‘Hidup terancam”

WJR

SENIN 11 Januari 2016, Tuhan memperkenankan aku mengundang sahabatku Albert Neno santap sederhana di sebuah rumah makan sederhana di bilang GOR Oepoi Kupang. Siang ini, suasana sangat sukacita. Albert Neno yang namanya menjadi trending topic sejak 26 Desember 2015 datang bersama dua sahabatnya. Yang menyentuh hatiku, siang ini Alber dan dua rekannya yang juga polisi mengenakan baju lengan panjang putih polos.
Keyakinanku hati mereka sepolos baju yang dikenakan. Siang ini, sebelum kuah ikan diantar pelayan ke meja kami, dibawa lopo beratap daun dan romantis thema perbincangan kami, adalah pengalaman bathin seorang Albert Neno perwira polisi yang diancam dengan kata dan kalimat sangat kotor oleh Herman Herry, anggota dewan yang terhormat pada hari penuh damai 25 Desember 2015 jam 23.00 Wita atau jam 11 malam.
Malam itu, hati damai penuh candatawa natal bersama isteri dan anak-anak, semua keluarga besar dan  handaitulan berubah menjadi suasana ‘api neraka’. Dering telepon bukan menyapa salam damai natal, tetapi sebaliknya caci maki dan umpatan seorang anggota dewan yang diberi jabatan oleh orang kecil.
Suasana, seperti dikisahkan Albert berubah menjadi suasana mencekam,suasana ketakutan dan nyawa terancam.Mengapa, karena loudspeaker hand phone dibuka.Suara ancaman terdengar jelas. Apa lagi suara itu meminta agar Albert Neno datang ke hotelnya dengan membawa sepucuk senjata.Isteri dan anak-anak tercinta yang tadi berwajah sukacita natal berubah menjadi wajah muram durja, ketakutan dan kecemasan.
Sebab, suara dari balik telepon sangat jelas, selain caci maki dengan kata kasar monyet, tetapi juga diancam untuk dipecat dari keanggotaan sebagai POLRI. Hal ini pun dimaklum, sebab yang mengancam adalah anggota dewan yang sangat berpengaruh dan disegani petinggi negeri ini termasuk perwira polisi setingkat jenderal harus tunduk jika bersua dengannya. Masuk akal ancaman untuk dipecat bisa saja terwujud, karena sang anggota dewan adalah anggota Komisi III yang membidangi bidang hokum. Komisi III membawahi Kejaksaan Agung, POLRI,TNI dan semua angkatan di Indonesia. Si penelepon di tengah malam buta ini, tidak mau kompromi,walau Albert tetap meminta dengan nada merendah agar mendengar penjelasannya.Tetap tidak terima.
Maka sejak malam natal 25 Desember 2015, kehidupan Albert Neno dan keluarganya dibawah ancaman. Karena ancaman itu bukan hanya menyangkut insititusi POLRI, tetapi lebih pada harkat dan martabat pribadi dan keluarga. Keputusan hati terdalam Albert Neno ialah melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.Kasusnya pun berlanjut ke Mabes POLRI di Jakarta.
Kisah di atas hanya satu contoh kecil perilaku tak terpuji seorang pejabat di negeri ini.Kalau seorang perwira polisi diancam dengan kalimat kasar dan tak berperikemanusiaan, bagaimana dengan rakyat kecil diseluruh pelosok negeri tercinta ini.
Saat ini, rakyat Indonesia hidup dalam ancaman.Ancaman kemiskinan yang berkepanjangan, ancaman psikologis karena hujan yang tak kunjung turun, ancaman karena anggota keluarga tidak bisa dibawa ke rumah sakit atau Puskesmas karena tidak punya uang. Kemiskinan, kemiskinan dan kemiskinan yang diciptakan secara structural dan massif oleh penguasa negeri ini.
Renungan sejenak hasil survey LSM andal atas kinerja Presiden kita Jokowi. Hasil pembangunan selama Jokowi memimpin setahun, sama dengan SBY yang memimpin sepuluh tahun. Fakta sudah ditransparankan media cetak dan elektronik. Fakta tak dapat dibantah, bahwa pejabat negeri di negeri ini, tidak punya sifat cinta kasih dalam membangun.Program,visi dan misi pejabat lebih mengendepankan keuntungan pribadi, keluarga dan kroninya.
Fakta terakhir, kasus Lapindo kedua, jelas bahwa pemboran menyebabkan lumpur Lapindo yang menyesengsarakan lebih dari 30.000 orang di Porong Jawa Timur. Menderita hebat puluhan tahun. Terlalu panjang, jika menguraikan masalah kemiskinan di negeri ini. Pejabat yang merangkap pengusaha berlimpah harta dan kemewahan. Sementara rakyat miskin dibiarkan miskin agar bisa di objekan. Ketika Pemilihan Umum, toh rakyat miskin cukup diberi uang recehan selembaran duapuluh ribu dan paling besar selembar limapuluhan ribu.
Rakyat tak berdaya dan hidup dibawa ancaman. Hendak sawah atau ladang harus berjalan kaki pada jalan yang buruk, makan sekali sehari tanpa gizi. Dan kisah kemiskinan, masih panjang dan tak berkesudahan.
Presiden Jokowi yang sederhana sedang berusaha menolong rakyat kecil dengan membangn infrastruktur sampai ke pedesaan. Rakyat di pelosok negeri ini, hidup dalam ancaman kekurangan sandang, pangan dan papan. Generasi kaum miskin tidak dapat melanjutkan pendidikan. Ada juga di kota-kota besar yang tidak sempat menjadi perhatian pemerintah setempat, Ketua RT, RW atau kepala desanya. Sampai kapan ya?
Sebuah survey mempridiksi 2016  generasi di desa akan ditinggalkan 25 % penduduknya, 2040 ditinggalkan 50 % penduduknya dan 2070 desa akan ditinggalkan 85 % penduduknya karena di desanya tidak menjamin kehidupannya. Lahan terbatas, suasana kurang nyaman sehingga mencoba mengadu nasib ke desa. Ini data proyeksi bappenas Oktober 2015.
Racun dan kimiawi suah masuk desa. Suasana desa tidak ramah lagi, lingkungan sudah tidak bersahabat dengan manusia. Suara binatang kecil tak terdengar, kodok tak terdengar pula suaranya di kali. Sebab, sudah diracun dengan sat kinimi, lahan tidak lagi subur karena rerumputan disemprot dengan sat kimia. Susana kematian ada di depan kita. Bagaimana sikap kita menyapa semua hal ini?. ♦