27 Juni 2018

WJR

HATI Pemerintah dan masyarakat Indonesia tertuju kepada tanggal keramat 27 Juni 2018. Hari itu, rakyat Indonesia khusus 171 kota merayakan pesta demokrasi. Pesta itu bernama Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada serentak. Di hari itu, masyarkat di 171 kota berbondong-bondong mendatangi Tempat Pemungut Suara atau TPS. Masuk TPS dengan persiapan hati yang tulus mengangkat paku dan menusuk pada salah satu gambar pasangan calon atau Paslon, sesuai hati nurani, bukan sesuai besarnya uang yang dikasi paslon pada masa kampanye.
Rakyat tentu saja sudah punya pilihan karena telah mengikuti kampanye para paslon sejak Januari sampai dengan 23 Juni 2018. Konon, rakyat dari pusat sampai daerah sudah cerdas. Figur mana yang akan dipilihnya. Paslon mana yang pantas dipilih, paslon yang punya kapasitas, kapabilitas, punya moral dan komitmen untuk membangun daerahnya, paslon yang mampu mensejehterakan rakyat dan mampu menciptakan perubahan.
Ya, KPU dan DPR sudah sepakat menentukan tanggal gelaran Pilkada Serentak 2018. Pilkada yang melibatkan 171 daerah itu akan digelar pada 27 Juni 2018. Para calon maupun para pendukung saat ini, saat saya membuat catatan ini sedang harap-harap cemas. Terpilih atau tidak pasangan yang diusung.
KPU dan DPR punya alasan mengapa harus 27 Juni 2018. Alasan mendasar, karena pada 14-15 Juni 2018 adalah hari raya dan libur nasional yaitu Hari Idul Fitri.
Rakyat Indonesia di 171 kota di Indonesia mesti mengingat dan mencatat bahwa hari Rabu 27 Juni 2018 jangan kemana-mana, wajib mengikuti pesta yang hanya digelar lima tahun sekali. Mulai sekarang menimang-nimang paslon yang saya pilih. Paslon yang dipastikan mampu membangun daerah, mampu sejahterakan rakyat. Masyasrakat di imbau untuk berpartisipasi aktif hari Rabu itu. Hari itu menjadi hari penentu paslon mana yang bakal meraih kursi atau tampuk pimpinan sehingga mendapat gelar baru sebagai bupati atau gubernur.
Mengapa haru hari Rabu ya? O mungkin Senin kaum muslim masih pada suasana libur sehingga kurang semangat, ingin melepas lelah atau masih ada tamu yang datang silahturahmi sehingga kurang semangat menggunakan hak pilihnya. Ya ini sekadar intermezzo saja.
Pesta besar yang jatuh pada hari Rabu itu memakan korban. Pasti ada korban hari itu ada paslon dan para pendukung yang kecewa. Kecap nomor satu yang dijual selama masa kampanye kurang laku. Bukan tidak laku, tetapi peminatnya kurang. Jelas bahwa hanya satu pasangan calon yang keluar sebagai pemenang. Si pemenang akan memimpin daerahnya selama lima tahun.
Kesalahan dan risiko ditanggung bersama baik para pendukung maupun yang tidak mendukung, jika salah memilih figure.
Pengalaman ada dimata kita. Ada pasangan yang sudah duduk di tahta terlena.Tidak memenuhi janjinya. Janji diingkar sendiri, lupa mewujudkannya program yang sudah dijanjikannya kepada rakyat. Saya tidak menyebut siapa gerangan bupati atau walikota yang ingkar janji. Jika sudah demikian,rakyat hanya bisa mengelus dada.
Rakyat sudah ditipu si paslon. Saat kampanye bicara lain, ketika sudah terpilih lupa akan janjinya. Saya memberi contoh pimpinan DKI saat ini. Dulu, ketika kampanye, berjanji akan melakukan perubahan, akan berbuat lebih baik dari pimpinan sebelumnya. Ketika sudah di sumpah dan sudah menjadi Gubernur atau Wakil Gubernur DKI berbuat sesuai naluri dan sebagian kecil pendukung. Kawasan ekonomi Tanah Abang dibuat semrawut. Badan jalan digunakan untuk para pedagang, di badan jalan dipasang tenda-tenda. Di sini terjadi kesemratutan, lalu lintas terganggu, pendapatan sopir angkutan menurun. Akibatnya Ombudsman menegur keras, sesuai tugas yang dipercayakan Negara. Ini hanya satu contoh kecil paslon, saya menyebut Anies-Sandy ingkat janji, termasuk perumahan DP nol persen. Janji yang tidak dapat diwujudnyatakan.
Bagaimana dengan kita di NTT. Ada satu paslon yang mengubar janji kepada rakyat akan memberi kemudahan kepada rakyat NTT. Tetapi janjinya tidak sama dengan DKI. Janjinya akan bekerjasama dengan Bank NTT untuk kredit tanpa jaminan atau agunan. Menurut saya, ini janji bohong. Jadi rakyat mesti berhati-hati, waspada terhadap paslon yang mengubar janji kosong. ♦