“Honor dan PHK”

WJR

SAYA boleh menegaskan bahawa pejabat Indonesia kurang sehat pikirannya dalam persoalan yang satu ini, rekrut tenaga honor. Tenaga honor dibiarkan nasib terkatung-katung puluhan tahun. Setelah sang tenaga honor lemah lunglai tak berdaya,si pejabat atau pemerintah menyebar berita gembira gembira dalam tanda kutip, ‘Tenaga honor akan diangkat jadi PNS.”
Si tenaga honor yang sedang tak berdaya senang,sukaria.Dalam benak si tenaga hornor berkata,” Pejabat pengambil kebijakan sangat baik, bermurah hati, membantu rakyat yang sedang susah.” Maka kabar berita ini dijadikan amunisi kekuatan untuk menekan orang lemah.Si tenaga hornor tentu sangat tau diri.Mesti memilih lagi pejabat yang bermurah hati ini.
Saya menilai kebijakan merekrut tenaga honor adalah kebijakan yang yang tidak cerdas, tolol, bodoh. Kalau rekrut PNS, ya rekrut saja sesuai aturan yang berlaku, sesuai dengan kebutuhan.Nasib manusia dipermainkan.
Ada warta gembira, Ketua MPR RI bilang, dukung tonorer diangkat jadi PNS. Kebijakan yang tidak bijak dan hanya berorientasi pada kepentingan politik demi mempertahankan jabatan dan kekuasaan.
Tenaga honor meliputi guru, tenaga perawat kontrak dan tenaga lepas.Apa maksudnya semua ini. Kebijakan menggantung nasib manusia menurut hemat saya tindakan yang tidak manusiawi. KemenPAN adalah lembaga yang punya kewenangan penuh di bidang rekrut tenaga PNS di seluruh penjuru negeri ini. Kapan lembaga ini menerapkan system baku dalam merekrut tenaga PNS agar nasib manusia yang ingin menjadi PNS tidak terkatung-katung.
Mengapa harus menggunakan pejabat seperti Ketua MPR anggota dewan agar bisa menjembatani dan menjadi penyambung lidah, baik kepada Presiden maupun MenPAN RB?
Semua mau menjadi pahlawan kesiangan. Apakah Menteri Pendayaan Aparatur Negara tidak cakap sehingga mesti dijembatan, diimbau oleh anggota dewan? Sangat konyol dan tidak masuk akal. Apakah Menteri PAN tidak cukup cakap sehingga harus diteriak agar tenaga honor menjadi PNS?
Ingat,jabatan yang Anda emban hangat sesaat. Kalau dalam waktu yang hanya sesaat itu tidak dimanfaatkan demi banyak orang, sebagai letakan jabatan agar Anda di puji sebagai pejabat yang bijak dan tau diri. Atau Anda akan dibilang sebagai pejabat yang tidak mampu menciptakan kebijakan sesuai dengan regulasi yang ada.
Rakyat Indonesia sedang dalam gelisah berat. Bukan hanya rakyat miskin di pelosok negeri ini, tetapi juga rakyat berpendidikan di perkotaan. Saat ini, di bulan Februari 2016 saat saya membuat catatan ini, ratusan ribu bahkan jutaan manusia sedang mengalami kegelisahan akibat penyakit kronis bernama PHK masalah.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin kuat memukul industri dalam negeri. Setelah  ada PHK massal dan penutupan pabrik Toshiba dan Panasonic di Indonesia, kini industri otomotif tengah siap-siap untuk gulung tikar. Dua pabrikan otomotif besar asal Jepang yakni Astra Honda Motor dan Yamaha Indonesia telah melakukan pengurangan karyawan dengan alasan efisiensi.
Pengurangan jumlah karyawan kontrak itu juga menyasar kompetitor Honda, yakni Yamaha yang tengah melakukan pengurangan karyawan secara bertahap.
Pemangkasan karyawan kontrak ini dilakukan karena saat ini penjualan sepeda motor telah mengalami penurunan. Dengan demikian 51 ribu pekerja Petronas bakal jadi pengganggur.
Kita ikut sedih atas kejadian ini. Tetapi kita akan lebih sedih menyaksikan penderitaan rakyat yang berprofesi sebagai petani di pedesaan dan seluruh pelosok kampung di negeri ini.
Para petani tidak punya pilihan selain berpasrah pada nasib.Berpasra ketika alam kurang bersahabat.Musim hujan tak menentu,berdampak pada gagal panen. Anak negeri ini menjerit karena tidak mampu membiayai pendidikan lanjutan bagi generi muda. Infrastruktur yang buruk memperburuk dan melengkapi penderitaan. Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini, rakyat harus berjalan kaki puluhkan kilometer ke ladang atau sawah. Waktu terbuang di jalan, sehingga produktivitas pun menurun.
Manakala kebijakan pemberdayaan masyarakat selalu dikaitkan dengan politik maka rakyat menjadi korban, hidup enggan mati tak mau. Saya menulis ini berdasarkan fakta. Fakta bahwa rakyat di pedesaan tidak sedang mengalami hidup dibawa tekanan. Tekanan ekonomi, tidak bisa menikmati menu makan bergizi dan harus menikmati santapan apa adanya, apa yang ada.
Sungguh miris hati ini. Mereka tidak punya kemampuan untuk berteriak minta tolong. Dan minta tolong kepada siapa dan siapakah yang akan menolong mereka keluar dari lingkaran kemiskinan?
Siapkah si penolong itu? Pemerintahkah? Siapakah pemerintah itu,apa saja tugas pemerintah sesuai amanat UUD 1945? Apakah pejabat pembuat dan pengambil kebijakan dalam menjalankan tugas dan jabatan sudah memahami dan melaksanakan kebijakan sesuai UUD 1945 dan Pancasila? Cerita ini sangat panjang tidak berkesudahan. Sampai kapan penderitaan ini berlalu, hari ini, besok atau bahkan semakin panjang penderitaan rakyat? Atau kemiskinan rakyat dilestarikan demi kepentingan para elit mendapatkan jabatan, kehormatan dan kemewahan? Ini hanya segelintir yang dicatat dan tak didengar? ♦