Pengembalian Uang “Kelebihan Bayar” Tunjangan DPRD Kota Kupang Tak Hilangkan Unsur Pidana Korupsi 

Asisten Intelijen Kejati NTT, Bambang Dwi Murcolono, Asisten Administrasi Umum Setda Kota Kupang, Yanuar Dally dan Sekwan Rita Haryani saat pengembalian uang kelebihan tunjangan DPRD Kota Kupang, 27 Agustus 2024 lalu / foto: dok. Kejati NTT

EXPONTT.COM, KUPANG – Pengamat hukum dari Universitas Widya Mandira (UNWIRA) Kupang, Mikhael Feka, S.H., M.H., mengatakan, pengembalian uang tidak secara otomatis menghilangkan unsur pidana korupsi, namun hanya menjadi faktor meringankan dalam peradilan.

Hal tersebut ia sampaikan menanggapi kasus “kelebihan bayar” tunjangan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang yang saat ini masih dalam proses pengembalian ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut Mikhael Feka, kasus “kelebihan bayar” tunjangan hingga Rp5,8 miliar lebih ini bisa dikategorikan sebagai korupsi apabila memenuhi sejumlah unsur, diantaranya, Unsur Melawan Hukum; Unsur Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain; dan Unsur Kerugian Keuangan Negara.

Baca juga:  Dinas Sosial Provinsi NTT Pastikan Warga Terdampak Bencana Hidrologi Dapat Bantuan

“Jika ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka perbuatan tersebut bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,” ujar Mikhael Feka, Minggu, 8 September 2024.

Ahli Hukum Pidana UNWIRA Kupang, Mikhael Feka / foto: istimewa

Mikhael Feka berpandangan, ada indikasi jika dalam kasus “kelebihan bayar” tunjangan tersebut memenuhi unsur-unsur korupsi. Namun hal tersebut harus didalami lebih lanjut oleh Kejati NTT.

“Namun harus didalami lebih lanjut oleh penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi NTT,” ujar ahli hukum pidana UNWIRA ini.

Dirinya juga mengkritisi, penggunaan istilah “kelebihan bayar” yang dinilianya terkesan administratif. “Kurang tepat jika terdapat unsur kesengajaan dalam pelanggaran tersebut. Seharusnya istilah yang digunakan mencerminkan niat dan perbuatan melawan hukum, bukan sekadar “kelebihan bayar” yang terkesan administratif,” jelasnya.

Baca juga:  PON 2028 NTT-NTB: 22 Cabor Dipertandingkan di NTT, Ini Kabupaten Venue Pertandingan

Dalam perspektif hukum pidana, jelas Mikhael, niat melanggar hukum sudah muncul sejak tunjangan diberikan dengan dasar Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 39 Tahun 2022.

“Pengembalian uang dapat dianggap sebagai faktor yang meringankan (extenuating circumstances) dalam proses peradilan, tetapi tidak menghilangkan unsur pidana jika memang terbukti terjadi korupsi,” jelasnya.

Terkait penjelasan tersebut, Mikhael Feka meminta Kejati NTT untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam mengenai adanya niat melawan hukum dan potensi kerugian negara dengan juga melibatkan auditor independen untuk menilai kerugian negara secara objektif.

Baca juga:  Ikhsan Darwis Soroti Persoalan Sampah dan Banjir di Kelurahan Oesapa

“Dengan mempertimbangkan semua aspek tersebut, Kejati NTT dapat menentukan langkah hukum yang tepat untuk menangani kasus ini secara adil dan transparan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Mikhael Feka mengatakan jika kasus ini terbukti adalah korupsi, anggota DPRD Kota Kupang sebagai penerima tunjangan dan pengelola keuangan, dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat dalam proses penganggaran, persetujuan dan pencairan tunjangan tersebut harus bertanggung jawab.

Sudah Dikembalikan Rp.1,2 Miliar