Dewan Komisaris Bank NTT Dinilai ‘Over Kewenangan’ dan Untungkan Diri Karena Tetapkan Honor Rp 10-20 Juta/Hari

EXPONTT.COM – Dewan Komisaris Bank NTT dinilai telah melakukan penyalahgunaan kewenangan alias ‘over kewenangan’ (melewati batas kewenangan, red) dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) 01.A tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan bagi Calon Pejabat dan Calon Pegawai Baru Bank NTT.

Demikian Pendapat Aktivis Anti Korupsi yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK NTT, Dany Manu yang diterima Tim Media ini melalui pesan WhatsApp (WA) pada Kamis (16/6/22) terkait penerbitan SK 01.A oleh Dewan Komisaris Bank NTT tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan Calon Pejabat Bank NTT.

 “Dewan Komisaris Bank NTT telah ‘over’ kewenangan dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) untuk diri sendiri dan kroni-kroninya. Unsur tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi (pasal 3 UU Tipikor) telah terpenuhi,” tandas Dany Manu.

Menurut Aktivis Anti Korupsi yang sudah banyak makan garam itu, unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi akan mudah dibuktikan oleh Penyidik dari penerbitan SK 01.A tersebut. “Buktinya Dewan Komisaris menetapkan honor minimal untuk dirinya sebesar Rp 2 juta/orang atau Rp 10 juta/hari, tanpa acuan yang jelas. Apa aturan yang dijadikan dasar keterlibatan Dewan Komisaris? Dan apa aturan yang jadi acuan untuk menetapkan honor Dewan Komisaris (sebagai asesor internal, red) sebesar itu?” tanya Dany.

Tidak hanya itu, lanjut Dany, Pembebanan Pajak Penghasilan (PPH) yang seharusnya dibayar oleh penerima honor, tapi dibebankan kepada Bank NTT sebagai lembaga yang membayar honor, telah menyalahi aturan perpajakan. “Apalagi pajak (penghasilan, red) dibebankan pada Bank NTT sebagai lembaga yang membayar, bukan pada dirinya sebagai penerima honor. Ini jelas ada tujuan menguntungkan diri sendiri,” tegasnya.

Dengan fakta tersebut, Dany menyimpulkan bahwa unsur dugaan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana oleh Dewan Komisaris Bank NTT dalam penerbitan SK 01.A tersebut telah terpenuhi. “Unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya (Dewan Komisaris, red) karena jabatan, saya pikir dapat terbukti,” paparnya.

Penyidik, lanjut Dany, perlu membuktikan unsur merugikan keuangan negara. “Yang harus dicari dan dibuktikan adalah unsur merugikan keuangan negara, sehingga dapat dipidana penjara seumur hidup (delik materil),” bebernya.

Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Dirut Bank NTT yang juga salah satu Pemegang Saham Seri B Bank NTT, mengungkapkan adanya intervensi Dewan Komisaris Bank NTT dalam tugas operasional Dewan Direksi. Intervensi itu antara lain, penerbitan SK 01.A tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan (Fit and Proper Test) Calon Pejabat Bank NTT oleh Dewan Komisaris Bank NTT (melalui Komisaris Independen, Frans Gana yang menandatangani SK 01.A tersebut, red).
Berdasarkan file pdf. yang diperoleh Tim Media ini, SK tersebut melibatkan jajaran Dewan Komisaris sebagai asesor internal dalam Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan bagi Calon Pejabat Bank NTT bagi Calon Kepala Divisi dan Kepala Cabang Bank NTT.

Mirisnya, dalam SK tersebut Dewan Komisaris juga mematok honor bagi dirinya (Dewan Komisaris sebagai Asesor internal Bank NTT, red) sebesar Rp 2 juta/orang atau sebesar Rp 10 juta/hari untuk setiap orang di jajaran Dewan Komisaris. Dalam SK tersebut juga ditetapkan honorarium bagi Tim Asesor Independen (eksternal Bank NTT, red) sebesar Rp 4 juta/orang yang diwawancarai atau sebesar Rp 20 Juta/Hari.

Berdasarkan SK 01.A tersebut, kata Amos Corputty, Dewan Komisaris Bank NTT juga terlibat langsung dalam seleksi 300 orang Calon Pegawai Bank NTT yang diselenggarakan di Hotel Timore. Diduga Bank NTT dirugikan ratusan juta hingga milyaran rupiah akibat penerbitan SK yang tak punya acuan/dasar hukum tersebut.

Seorang Praktisi Hukum yang juga Wakil Sekretaris Peradi Pergerakan Aktivis 1998, Gregorius B. Djako, SH, M.CLA menilai penerbitan SK 01.A tersebut merupakan kejahatan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris Bank NTT. Menurutnya, dengan penerbitan SK 01.A telah melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Tata Kelola Bagi Bagi Bank Umum, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/Pj/2015 tentang Pajak penghasilan Pasal 21.

Ia menilai penerbitan dan pelaksanaan SK 01.A tersebut telah terjadi : (1) penyalahgunaan wewenang oleh Dewan Komisaris Bank NTT karena mengintervensi tugas operasional Dewan Direksi; (2) memperkaya diri sendiri dan/orang lain karena menetapkan honor bagi diri sendiri; dan (3) melanggar UU Perpajakan karena membebankan pajak kepada Bank NTT. ♦ spiritnesia.com