Selain menuntut Soeharto mundur, mereka juga meminta anggota dewan tidak meninggalkan gedung agar Sidang Istimewa bisa dilakukan secepatnya.
Pada 21 Mei 1998 di hadapan para wartawan media seluruh dunia, Soeharto mengumumkan mundur sebagai presiden. Wakilnya, B.J Habbibie, langsung dilantik menjadi presiden RI yang ketiga.
Akhir sebuah kediktatoran yang kejam dan congkak berakhir secara dramatis. Di jalan-jalan dan di gedung DPR, rakyat meluapkan kegembiraan dengan berbagai ekspresi. Sebuah fase baru dimulai, perjalanan transisi sebuah bangsa menuju demokrasi.
Beberapa hari jelang mundurnya Soeharto, belasan menterinya sudah terlebih dulu mengundurkan diri. Soeharto tampak merasa dirinya dipermalukan di hadapan seluruh bangsa Indonesia dan dunia internasional.
Baca juga: Sejarah Hari Buku Nasional, Diperingati Sejak 2002
Selesai Soeharto menyatakan diri berhenti jadi Presiden RI, protokol istana menyerahkan map kepada Habibie dan diminta membacakan sumpah dan kewajibannya sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto.
Habibi dalam memoarnya menuturkan, “Semuanya berlangsung cepat dan lancar. Pak Harto memberi salam kepada semua yang hadir termasuk saya. Tanpa senyum maupun sepatah kata, ia [lalu] meninggalkan ruang upacara.”
Seoharto lalu meninggalkan istana dengan didampingi putri sulungnya, Siti Hardiyanti Rukmana. Ia tidak naik mobil sedan yang biasa digunakannya, namun menaiki mobil jeep bermerek Mercedes-Benz dan pulang ke rumahnya di Jalan Cendana.
Soeharto pun kembali jadi orang biasa dan menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang tetap kaya di tengah banyaknya tuntutan hukum atas dirinya.
Baca juga: Hari Ini Dalam Sejarah: Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, Begini Kronologinya
♦tirto.id