RAKYAT Indonesia dari pelosok sampai masyarakat intelektual diperkotaan sedang dalam cobaan berat. Apakah ini cobaan datang dari Tuhan? Kalangan intelektual menebarkan ajaran sesat seperti Gafatar yang saat ini ramai diperbincangkan, diwartakan media cetak, televise dan on line dalam dan luar negeri. Hati kita teriris bagai disayat sembilu, menyaksikan anak-anak tak berdosa, ibu-ibu yang menjerit kesakitan dan kegelisahan akibat tidak nyaman lahir bathin.
Kehilangan tempat tinggal, kehilangan segalanya, sanak dan family. Terusir dari kampung halaman tempat kelahiran. Di usir dari tempat yang tadinya memberi harapan baru bagi keluarga dan penerus yaitu anak-anak. Cobaan akibat tindakan elit Gafatar sangat kejam. Cobaan berat dirasakan masyarakat dari Sabang sampai Merauke, dari Sangihe Talaud sampai ke Rote Pulau terselatan nusantara ini.
Rakyat menjerit kelaparan, ketiadaan obat merawat raga dan jiwa yang sakit. Ketiadaan uang untuk membayar uang sekolah, untuk membiayai pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi. Kesulitan menempuh perjalanan jauh karena harus melalui jalan yang buruk, jalan yang sudah berubah jadi kubangan.
Rakyat Indonesia, sedang hidup dalam belenggu ketakutan dan kecemasan.Teroris sudah ada disekitar rakyat. Setiap saat si peneror yang juga sedang kalut merasa tidak nyaman bisa melukai rakyat tak berdosa dengan senjata tajam apa lagi peluru laras panjang yang mematikan. ISIS juga sudah ada disekitar kita. ISIS identik dengan kekejaman,membunuh manusia tak berdosa secara kejam. Membegal dengan cara sadis. ISIS sedang ekspasi ke berbagai Negara termasuk ASEAN.
Hidup dibawah ancaman. Ancaman terberat datang dari kaum elit dari tingkat kabupaten, porpinsi sampai tingkat pusat. Rakyat dibiarkan hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan. Rakyat miskin bisa diperdaya kaum elit atau calon pejabat daerah otonom. Si calon pejabat saat Pemilu atau Pilkada, cukup membeli suara dengan recehan Rp 20.000 atau lembaran paling tinggi Rp 50.000, maka sipejabat langgeng lima tahun, hidup dalam kekuasaan, kehormatan dan gelimangan harta.Fakta sudah terjadi sejak diterapkan sistem pemilihan langsung.
Pada 17 Agustus 2016 nanti, usia Indonesia 72 tahun. Semakin rentah, rakyat semakin hidup dalam kemiskinan. Infrastruktur buruk seantero Indonesia. Elit hanya gaduh kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya.Dewan yang seharusnya membela kepentingan dan memperjuangkan jeritan rakyat malah sebaliknya, memperjuangkan kepentingan diri. Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah malah mengusir KPK dan Brimob dari ruang dewan. Dengan kalimat brutal dan sombong si Fahri mempertontonkan kebobrokan jiwa dan wataknya. Tetapi, kita termasuk saya pribadi yang membuat catatan ini, harus tanggungjawab terutama menanggung risiko manakala kita menghadapi kesulitan, mengalami kegagalan, atau kekecewaan. Cobaan yang datang seringkali dianggap sebagai bentuk kutukan. Cobaan yang datang seringkali dianggap sebagai sebuah kesialan yang harus segera dihilangkan. Ini adalah anggapan yang salah dan sungguh merugikan. Pejabat Negara legisilatif dan eksekutif yang dinilai cerdas, kritis dan bijaksana, justeru anggal hal sepele tentang ancaman ini.
Jika kita sadar, cobaan sebenarnya semua yang kita alami hanyalah sebuah bentuk peringatan. Ada peringatan keras,peringatan lisan maupun tertulis. Peringatan tertulis melalui pewarta atau wartawan yang menulis perilaku pejabat yang korup, pejabat yang tukang mesum, selingkuh bahkan ada polisi di Labuan Bajo Flores Barat memukul siswa dalam kelas, diperingati melalui pemberitaan koran, televisi maupun media online.
Cobaan yang menimpa kita, saya menyebut rakyat Indonesia, sebenarnya sebuah alarm kehidupan dari Tuhan agar kita bisa kembali pada jalan yang benar. Terutama kaum elit yang dibeban dan tanggungjawab mengelolah Negara, mengelolah daerah dan mengelolah rakyat.
Saya pribadi seakan kehilangan akal sehat menyaksikan system pembangunan di Indoneasia. Daerah otonom paling bawah adalah desa, kabupaten dan propinsi. Semua daerah otonom dipimpin kepala desa atau lurah, bupati dan gubernur. Tetapi mengapa, rakyatnya tetap hidup dalam kungkungan kemiskinan dan kemelaratan? Kapan ya cobaan berlalu? Mari kita sama-sama mengelolah cobaan dengan menjalani hidup berdasarkan kebenaran dan keadilan.
Jangan meniru perilaku pejabat yang pongah dan sombong,bersukaria dalam kemewahan di atas penderitaan rakyat. Saatnya rakyat selaku pemegang kedaultan sadar akan hak dan kewajiban. Kewajiban membayar pajak, tetapi tidak mendapat haknya mendapat pelayanan pemerintah yang baik. Saatnya rakyat tidak menjual suaranya saat pemilu dengan harga rendah, dengan selembaran duapuluh ribu atau lima puluh ribu. Jika hal ini terus dilakukan dan menjadi tradisi setiap pemilu, maka sama saja bahwa cobaan itu diciptakan rakyat sendiri dan pemerintah. ♦