SUASANA politik sepanjang September 2017 memanas. Mata rakyat Indonesia tertuju ke satu nama, yaitu Setya Novanto. Dia Ketua Umum Partai Golkar. Sejak KPK melayangkan surat panggilan dengan status tersangka, Setya Novanto mendadak sakit. Saat sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan disidang,’ orangnya” Setya Novanto menayangkan foto Setya Novanto di ranjang pesakitan RS Premier Jakarta.
Rakyat Indonesia penasaran dengan nada tanya, apakah benar Setya Novanto sakit. Mengapa sakit ketika KPK memanggilnya untuk diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP.
Pada panggilan pertama, Setya Novanto juga sakit, walau tidak ditayangkan foto sedang diranjang sakit di media sosial. Dan pada panggilan sebagai tersangka pertama kali, Setya Novanto sakitnya cuma beberapa hari. Suasana sempat meredah agak lama. Tetapi ketika KPK memanggilnya untuk kedua kali sebagai tersangka, Setya Novanto di lukiskan sakit serius hingga beberapa minggu bahkan bulan. Setya Novanto kemudian pra peradilkan KPK dan bersidang menjelang akhir September 2017. Sidang dipastikan sampai awal Oktober 2017.
Memang selain penasaran, ada orang yang sangsikan peralatan infus yang sangat banyak. Ada pula rakyat yang memberi tanda lingkaran pada foto, karena cara tancap infus tidak sesuai cara baku medis. Setya memang benar-benar sakit komplikasi. Ada jantung dan lain-lain, tetapi lebih sakit jiwanya atau psikologis ketika Wapres Jusuf Kala meminta Setya Novanto mundur saja dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Ada pula fungsionaris DPP Partai Golkar yang meminta segera menunjuk pelaksana tugas mengganti peran Setya Novanto. Sebagai menulis dengan kata peran, karena lawan Setya Novanto di tubuh Partai Golkar sedang merancang agar Setya Novanto segera di ganti melalui Munaslub.
Ya, kita tunggu saja. Drama panjang soal Setya Novanto masih panjang, babak demi babak. Babak-babak sebelumnya Setya Novanto selalu lolos dan bebeas merdeka dari kasus ‘papa minta saham’ kasus Freeport, impor gula, walau kisahnya sudah lama. Tetapi babak terakhir, soal korupsi E-KTP yang merugikan Negara 2,4 triliun rupiah, dipridiksi, Setya Novanto tidak akan hirup udara bebas.
Semakin sakit memang, manakala DPP Partai Golkar menunjuk pelaksana tugas ketua umum untuk menggantikan sementara Setya Novanto. Penunjukan Plt itu merespons menurunnya elektabilitas partai pasca-ditetapkannya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Ketua DPP Partai Golkar Andi Sinulingga mengatakan bahwa rekomendasi penunjukan Plt Ketua Umum Golkar diambil dalam rapat harian partai berlambang beringin tersebut.
Bahkan Andi mengaku bahwa ia sendiri yang membacakan rekomendasi hasil tim kajian dalam rapat membuat rekomendasi meminta kesediaan Ketua Umum Setya Novanto untuk nonaktif dan menunjuk pelaksana tugas ketua umum.
Rapat memutuskan, meminta Ketua Harian Nurdin Halid dan Sekjen Idrus Marham untuk menyampaikannya langsuk ke Setya Novanto.
Pengurus Partai Golkar dari pusat sampai daerah gundah dan bertanya, siapakah pengganti Setya Novanto. Pasca Setya Novanto tidak lagi di Partai Golkar, penggantinya pasti membuat kebijakan dan program baru dari DPP sampai DPD. Kegundahan sangat beralasan, karena bersamaan dengan pesta demokrasi, Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Menurut saya, Partai Golkar dalam keadaan sakit, karena Ketua Umum Setya Novanto sakit sekarat.
Mudaah-mudahan sakitnya Setya Novanto tidak menjangkiti para pengurus di daerah. Pengurus DPD I dan DPD II di NTT pun ikut gundah. Pasca penetapan Wakil Sekjen Melki Laka Lena Rabu 20 September 2017 langsung pimpin rapat pleno. Dan, tepat sepekan kemudian dan terkesan mendadak, semua pengurus DPD II diundang untuk mengikuti Musdalub untuk memilih Ketua DPD Partai Golkar NTT menggantikan Ibrahim Agustinus Medah yang digeser secara kurang terhormat Rabu 27 September 2017. Seperti sudah dipridiksi kalangan politisi sebelumnya bahwa dipastikan Laka Lena dipilih secara aklamasi, benar adanya. Melki Laka Lena terpilih secara aklamasi dalam forum Musdalub di Hotel Papa Johns Kupang. Apakah mendadak karena ada agenda penetapan dan pendaftar calon gubernur atau masih ada persoalan yang harus dibahas?
Yang pasti, ini menurut pemikiran saya, akan ada dedam yang tersimpan di dalam hari sebagian pengurus DPD I maupun DPD II. Pro dan kontra, senang dan tidak senang hal lumrah. Namanya manusia, bukan malekat. Drama bertajuk “Golkar sakit’ masih panjang. Drama ini berakhir, jika Setya Novanto benar-benar dijebloskan kedalam penjara oleh KPK dan Ketua Umum Partai Golkar sudah terpilih. Ini pun masih pridiksi. Yang pasti masih bersambung. ♦