Tinggal Serumah Pasca Badai, Tiga Keluarga di Kabupaten Kupang Kesulitan Peroleh Makanan

Warga Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Marselina Fanggidae Dethan dan Fransiska Foenay.

Tiga Keluarga di Kabupaten Kupang Tinggal Serumah Pasca Badai, Tidak Ada Yang Bisa Dimakan

EXPONTT- Marselina Fanggidae Dethan (63), Fransiska Foenay (40) dan Desi Pian Rais (36) terpaksa harus tinggal dalam satu rumah pasca bencana badai seroja yang menerjang wilayah NTT beberapa waktu lalu.

Tiga keluarga ini sebelumnya tinggal di RT 02/RW 01, Dusun 1, Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang tinggal di rumah milik Fransiska di pinggir jalan utama Jalan Timor Raya yang tidak terendam lumpur.

Sejak bencana melanda, mereka tidak memiliki apa-apa untuk dimakan karena semua bahan makanan telah disapu bersih banjir.

Ketiganya bahkan tak memiliki cukup uang sehingga harus patungan untuk bisa membeli beras.

“Kemarin baru ada yang datang bawa nasi bungkus untuk kami makan. Kami lapar, tapi kami diam-diam saja, bukan hanya kami di sini yang lapar tapi semua orang ada lapar,” ungkap Fransiska, Kamis 8 April 2021 dikutip dari pos-kupang.com.

Baca juga:  Penjabat Wali Kota Kupang Ajak Pegawai Amalkan Pancasila Wujudkan Indonesia Emas 2045

Beras yang dibeli hanya dua kilo sementara di rumah ada 15 orang.

Baca juga: BBM di NTT Langka Pasca Bencana Alam, Warga Kota Kupang dan Lembata Rela Antri Panjang di SPBU

“Tapi (beras) hanya dua kilo saja, sementara kami di dalam rumah ada 15 orang jadi tidak cukup tapi kami utamakan anak-anak makan, biar kami sedikit-sedikit,” ujar Fransiska sambil berlinang air mata.

Fransiska mengisahkan, ketika badai mulai menerjang, air laut saat itu sudah mulai naik ke pemukiman dan bertemu dengan banjir dari arah jalan. Fransiska pun berpesan kepada anak pertamanya untuk menyelamatkan adik-adiknya terlebih dahulu.

Baca juga:  Penjabat Wali Kota Kupang Ajak Pegawai Amalkan Pancasila Wujudkan Indonesia Emas 2045

Ia menunjuk beberapa jerigen kosong yang diberikan sang suami saat banjir melanda agar keluarga tidak tenggelam dalam banjir.

“Saya hanya pesan untuk anak pertama, kalau terjadi apa-apa, jangan peduli dengan kami (orangtua), yang penting jaga adik-adik jadi kamu tiga selamat,” kenangnya.

Sejak badai melanda, sinyal dan listrik di daerah tersebut juga ikut hilang sehingga mereka kesulitan menghubungi keluarga di Kupang.

Rumah Marselina yang letaknya lebih jauh kedalam masih terendam lumpur setinggi paha orang dewasa.

“Mau kami bersihkan juga sama saja, karena kalau di dalam sudah bersih tapi di luar semua lumpur tinggi begini pasti keluar masuk tetap lumpur juga,” ujarnya.

Baca juga:  Penjabat Wali Kota Kupang Ajak Pegawai Amalkan Pancasila Wujudkan Indonesia Emas 2045

Baca juga: Sempat Hilang 7 Jam, Kisah Bocah Satu Tahun Selamat dari Banjir Bandang di Adonara

Marselina sendiri tidak membawa apa – apa dari rumahnya selain pakaian di badan.

Air di sumur yang biasa digunakan untuk keperluan sehari – haripun tidak bisa digunakan karena sangat kotor.

“Ini ada sumur tapi kami pakai mandi saja tidak bisa, badan gatal semua,” terangnya.

Bahkan semua peralatan mandinya di rumah hanyut terbawa banjir.

“Ember, gayung tidak ada. Air (banjir) bawa semua. Kalau ada air juga kami mau timba pakai apa,” ujarnya.

Meski begitu, mereka mengaku bersyukur, masih bisa bertahan hidup hingga saat ini, meskipun kekurangan makanan dan sering kelaparan karena tidak setiap hari mendapatkan bantuan makanan.

“Kalau orang kasih, biar sedikit – sedikit yang penting kita semua bisa makan,” tukasnya. ♦ pos-kupang.com