Evoria si bakal calon

Wens John Rumung

PEMILIHAN Kepala Daerah atau Pilkada Gubernur Nusa Tenggara Timur setelah masa kepemimpinan Gubernur Frans Lebu Raya berakhir 2018 baru digelar 2019. Masih dua tahun lebih. Tetapi… sejak awal 2016 para calon sudah menebar janji. Ada janji palsu, ada janji pasti. Menurut saya, para calon boleh saja evoria (euphoria) atau memperlihatkan perasaan nyaman, perasaan gembira berlebihan.
Ada calon yang menebar janji dengan kerja nyata dan harus mengeluarkan uang banyak. Ada calon yang hanya jual tampang dan sudah teruji ketika menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah. Yang pernah menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah hanya pintar omong besar dan licik, berambisi penuh percaya diri, tetapi tidak memperlihatkan kerja atau pelayanan nyata.
Hanya bermodalkan ketua partai atau punya kedudukan penting di partai. Ini yang disayangkan. Saya kebetulan sangat kenal baik para bakal calon yang akan bertarung dalam Pilgub 2019. Omong besar akan membuat perubahan, omong besar akan mensejahterakan rakyat. Rakyat NTT masih hidup dalam lilitan kemiskinan. Bukan rahasia umum, untuk mekan saja susah. Rakyat diperalat dengan berbagai cara.
Dalam benak politisi, biarla rakyat tetap miskin agar bisa diperdayakan. Toh ketika pejabat yang datang dan hendak kampanye, cukup beri selembar uang Rp 20.000 rakyat miskin itu pasti memilihnya. Rakyat pada posisi sulit. Apa lagi si calon menggunakan tim kampanye yang dalam kampanye dengan cara intimidasi dan janji palsu,” Akan beri proyek, akan beri beas siswa anak agar bisa lanjutkan pendidikan, akan beri fasiilitas pengobatan gratis dan sejuta janji.”
Saat ini si bakal calon yang sangat berambisi sedang menebar janji manis, janji muluk. Rajin kunjungi rakyat dari kabupaten satu ke kabupaten lain, masuk kampung keluar kampung. Bikin repot rakyat miskin di kampung-kampung. Raut wajah si bakal calon itu ramah, murah senyum dan senang merogoh kantongnya untuk sekadar beli sebatang rokok, atau sebungkus rokok, untuk beli sebungkus kopi dan sebungkus gula pasir. Maka, dalam pertemuan dengan rakyat jelatah, si bakal calon menebar kata dan kalimat busuk dari akal busuknya. Tetapi tak mengapa, karena punya hak dasar untuk berbuat apa saja, selagi masih diberi nafas kehidupan ini oleh Sang Penguasa.
Di antara si bakal calon, ada yang terlalu bersemangat sehingga lupa diri. Seharusnya refleksi dulu dengan pertanyaan refleksi,” Siapakah saya sesungguhnya.” Ada si calon yang masih menjabat resmi sebagai kepala daerah tingkat dua, baru setahun menjabat tetapi sudah menggelar diri mampu memajukan NTT, menyamakan diri seperti Ahok. Dan berita evoaria diwartakan media online abal-abal yang tidak dibaca rakyat di pedesaan,media yang hanya memeras si pejabat dengan berita evoria pula.
Memang, punya hak dasar, hak azasi manusia untuk berbuat apa saja sekehendak hati. Tetapi jangan menggunakan uang rakyat, jangan mencuri uang dengan cara licik dari APBD. Rakyat tidak bodoh, rakyat sudah kritis dan rakyat sudah tahu siapa gerangan si bakal calon ini. Toh,, akan bertarung bebas jika sudah lolos penetapan dari KPU. Jangan hanya kedepankan citra, tetapi bercitrala dengan kerja nyata, program nyata yang memberi manfaat nyata bagi rakyat.
Saat ini, rakyat sedang menunggu dengan harap cemas si bakal calon yang akan datang ke kampungnya. Apakah si bakal calon itu, datang dengan membawa hati yang tulus dan iklas untuk menolong rakyat atau sekadar buaya yang memangsa rakyat. Rakyat pada pilihan sulit. Kedatangan si tamu bisa membawa keberuntungan sesaat. Bisa menikmati menu enak, atau sekadar menikmati rokok yang di sodorkan si bakal calon. Ataukah ada harap cemas rakyat mungkin si bakal calon akan memberinya selembar uang dua puluhan ribu. Menurut saya pribadi, si bakal calon, belum mampu menanding GUbernur DKI saat ini, Ahok, aatau Walikota Surabaya Risma atau Walikota Bandung dan Walikota Batang Jawa Tengah yang benar-benar melayani rakyat. ♦