Hari Ini Dalam Sejarah: Chairil Anwar Dan Hari Puisi Nasional

chairil anwar

EXPONTT.COM – Penentuan Hari Puisi Nasional yang diperingati setiap tanggal 28 April sangat erat kaitannya dengan kepergian Chairil Anwar.

Chairil Anwar adalah seorang penyair terkemuka Indonesia. Lahir pada tanggal 22 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara. Ia dijuluki “Si Binatang Jalang” yang diambil dari karyanya yang berjudul “Aku”. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan ’45 sekaligus puisi modern Indonesia.

Chairil mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah. Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.

 dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Orang tua Chairil Anwar berasal dari Payakumbuh. Ayahnya bernama Teoloes bin Haji Manan yang bekerja sebagai ambtenar pada zaman Belanda dan menjadi Bupati Rengat pada zaman Republik tahun 1948. Ibunya bernama Saleha yang dipanggil sebagai Mak Leha. Ketika dikawini oleh Toeloes, Mak Leha itu janda beranak satu.

Chairil Anwar dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis. Orang tuanya bercerai, dan ayahnya menikah  lagi. Ia merupakan anak satu-satunya.

Setelah perceraian kedua orangtuanya, Chairil yang saat itu berumur 19 tahun pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1940, disaat ituah dia mulai menggeluti dunia sastra.

Baca juga: Dugaan Awal Karamnya Kapal Selam KRI Nanggala-402, TNI AL Sebut Bukan Human Error

Chairil Anwar mempublikasikan karya pertamanya pada tahun 1942, sejak saat itu Chairil terus menulis.

Karya-karyanya menyangkut berbagai tema, dari pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme hingga multi-interpretasi.

Meskipun tidak menyelesaikan sekolahnya, Chairil menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil.

Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya. Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta pisah.

Baca juga: Minta BPKP Audit Dana Bantuan Seroja, Viktor Laiskodat: ‘Yang Makan Uang Bencana Tempatnya di Neraka’

Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda. Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.

Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi umur yang singkat itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia.

Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”

♦sajakchairil

Baca juga: Hari Ini Dalam Sejarah: Akhir Dari Pemimpin Fasis Italia, Benito Mussolini