KPK tahan Marianus Sae sampai 11 Juni 2018

♦ Tak ada tersangka OTT KPK Bebas dari Jerat Hukum

 

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Bupati (nonaktif) Ngada, Nusa Tengara Timur (NTT) Marianus Sae (MS) selama 30 hari. Hal itu seperti disampaikan juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta pada Selasa 8 Mei 2018 lalu. “Penyidik melakukan perpanjangan penahanan (MS, Red) mulai 13 Mei sampai 11 Juni 2018,” ujarnya.
Seperti diketahui, KPK telah menahan MS sejak 12 Februari 2018. Bupati dua periode ini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di NTT. Namun, kontroversi perpanjangan masa penahanan MS kini menjadi sorotan sejumlah kalangan. Para pendukung MS menyebar opini bahwa MS akan terbebas dari jerat hukum KPK.
Terkait hal itu, aktivis Antikorupsi Indonesian Corruption Watch (ICW) Emmerson Juntho menegaskan, dalam sejarahnya tidak ada seorang pun yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bisa terbebas dari jerat hukum. Begitupun bagi MS yang tertangkap oleh KPK melalui OTT. “Tidak pernah ada dalam sejarahnya, seorang pelaku utama yang terkena OTT KPK bisa bebas dari jeratan hukum KPK. Kalau sopir atau kurir yang terkait kasus itu pernah ada. Karena memang dia bukan pelaku utama,” jelas Juntho, 15 Mei 2018.
Karena, Juntho menjelaskan, tidak mungkin hanya karena masa penahanannya diperpanjang kemudian disimpulkan yang bersangkutan akan terbebas dari jerat hukum. “Kalau kenapa alasan KPK melakukan perpanjangan masa penahanan, itu domain KPK,” tandasnya. Senada disampaikan Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi yang menegaskan bahwa tidak mungkin seorang tersangka utama yang terkena OTT KPK bisa terbebas dari jeratan hukum. Karena KPK sudah pasti selektif dan detil dalam melakukan operasi.
Sehingga, lanjut Uchok, siapapun yang terkena OTT KPK jelas memiliki bukti yang kuat kalau yang bersangkutan memang terbukti melakukan pelanggaran hukum, terkena kasus korupsi atau suap. “Kalau KPK memperpanjang masa penahanan MS, bukan berarti bisa dikatakan dia akan terbebas dari jerat hukum. Bagi saya kesimpulan itu terlalu naif atau jangan-jangan memang sengaja dibangun opini seperti itu untuk kepentingan tertentu. Politik misalnya,” ulasnya.
Karena itu, Uchok menegaskan, masyarakat NTT diminta untuk lebih jernih dalam memahami opini yang berkembang. “Mana mungkin seorang pelaku utama yang terjerat OTT KPK bisa bebas? Secara logika saja itu sudah tidak mungkin,” tegasnya.
Ditambah lagi, lanjut Uchok, KPK tudak mungkin menjatuhkan kredibilitas lembaganya yang selama ini dikenal mumpuni dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. “Tidak pernah ada dalam sejarah proses hukum di Indonesia, ada tersangka yang terkena OTT KPK itu bisa bebas. Ini opini yang sengaja dibangun untuk mempengaruhi masyarakat. Saya harapkan, masyarakat NTT bisa lebih jeli dan cerdas dalam melihat persoalan ini,” pintanya. ♦ indopos.co.id