HATI ini miris menyaksikan gerakan jahat aksi segelintir umat HATI ini miris menyaksikan gerakan jahat aksi segelintir umat muslim yang mereka namai Reuni 212 atau gerakan 2 Desember 2017. Aksi serupa menggulingkan Ahok pada 212 atau 2 Desember 2017. Aksi ini menurut saya, berniat menggulingkan Presiden Jokowi, gerakan menakut-nakut kaum nasionalis agar tidak memimpin negeri yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.Gerekan 212 tahun 2016, sukses besar. Gerakan terstruktur dan massif dengan teriakan atau narasi menggulingkan pemerintahan yang sah. Dalam gerakan yang dibalut dengan kata reuni, didanai politisi dan pemilik modal yang berambisi jadi presiden 2019. Ya, kaum cendekiawan menyebut dengan sebuah gerakan dalam bentuk demo atau menghimpun puluhan juta massa adalah hak demokrasi yang dilindungi Undang-Undang.Gerekan itu, menurut hemat saya punya niat membentuk Negara khalifah atau Negara islam. Gerakan mengganti Pancasila dan UUD 1945. Masih menurut hemat saya, gerakan ini tidak Pancasilais, tidak berperikemanusiaan. Mengapa, dalam aksi jahat itu, berkibar pula bendera HTI organisasi yang sudah dibubarkan pemerintah? Mengapa ada penghinaan terhadap bendera nasional merah putih. Ini saya angkat, karena pengibaran bendera HTI dan bendera merah putih berada dibawa bendera itu. Bisa di cek di media sosial.Mengapa para elit politik yang tergabung dalam aksi 212 tahun 2017 berteriak dengan nada menghujat presiden dan menteri agama. Dan dalam aksi yang disebut dengan reuni 212 bernada caci maki terhadap kaum nasionalis. Sangat kental bahwa gerakan jahat selain tidak menghendaki Jokowi yang nasionalis dan gencar membangun Indonesia dari Sabang sampai Merauke terpilih lagi pada Pilpres 2019.Gerakan seperti ini dengan tujuan menggulingkan pemerintahan yang sah, hanya ada di Indonesia. Mengapa hanya di Indonesia, karena hanya dilakukan satu agama yaitu Islam. Walau berteriak dengan menggiring opini bahwa agama muslim Indonesia adalah mayoritas, namun ada organisasi muslim yang nasionalis mengutuk tindakan kaum islam radikal.Apakah gerakan reuni perlu dilakukan dan menggiring jutaan umat muslim akan dilakukan pada 2018? Saya menduga, pasti akan dilakukan. Siapa penyandang dana aksi hitam ini? Dipastikan lawan politik dari Presiden Jokowi. Sangat disayangkan, kawasan Monas yang sudah dilarang tidak lakukan aksi demo diijinkan Anis-Sandy.Dalih yang dikemukakan para elit dalam orasi itu, aksi reuni 212 dalam rangka doa Maulid Nabi. Jika benar demikian, apakah kelompok dari agama lain bisa selenggarakan ibadah raya di Monas? Selama ini, kaum Nasrani, dan kelompok agama minoritas, tidak pernah melekukan acara rohani di Monas. Pertanyaannya, apakah MOnumen Nasioanl dibangun Soekarno, hanya untuk kaum muslim?Kita mesti waspada dengan gerakan hitam politisi jahat menggunakan organisasi jahat yang mendalangi demo atau aksi hitam, sejak dua tahun terakhir. Saya menilai para elit politik yang menggerakan ormas radikal untuk aksi di Monas, tidak berperikemanusiaan. Saya mau bilang sangat biadab. Terutama penyandang dana yang seperti diwartakan reuni 212 menelan dana lebih dari Rp 4 miliar.Aksi jahat dengan dalih reuni 212 bertepatan dengan bencana alam di berbagai tempat di Indonesia. Ada Gunung Agung di Bali yang meletus dan puluhan ribu warga setempat harus diungsi dan hidup dibawa tenda dengan sarana fasilitas terbatas, krisi makan dan minum serta kerusakan alam lingkungan. Ada pula bencana banjir di Pacitan dan termasuk Jakarta sendiri. Kalau pemilik dana adalah orang Indonesia, maka manusia seperti ini tidak punya hati. Bayangkan dana Rp 4 Miliar jika digunakan beli beras, tenda dan perbaikan sarana dan fasilitas akibat bencana.Dana sebesar itu, hanya digunakan untuk menggalang orang-orang ke Monas dengan dalih reuni.Kelompok radikalisme terus bergerak dengan sasaran mengganti Pancasila, mendirikan Negara khalifah atau negrara Islam dan yang paling penting dalam gerakan ini ialah menggiring opini agar rakyat Indonesia jangan memilih Jokowi pada Pilpres 2019. Saya menduga gerakan ini akan kian gencar menjelang Pemilu 2018 dan Pilpres 2019. Kaum minoritas pasti sedang gundah dengan gerakan-gerakan yang bertajuk membela muslim.Gerakan 212 dilakukan bertepatan dengan umat Kristen merayakan Natal 25 Desember 2017. Di waktu yang sama ada berita dan ucapan di media bahwa Anis – Sandy melarang atribut natal di pajang di mall atau berbagai tempat. Negara Islamkah Indonesi? Atau Indonesia bukan NKRI yang bernaung di bawah Pancasila dan UUD 1945? Apakah butir-butir dari lima sila Pancasila maupun UUD 1945 sudah di amandemen, atau sudah dirubah? Saya harus apresiasi dengan Kapolres Depok Jawa Barat yang menginstruksikan Polsek-Polsek memasang atribut natal. ♦