HARI-HARI ini, jelang Pilkada DKI rakyat Indonesia sejagat disuguhi drama buruk oleh oknum-oknum elit Islam yang menyebarkan isu sangat tidak menyenangkan dan menyakiti. Ketua Partai Demokrat DKI Nachrowi Ramli menulis di akun media sosial agar rakyat DKI yang 94 persen beragama Islam tidak memilih Ahok-Djarot pada Pilgub 15 Maret 2016.
Nahrowi Ramli mantan jenderal Angkatan Darat. Rakyat tahu siapa dia, dan ucapan-ucapannya menegaskan terkesan Muslim adalah Negara yang berkuasa mutlak di bumi Indonesia. Berikut Amin Rais, mantan Ketua MPR, mantan Ketua Umum Muhamadya lebih keras menolak Ahok.
Anies Baswedan yang sudah dipecat Jokowi karena tidak mampu mengurus pendidikan Indonesia dan kini dicalonkan PKS dan Gerinda sebagai calon Gubernur DKI berpasangan dengan Sandiaga Uno dalam media sosial 8 Oktober 2016 ikut pula memanas agar warga DKI jangan pilih AHok-Djarot. Warta media juga menegaskan, cagub Agus Yudoyono dilukiskan membayar MUI agar mengeluarkan rekomendasi bahwa Ahok dalam sambutannya di Kepulauan Seribu menghina Alquran, menghina islam.
Isu suku, agama dan golongan.
MUI sudah bertindak terlalu jauh, bertindak sebagai Negara yang sangat berkuasa. Selain mengeluarkan rekomendasi bahwa Ahok telah menghina Alquran, MUI Banten juga menggelar demo menolak pelantikan Kapolda. Aneh dan tidak waras, tidak bernalar. Anis Baswedan seorang doctor, dosen dan mantan menteri tampilan dan kata-kata terlihat baik, tetapi didalamnya busuk, menebarkan kalimat-kalimat perpecahan dan kebencian terhadap kelompok agama tertentu.
Semula saya mengaggumkan Anda, Anies Baswedan, tetapi terhitung detik, seorang Anis Baswedan tak lebih dari kambing congek, ambisi dan tak lebih dari seorang gelandangan di tepi jalan. Saya kecewa dan prihatin. Sejumlah oknum elit Muslim yang menebarkan isu SARA agar jangan memilih Ahok-Djarot patut dikutuk dan dienyahkan dari bumi Indonesia.
Anies Baswedan, Anda sebagai salah satu dari 25 Tokoh Islam Damai di majalah Madina, delapan tahun yang lalu seperti yang saya baca dari laman google. O ya Anda, Anies Baswedan juga mantan Rektor Universitas Paramadina. Anies juga mempelopori program Indonesia mengajar. Sekarang anda mengajar dan memprofokasi rakyat Jakarta dengan menebar isu SARA.
Saya semula percaya bahwa Anda, Anies Baswedan adalah salah satu tokoh Muslim Muda yang diharapkan Indonesia: pintar, saleh, gagah, demokratis, dan pluralis. Saya terkesan dengan pernyataan Anda bahwa yang harus dikembangkan adalah Islam Jalan Tengah.
Tapi kini, Anies Baswedan sedang menghancurkan kehormatan Anda sendiri.
Komentar anda soal kontroversi Ahok dan Al Maidah sama sekali tidak menunjukkan adanya intelektualitas dan integritas dalam diri Anda saat ini. Anies Baswedan mengabaikan begitu saja fakta bahwa video yang beredar itu adalah hasil editan yang jahat, yang menghilangkan konteks dan sangat potensial menimbulkan kesan yang salah tentang Ahok.
Pernyataan Anies Baswedan: “Hari-hari ini ketenteraman terganggu, kenyamanan terusik dan kemarahan tersulut oleh pernyataan Gubernur DKI Jakarta.”
Rois Syuriah PBNU, KH Ahmad Ishomuddin, angkat bicara soal tafsir pemimpin yang dimaksud dalam ayat 51 Surat Al-Maidah.
Merujuk tafsir terdahulu, terang Ishomuddin, pemimpin yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah untuk pemimpin seperti gubernur, melainkan pemimpin karena kondisi sedang perang.
Hal itu disampaikan Ishomuddin menyusul pernyataan Calon Petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terkait ayat 51 Surat Al-Maidah yang kini menjadi buah bibir di berbagai kalangan jelang Pilkada DKI 2017 mendatang. Ramainya perdebatan mengenai pemimpin yang dikaitkan dengan SARA, lanjut Ishomuddin, lebih karena tidak adanya pemahaman tafsir dan asbabunnuzul dari ayat tersebut yang dijadikan dalil.
Bagi NU, jelas Ishomuddin, untuk menyikapi momentum demokrasi seperti Pilkada DKI Jakarta adalah agar demokrasi berjalan dengan baik sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Karenanya, dia mengimbau agar dalam berdemokrasi jangan menggunakan isu SARA (Suku, Ras, dan Agama) sebagai alat untuk menyerang lawan politik dan menjatuhkannya.
Menurut Ishomudin, isu SARA sama sekali tidak diperkenankan untuk mendiskreditkan orang lain. Kita junjung tinggi budaya dan adab. Tidak boleh merendahkan pihak lain untuk suatu kemenangan politik. Tidak boleh menyerang dengan SARA untuk mengalahkan lawan politik. Itu melanggar UUD 1945.
Dari drama buruk yang ditayangkan media televisi,media cetak dan online,terkesan kuat sedang terjadi perang besar sesame tokoh muslim.MUI yang seharusnya menjadi penengah ikut memanasi suasana dengan kalimat provokasi bahwa Ahok dalam pernyataannya di Kepulauan Seribu sudah menghina Alquran dan agama muslim?
Hari-hari ini, rakyat Indonesia sedang disughui drama buruk oleh pejabat yang seharusnya bertugas membangun rakyat Indonesia dalam segala aspek. Ada drama pungutan liar yang digrebek langsung oleh kepala Negara Rabu 12 Oktober 2016, ada drama yang pelakonnya MUI Banten menolak pelantikan Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Dofiri. Lebih jahat lagi manakala MUI Banten bilang penolakan karena Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Dofiri kafir. Jahat nian karena kalimat kotor diucapkan yang mengaku ulama muslim.
Tuhan tidak tidur.Ada tokoh muda Muslim Nusron Wahid yang dengan gagah berani membela dan menegakan keadilan dan kebenaran dengan mengucapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara berpancasila dan UUD 1945. Ya pernyataan Nusron dalam acara Indonesia Lawyer Club pimpinan Karni Ilyas melegahkan rakyat Indoesia. Bahwa rakyat Indonesia harus hidup dibawa naungan Pancasila dan UUD 1945. Pernyataan Nusron Wahid disambut meriah seluruh rakyat Indonesia. Mereka yang tebar isu SARA segera dilindas waktu, dilindas oleh kebenaran dan keadilan. ♦
Islam dan SARA
