Kekalahan Pemda Nagekeo Pada Sengketa Lahan Gedung DPRD Dinilai Menjadi Batu Sandungan Bagi Bupati Elias Djo

KEKALAHAN Pemda Nagekeo Pada Sengketa Lahan Gedung DPRD Dinilai Menjadi Batu Sandungan Bagi Bupati Elias Djo untuk kembali memengangkan putaran Pilkada 2018 mendatang. Keputusan PEMDA Nagekeo untuk membangun gedung DPRD ditanah milik masyarakat adat Lape yang telah diserahkan kepada Konradus Remi yang kemudian berdasarkan keputusan MA dimenangkan oleh ahli waris hingga menyebabkan kerugian negara senilai 10.3 Miliar dinilai menjadi batu sandungan bagi Bupati Elias Djo untuk kembali memenangkan putaran pilkada serentak 2018 yang juga diselenggarakan dibeberapa daerah di Indonesia. PEMDA dianggap lalai hingga membuat negara harus mengalami kerugian dengan jumlah yang sangat fantastis untuk sebuah kabupaten yang sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat kecil kepada APBD hingga ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat sangat besar.
Keputusan hukum tetap telah dimenangkan oleh ahli waris yang dalam hal ini adalah Konradus Remi sehingga jika gedung DPRD dieksekusi maka mau tidak mau para pengambil keputusan yakni Bupati Elias Djo dan jajarannya harus bertanggung jawab terhadap kerugian keuangan negara.
Nagekeo sebenarnya bukanlah daerah yang miskin dan terbelakang namun yang ada hanyalah Nagekeo yang tidak dikelola dengan baik. Bupati Elias Djo telah memastikan diri untuk kembali bertarung dalam Pilkada Nagekeo 2018 namun masyarakat menilai bahwa sengketa lahan gedung DPRD yang hingga kini tak kunjung dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Bajawa akan menjadi pertimbangan tersendiri masyarakat untuk tidak lagi memberikan kepercayaan mereka terhadapnya dalam memimpin Nagekeo untuk periode 2018 – 2023 nanti. Sengketa lahan gedung DPRD hingga pembangunan gedung tersebut mangkrak tentu saja menjadi tanggung jawab yang sedemikian besar yang harus dipikul oleh para pengambil keputusan dan untuk saat ini masyarakat Nagekeo menilai bahwa PEMDA dibawah kepemimpinan Bupati Elias Djo tidak merealisasikan anggaran secara baik bahkan tidak tepat sasaran.
Forum Pemuda Adat Lape, Kabupaten Nagakeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 6 April 2017 dan 25 April 2017 mendatangi gedung KPK di Jakarta untuk melaporkan Bupati Nagakeo, Elias Djo agar diperiksa oleh KPK perihal mangkraknya pembangunan Gedung DPRD Kabupaten Nagakeo yang terletak di Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Nagakeo, NTT. Laporan ini dibuat karena sebelumnya Kejaksaan Negeri Bajawa tidak menindak lanjuti apa yang dilaporkan oleh masyarakat adat Lape sebab patut diduga adanya kolusi dan korupsi karena sejak awal lahan gedung itu bersengketa, Bupati Nagakeo, Elias Djo, tetap saja membayar kepada orang yang bukan pemilik lahan hingga menginstruksikan kontraktor untuk melaksanakan pembangunan gedung DPRD yang kini menjadi rumah “uji nyali” bagi warga yang tinggal dikota Mbay.

Selesai 2017
Diwartakan sebelumnya,Kepala Kejaksaan Negeri Bajawa, Raharjo Budi Kisnanto menargetkan penanganan kasus dugaan tindak pidana Korupsi Pembangunan Kantor DPRD di Kabupaten Nagekeo tahun 2017 bisa diselesaikan tahun ini. Hingga kini kasus tersebut sudah dalam tahapan penyidikan. Sejumlah saksi telah diperiksa Kejari dan tinggal menunggu hasil Audit dari BPKP Perwakilan NTT.
“Terkait siapa-siapa yang yang telah diperiksa dan berapa banyak yang sudah diperiksa saya tidak hafal. Pokoknya kasus pembangunan kantor DPRD Nagekeo tetap berjalan, saat ini kita tinggal menunggu hasil audit BPKP perwakilan NTT. Target kita tahun ini bisa selesai,” tegas Kisnanto kepada Voxntt.com pada Sabtu 6 Mei 2017. Dijelaskan masalah pengadaan lahan pada tahun 2017 yang mengakibatkan terbengkelainya bangunan tersebut. Kasus ini merupakan sengketa antara pemda Nagekeo dengan pemilik tanah dan sudah sampai ke Makamah Agung (MA). Dalam putusan MA, Pemda Nagekeo kalah dan dimenangkan oleh pemilik lahan, Konradus Remi. Hal tersebut, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 10 miliar lebih karena bangunan didirikan di atas lahan yang bukan milik Pemda. Keputusan MA telah menyatakan menang bagi pihak penggugat. Akibatnya bangunan miliaran rupiah itu menjadi mubazir karena tidak terpakai. Untuk diketahui Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bajawa menolak permintaan konsignasi Pemerintah Daerah (Pemda) Nagekeo atas perkara pembangunan kantor DPRD. Konsignasi atau consignatie adalah penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1404. Kantor DPRD Nagekeo dibangun di atas lahan dengan luas sekitar satu hektar lebih dengan besaran anggaran diduga mencapai sepuluh miliar rupiah dari APBD II. Sementara permintaan eksekusi lahan oleh pihak pemenang perkara, PN Bajawa hingga kini masih menunggu izin MA. Hal ini tentu saja sesuai surat permohonan PN Bajawa yang sudah dilayangkan ke MA. ♦ voxntt.com