EXPONTT.COM – Kuasa Hukum PT Sarana Invetama Manggabar (PT SIM), Khresna Guntarto, S.H., M.Kn., menyebut, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang digunakan tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT untuk menetapkan kliennya, Direktur PT SIM, Heri Pranyoto dan Direktur PT SWI, Lydia Chrisanty Sunaryo sebagai tersangka merupakan sebuah panzaliman terhadap investor.
Direktur PT SIM, Heri Pranyoto dan Direktur PT SWI, Lydia Chrisanty Sunaryo ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dalam pemanfaatan aset Pemprov NTT berupa tanah seluas 31.670 m2 yang terletak di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, yang di atasnya telah dibangun Hotel Plago dengan kerugian keuangan negara Rp8,5 miliar.
Khresna menyebut auditor BPKP mengacu pada appraisal soal kontribusi dimana penilaiannya dilakukan tahun 2022.
Menurut Khresna Guntarto, audit yang dilakukan BPKP NTT seharusnya mengacu pada Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang disepakati tahun 2014 yang saat itu juga sudah diniliai Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) yang juga menentukan nilai kontribusi bagi daerah.
Dirinya menyebut kerugian negara Rp8,5 miliar lebih yang menjadi alasan penetapan kliennya tidak dapat dibenarkan untuk digunakan.
“(Audit, red) menggunakan keadaan nilai tanah di tahun 2022 juga, ketemu nilai kontribusi yakni Rp1,5 miliar per tahun. Terus ditarik mundur ke belakang dari tahun 2014, ketemulah angka Rp8,5 miliar kerugian negaraa. Wah ini zalim. Nilai formula di PKS sudah dinilai BPAD juga di tahun tersebut dengan formula yang ada saat itu,” jelasnya.
Baca juga: Sanggah Dugaan Jaksa, Kuasa Hukum PT SIM Sebut Penyidik Kejati NTT Sesat
Selain itu, lanjut Khresna, kerugian negara yang ditaksir itu tidak dipertemukan dengan bangunan hotel yang sudah dibangun.
“Kami membangun mencapai kurang lebih Rp25 miliar. Jika diperjumpakan (dengan hasil audit BPKP NTT) tetap saja tidak akan ada kerugian keuangan negara atau daerah,” tambahnya.
Dirinya mengaku kecewa karena PT SIM dikriminlisasi atas investasi yang dilakukan dan menyebut ini sebagai bentuk tidak adanya kepastian hukum bagi investor di Indonesia.
“Ada juga orang ambil duit negara atau daerah yang dipidana. Ini Orang keluar duit untuk membangun daerah malah dipidana. Wah kacau! Tidak ada kepastian hukum bagi investor! Bagaimana nasib investor Build, Operation and Transfer (BOT) yang lain. Rentan dikriminalisasi!” tegasnya.♦gor
Baca juga: Direktur PT SIM Ditetapkan Jadi Tersangka, Kuasa Hukum Bersurat Ke Kejagung
Ikuti berita dari EXPONTT.com di Google News