Sidang Lanjutan PT SIM vs Pemprov NTT, Penggugat Hadirkan Saksi Ahli dari UGM

Saksi ahli Dr. Hendry Julian Noor usai diperiksa dalam persidangan perkara PT SIM melawan Pemprov NTT, Selasa, 25 Juli 2023 / foto: Gorby Rumung

EXPONTT.COM, KUPANG – Penasehat Hukum (PH) PT. Sarana Investama Manggabar (PT SIM) selaku penggugat dalam kasus perdata Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bangun Guna Serah (BGS) Hotel Plago di Labuan Bajo, Manggarai Barat, oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadirkan saksi ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dalam lanjutan persidangan perkara yang digelar pada Selasa, 25 Juli 2023.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, dipimpin oleh majelis hakim ketua Florence Katerina dididampingi hakim Consilia Ina Palang Ama dan Rahmad Aries, dengan penggugat PT SIM dan tergugat I Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan tergugat II BUMD PT Flobamor.

PH dari penggugat (PT SIM, red) menghadirkan saksi ahli Dr. Hendry Julian Noor, dari Departemen Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas UGM Yogyakarta.

Baca juga: Diputus Perjanjian Kerja Secara Sepihak, PT. SIM Gugat Pemprov NTT

Dalam sidangnya, saksi ahli Dr. Hendry Julian Noor menyebut, pemerintah dalam hal melakukan perjanjian hubungan kerja menjadi subyek hukum seperti subyek hukum lainnya yang terikat pada suatu kesepakatan.

“Saya ingin menegaskan, pemerintah itu layaknya subyek hukum lainnya jika bertemu dengan perjanjian perdata yang telah mereka buat,” katanya.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus tunduk terhadap perjanjian sebagai perwujudan asas Pacta Sunt Servanda (para pihak terikat pada perjanjian).

Baca juga: Oknum Pegawai Bank NTT di Kota Kupang Jadi Tersangka Kasus Korupsi

“Mereka harus tunduk pada itu (perjanjian), melaksanakan sebagai perwujudan dari asas Pacta Sunt Servanda,” jelas Dr. Hendry usai sidang.

Lebih lanjut Dr. Hendry Noor mangatakan, dalam hal perjanjian kerja dengan pihak swasta, pemerintah seharusnya dapat melaksanakan (hubungan kerja) sesuai dengan perundang-undangan dan asas pemerintahan yang baik dan tidak menyalahgunakan kewenangan.

Dirinya menyebut, pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan pemerintah sama dengan penyalahgunaan kewenangan. “Jika banyak terjadi pemutusan hubungan sepihak oleh pemerintah maka akan banyak warga negara atau subyek hukum yang dirugikan,” ungkapnya.

Penasehat Hukum PT SIM, Khresna Guntarto, S.H., M.Kn., menyebut dalam perjanjian antara pemerintah daerah dan swasta, bukan berarti hukum administrasi yang diutamakan, tetapi hukum perjanjian harus dihormati.