Suka Meniru Produk Lokal, Ini E-Commerce Asing yang Dibenci Jokowi

presiden joko widodo
Presiden Joko Widodo

EXPONTT.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Maret 2021 sempat mengeluarkan anjuran agar masyarakat Indonesia membenci produk asing dan mencintai produk dalam negeri.

Pernyataan Presiden itu dikeluarkan usai mendapat laporan dari Menteri Perdagangan Muhamad Lufti tentang adanya e-commerce asing yang menjual produk impor yang tidak sehat dan membunuh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.

“Perlu diluruskan ada background (latar belakang) yang menyertai pernyataan Pak Presiden. Laporan saya ke beliau tentang laporan praktik yang tak sesuai di perdagangan e-commerce. Praktik e-commerce yang mendunia, praktik ilegal perdagangan predatory pricing, jadi harga yang membunuh kompetisi,”ujar Muhamad Lufti saat itu.

“Ini yang sebetulnya dibenci Pak Jokowi. Aksi-aksi ini yang sebenarnya yang tidak boleh, ini yang dibenci,” tambah Lutfi.

Baca juga: Pria di Kupang Diamankan Polisi Usai Cabuli Siswa SMA hingga Hamil

Salah satu praktik predatory pricing adalah dengan menerapkan harga yang sangat rendah untuk sebuah produk sehingga menjadi penghalang bagi pesaingnya untuk masuk ke segmen atau pasar yang sama.

Strategi ini membuat produk-produk dalam negeri terutama untuk kategori fashion kalah saing.

Padahal banyak UMKM Indonesia yang menjual berbagai barang lokal di platform e-commerce tersebut.

Muhamad Lutfi mengatakan bahwa e-commerce yang dimaksud adalah perusahaan internasional asing, bukan perusahaan asli Indonesia.

Baca juga: Kasus Mahasiswa Alor Tewas Saat Bentrok di Matani-Kupang, Polisi Tetapkan Satu Tersangka

E-commerce asing ini menjual barang-barang hasil meniru produksi UMKM dalam negeri. Mereka juga mempelajari apa yang disukai oleh masyarakat Indonesia.

Menurutnya, praktik tersebut berdasarkan artikel dari World Economic Forum (WEF) mengenai sebuah produk hijab buatan lokal yang akhirnya diadopsi oleh platform perdagangan online asing.

Pengusaha asing bisa menjual produk yang sama dengan harga murah karena hanya membayar bea masuk sekitar US$ 44 ribu. Sedangkan, pengusaha lokal harus membayar gaji karyawan yang membuat produk tersebut dengan biaya sekitar US$ 650 ribu per tahunnya.

“Dilakukan dengan spesial diskon, yang saya katakan kalau dalam istilah perdagangannya namanya predatory pricing, masuk ke Indonesia harganya Rp 1.900 dan Rp 1.900 lebih mahal dari mentos, bagaimana kita bisa bersaing,” tegasnya.

Baca juga: Gubernur Laiskodat Hadirkan Ekosistem Baru Pertanian yang Didukung Bank NTT

Oleh karenanya, ia berharap semua negara bisa lebih menegakkan dua asas perdagangan yang telah ditetapkan. Sebab Indonesia juga akan menerapkan hal tersebut kepada semua mitra dagangnya.

Keduanya adalah asas keadilan dan asas bermanfaat. Praktek berdagang harus adil dan bermanfaat bagi penjual maupun pembeli.

“Nah ini yang kita mau tegakkan, jadi asal ceritanya itu,” paparnya.
♦cnbcindonesia.com

Baca juga: Buntut OTT Jaksa di Kupang, Kepala Dinas PUPR TTU Dipanggil Kejaksaan Agung