyebabkan orang miskin, bertambah miskin.
Dengan kehadiran Covid-19 yang mendera manusia di dunia ini, sejak Maret 2020, kehidupan manusia dibatasi. Harus cuci tangan selalu, menggunakan masker dan jaga jarak. Walau sudah lama tetapi korban akibat virus corona terus berjatuhan sampai saat ini. Vaksinya sudah ditemukan, dan semoga virus mematikan ini, segera enyah dari muka bumi.
Orang bilang semakin tua semakin bijak. Pemimpin NTT sudah saatnya berpikir dan berprogram, tetapi kunci hanya pada masyarakat itu sendiri. Bukan berarti masyarakatnya statis berubah pola pikir ingin jadi orang miskin supaya mendapat bantuan. Ini fakta dan silahkan melakukan survey langsung ke lapangan bertemu masyarakat yang ketika ditanya,” kami belum mendapt bantuan. Aparat utamakan bantu anggota keluarga atau kerabat dekat.”
Ataukah tetap berpegang pada julukan NTT artinya Nanti Tuhan Tolong? Berdoa memohon kepada Pemilik Kehidupan ini, harusla dengan berusaha. Semoga NTT semakin maju. ♦