EXPONTT.COM – Kuasa hukum PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) dan PT Sarana Wisata Internusa (PT SWI), Khresna Guntarto, menyebut, kriminalisasi terhadap kliennya terkait kerja sama bangun guna serah (BGS) dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan preseden buruk terhadap iklim investasi di Indonesia.
“Padahal, Pemerintahan Republik Indonesia di bawah naungan Yang Mulia Presiden Jokowi telah mengamanatkan agar investor diberikan jaminan kepastian hukum dalam berusaha,” kata Khresna, Selasa, 14 November 2023.
Dirinya menyebut semangat pemerintah pusat di dunia investasi tidak sejalan dengan kebijakan kriminalisasi yang dilakukan Pemprov NTT di bawah naungan Gubernur Viktor Laiskodat, Kejati NTT dan BPKP NTT terhadap PT SIM.
Baca juga: Menang Lawan Pemprov NTT, Kuasa Hukum PT SIM Harap Putusan Perdata Buka Wawasan Penyidik Kejaksaan
“Apalagi PT SIM dipecat dan diusir pada saat baru melaksanakan operasional selama 6 bulan dan terjadi pada saat pandemi covid-19, yang seharusnya pemerintah daerah memberikan kebijakan stimulus, relaksasi dan pemakluman terhadap keinginan gubernur untuk menaikkan nilai kontribusi mitra kerja sama swasta,” ungkapnya.
Menurut Khresna, kepastian hukum seharusnya dijaga sehubungan dengan janji jangka waktu yang ditawarkan dalam Kontrak Resmi pihak Pemerintah kepada swasta.
Sebab, jika tidak dihormati jangka waktu perjanjiannya, dengan cara memecat, mengusir dan mengkriminalisasi, maka hal tersebut merupakan wujud ketidakpastian hukum.
Baca juga: Sidang Putusan Hotel Plago Labuan Bajo, PT SIM Menang Lawan Pemprov NTT
Terutama saat ini pemerintah pusat rajin menawarkan investasi kepada para pengusaha untuk berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang dijanjikan mendapatkan konsesi hingga mencapai lebih dari 100 tahun.
Maka, pemberian janji tersebut harus konsisten kepada para pengusaha atau pihak swasta dimanapun. Apalagi jangan sampai menggunakan aparatur penegak hukum untuk mencari-cari kesalahan dalam proses investasi, yang sesungguhnya merupakan ranah hukum perdata.
“Para investor seyogyanya pasti berkorban uang dan menempuh risiko rugi. Tapi bukan risiko penjara dan malah masuk penjara,” imbuhnya.
Baca juga: Setahun Tak Terima Gaji, Enny Anggrek Tetap Jalankan Tugas Sebagai Ketua DPRD Alor
Dirinya beepandangan, bila kriminalisasi investor dibiarkan terus menerus, pertumbuhan investasi di negara Indonesia khususnya Provinsi NTT akan terganggu dan orang akan takut dengan ancaman kriminalisasi saat berinvestasi dengan Pemerintah.
Kriminalisasi menjadi cara untuk menakikan pendapatan daerah sebagaimana upaya tersebut dilakukan terkait Hypermart di Kupang, NTT yang dilakukan Penyidikan Perkara Tipikor. Namun, setelah dibayar kerugian keuangan negara yang telah ditetapkan, Penyidik Kejati NTT menghentikan perkaranya dengan alasan merupakan perkara perdata.
“Bila sejak semula merupakan persoalan perdata, seharusnya tidak perlu ada upaya penyidikan. Sebab, Kejaksaan sendiri memiliki bagian Perdata dan Tata Usaha Negara untuk memulihkan hak Pemerintah jika dirasakan terjadi kerugian yang bersifat keperdataan dan administratif,” pungkasnya.♦gor
Baca juga: Sidang Putusan Hotel Plago Labuan Bajo, PT SIM Menang Lawan Pemprov NTT