♦Catatan Wens John Rumung
SAYA mengangkat judul, ”Dilema Calon Walikota Kupang”. Saya sendiri berpendapat, ada persoalan politik yang serius para insan politik yang berambisi mencalonkan diri sebagai calon Walikota Kupang 2024-2029. Ada sosok yang tidak pernah memperkenalkan diri sebagai abdi masyarakat dengan identitas tidak jelas tetapi ngotot mencalonkan diri dan mengkampanyekan diri dengan berkelebihan saat mendaftarkan diri di sejumlah partai politik.
Ada calon yang memperlihatkan identitas saat mendaftar diri di partai politik dengan membawa seekor ayam jantan yang adalah simbol ketika Petrus membohongi Yesus. Kisahnya pasti semua umat Kristen memahami saat Yesus didera dan wafat di kayu salib.
Ada pula si calon mendatangi partai politik untuk mendaftarkan diri sebagai bakal calon walikota berpakaian toga hitam layaknya dikenakan hakim di meja pengadilan, ini maksudnya apa.
Apakah sekiranya terpilih menjadi walikota dalam berdinas akan mengenakan pakaian bertoga dan berbaju hitam. Menurut saya tidak demikian. Bahwa ada bakal calon walikota yang datang ke partai politik mengenakan busana adat misalnya. Kalau calon berpakaian adat, ya mungkin masih wajar dalam rangka mempererat dan memperkenalkan identitas menurut budaya sebuah daerah. Calon seperti ini masih wajar.
Ya, menurut hemat saya seorang calon walikota atau bakal calon, sebelum mendaftar di partai politik, umumkan dulu, kampanyekan dulu apa tujuan menjadi walikota atau bupati. Apa yang akan dibuat, program apa yang akan dipersembahkan dalam rangka memajukan sebuah daerah atau kota Kupang. Bukan tampang anda cantik atau ganteng. Tetapi kecerdasan anda yang berani mengorkan tenaga dan pikiran untuk dibaktikan kepada masyarakat bangsa dan Negara terutama kepada Tuhan. Nah anda yang tidak pernah dikenal melalui karya dan bakti kepada bangsa dan Negara serta rakyat ko mau mendaftar. Tetapi akan menjawab narasi saya ini dengan kalimat, ”hak azasi dan hak setiap orang.”
Dilema kedua yaitu, anggota partai mendaftarkan diri dipartai politik sebagai calon walikota atau calon wakil walikota. Politik seperti ini, baru terjadi di tahun 2024 ini. Apakah partai akan mengutamakan anggota partainya menjadi walikota atau bupati? Akan menjadi perdebatan bathin dan perdebatan pengurus partai. Saya sendiri bingung. Tapi ya faktanya demikian atau sekadar euphoria, asal ikut ramai biar nama dikenal di masyarakat. Menurut saya nama anda harus dikenal melalui karya dan pengabdian yang pernah dilakukan.
Dilema berikut, di bursa bakal calon walikota ada dua sosok. Kedua sosok itu ialah Jonas Salean dan Jefri Riwu Kore. Kedua sosok ini, pernah mengabdi selama lima tahun sebgai Walikota Kupang. Sepak terjang kedua sosok ini, sudah diperlihatkan dalam bentuk pengabdian sebagai walikta. Apakah selama Jonas Salean sebagai walikota sudah memajukan Kota Kupang atau mensejahterakan rakyat. Hal Jefri Riwu Kore, sudahkah menelorkan program terbaik memajukan Kota Kupang dan kesejahteraan rakyat Kota KUpang. Kedua orang ini, sudah pernah mengabdi selama lima tahun. Dan kedua orang ini, layaknya maju sebagai calon walikota Kupang 20204-2029 karena secara aturan dan kebijakan Indonesia masih memenuhi persyartan.
Ada juga sosok George Hadjoh, pernah diujicoba sebagai Penjabat Walikota Kupang selama setahun. Sosok yang ini dari segi sepakterjangnya di pemerintahan sangat luar biasa dan sudah terbukti. Menurut saya tidak masalah dan tidak ada persoalan dari segi kridibilitas. Dan sosok lain yang pernah menjadi anggota DPRD di Kota Kupang, juga layak dan memenuhi persyaratan sebagai bakal calon walikota karena sudah mengenal Kota Kupang, membahas dan memperdebatkan masalah program dan kebijakan walikota. Mungkin sosok seperti ini sangat pas untuk maju sebagai bakal calon walikota. Calon lain akan diuji ketika diloloskan dan memenuhi persyaratan oleh partai sebagai calon walikota. Ini saja dulu narasi saya di hari memperingati Hari Kebangkitan Nasional 2024 ini. Mari warga Kota Kupang memilih calon sesuai hati nurani, bukan memilih karena diberi uang 20.000, 50.000 atau Rp 100.000. ♦ wjr