Remi berhasil melawan kesewenang-wenangan Elias Jo, Bupati Kabupaten Nagekeo dkk, melalui badan peradilan (Pengadilan Negeri Bajawa hingga Mahkamah Agung
Di tengah merosotnya wibawa dan kepercayaan publik terhadap hukum dan lembaga peradilan, terutama sorotan publik kepada Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir bagi para pencari keadilan, keputusan terhadap perkara yang diajukan seorang anak miskin dari kampung Okisato Penginanga, Desa Lape, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, Remi Konradus, seperti oase di tengah padang gurun.
Betapa tidak, Remi berhasil melawan kesewenang-wenangan Elias Jo, Bupati Kabupaten Nagekeo dkk, melalui badan peradilan (Pengadilan Negeri Bajawa hingga Mahkamah Agung RI). Remi mencatat kemenangan dengan skor 2 – 0 dalam sengketa pemilikan lahan adat untuk pembangunan Gedung DPRD Nagekeo. “Ini sungguh-sungguh sebuah prestasi besar Mahkamah Agung RI,”kata Advokat Peradi, Petrus Selestinus, di Jakarta, Rabu 1 Juni 2016.
Seperti diketahui, dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 522 K/Pdt/2015, tanggal 28 Mei 2015 dalam perkara perdata antara Remi Konradus, S, melawan Efraim Fao, Bupati Nagekeo dan DPRD Kabupaten Nageo, menyatakan “Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bajawa No. 14/Pdt.G/2012/PN.Bjw., tanggal 31 Juli 2013.
Kasasi MA juga menyatakan, menghukum para Tergugat untuk menyerahkan tanah terperkara kepada Penggugat atau mengosongkan tanah terperkara atau membongkar semua gedung apa saja yang terdapat diatas tanah milik Penggugat tersebut dalam keadaan kosong tanpa syarat kalau perlu dengan bantuan aparat keamanan (polisi). Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini mengatakan, putusan kasasi Mahkamah Agung RI No. : 522 K/Pdt/2015, tanggal 28 Mei 2015 ini merupakan putusan Mahkamah Agung terbaru yang bersifat eksekutorial dan bertujuan untuk memberi kekuatan untuk memaksa atau ekskutorial.
Petrus mengatakan, baik putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. : 522 K/Pdt/2015, tanggal 28 Mei 2015 maupun putusan PK Mahkamah Agung RI No. : 659 PK/Pdt/2013, tanggal 2 Juni 2014, adalah dua putusan yang saling melengkapi dan memperkuat serta memberi daya paksa terhadap putusan itu sendiri, sehingga akan menjadi bukti terkuat dan sempurna. Karena di satu pihak sebidang tanah seluas 15.000 M2 dapat kembali dimiliki secara sah oleh Remi Konradus, sedangkan di pihak lain telah membawa kerugian bagi keuangan negara/daerah akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Bupati Elias Jo dkk. karena bangunan gedung DPRD Nagekeo harus dibongkar paksa menjadi kosong guna menyerahkan tanah obyek sengketa kepada Sdr. Remi Konradus.
Putusan Mahkamah Agung RI ini, kata Petrus, juga akan menjadi alat bukti terkuat bagi KPK, POLRI atau Kejaksaan untuk menuntut pertanggungjawaban secara pidana, baik tindak pidana umum berupa perampasan atau penyerobotan tanah milik Remi Konradus, maupun kasus dugaan tindak pidana korupsi. Karena itu, Petrus meminta pihak berwajib untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut. Konon, kata Petarus, kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan pembangunan gedung DPRD Nagekeo ini pernah diproses Kejaksaan Negeri Ngada, namun mendadak berhenti di tengah jalan tanpa alasan yang jelas.
“Karena itu saat ini menjadi waktu yang tepat untuk meminta pertanggunjawaban pidana korupsi atas dugaan korupsi dalam pengadaan lahan pembangunan gedung DPRD Nagekeo secara melawan hukum yang sudah terbukti secara meyakinkan, dimana unsur melawan hukum, unsur kerugian negara dan unsur menguntungkan orang lain sudah terang benderang, tinggal menentukan siapa yang diduga sebagai pelakunya di antara nama-nama yang ada, apakah Sdr. Efraim Fao, Elias Jo dan Paulinus Nuwa Veto, dkk. atau pihak lainnya,”kata Petrus.
Aparat Tidak Peka
Petrus mengatakan, sangat menyesalkan sikap aparat penegak hukum yang tidak peka terhadap kejahatan korupsi yang terjadi di depan mata. “Namun kita patut mengapresiasi upaya keras Sdr. Remi Konradus, S.IP dan Kuasa Hukumnya Sdr. Erlan Yusran, SH. atas kerja keras dengan hasil gemilang mendapatkan keadilan secara terhormat, yang mungkin sulit dijumpai oleh rakyat kecil lainnya di Indonesia di saat banyak hakim yang korup dan wibawa hukum sedang menghadapi kemerosotan dan keruntuhan,”katanya.
Proses tersebut memang sangat melelahkan. Namun, berhasil secara optimal dan sempurna melalui sebuah upaya hukum yang panjang dan harus dilakukan berulang-ulang oleh Erlan Yusran, Kuasa Hukum Remi Konradus, yang melawan akal bulus Efraim Fao, Bupati Nagekeo dan DPRD Nagekeo.
“Sekali lagi ini sebuah simbol kemenangan rakyat kecil melawan kekuasaan yang sewenang-wenang dan hasilnyapun sangat prestisius dicapai oleh Sdr. Remi Konradus, S.IP dan Kusa Hukumnya Sdr. Erlan Yusran, SH. kita patut mengapresiasi hasil kerja yang gemilang dan tanpa putus asa menghadapi arogansi dan kecongkakan Bupati Elias Jo dkk. karena tidak secara sukarela menyerahkan tanah atau mencari solusi damai secara adat untuk menyelesaikan secara baik dan bertanggung jawab dengan pihak Sdr. Remi Konradus, S.IP. dan keluarganya, yang sudah lama menderita kerugian secara materil dan immaterial,”katanya. Kerugian materiil juga telah dialami oleh negara/pemerintah daerah Kabupaten Nagekeo dan DPRD Nagekeo. Selain mengembalikan lahan kepada Remi Konradus, pemerintah daerah juga harus membangun kembali gedung DPRD Nagekeo. Di samping itu, penjara akan menanti mereka yang diduga sebagai pelakunya.
Petrus mengatakan, Kejaksaan dan Polres Ngada sudah membiarkan kejahatan berlarut-larut dilakukan Efraim Fao, Bupati Elias Jo dkk., yaitu sejak 2008 hingga sekarang. “Ini akibat dari model penegakan hukum di NTT yang dibuat untuk saling melindungi dan menyandera satu sama lain, dan yang tampak ke permukaan adalah sikap membangkang/ingkar terhadap tugas dan tanggung jawab utama Kepolisian dan Kejaksaan Negeri Ngada karena membiarkan kasus dugaan korupsi dan pidana umum dimaksud terlalu lama (8 tahun), tanpa proses hukum,”katanya.
“Publik patut mempertanyakan apakah ada kong kalingkong antara Bupati Elias Jo, Paulus Nuwa Veto dan Efraim Fao dengan oknum aparat penegak hukum di Kepolisian dan Kajaksaan Negeri Ngada pada waktu itu, sehingga kasus tindak pidana umum dan korupsi yang sangat menghebohkan dan menarik perhatian masyarakat Nagekeo tersebut luput dari perhatian dan kerja serius aparat penegak hukum di Bajawa,”katanya. ♦ IndonesiaSatu.co