38 Wartawan Asal NTT di Bali Minta Menteri Pendidikan Dicopot

SEBANYAK 38 wartawan asal NTT yang tergabung dalam Komunitas Pena NTT Bali, mengutuk keras pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, atas pernyataannya yang dimuat di Koran Jawa Pos tertanggal 4 Desember 2017.
Dalam pernyataan resmi itu, Mendikbud menyebut pernyataannya itu setelah melihat laporan Program for International Students Assesement (PISA) saat pertemuan di UNESCO November lalu. Survei PISA menyebutkan bahwa kualitas pendidikan RI masuk ranking paling bawah. Lalu Mendikbud menyebut, jika sample dari survey itu adalah siswa-siswi asal NTT. Dalam berita itu ada kutipan langsung “Saya kuatir yang dijadikan sample Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua”. Ketua Pena NTT Bali, Emanuel Dewata Oja mengatakan, kalimat langsung ini sejatinya terbentuk dari mindset seorang menteri bahwa orang dari NTT itu bodoh semua. “Pernyataan telah melukai hati orang NTT, bukan hanya ada di NTT, tetapi melukai hari orang NTT yang ada di seluruh Indonesia dan bahkan seluruh dunia,” kata Emanuel Dewata Oja di Denpasar, Selasa 5 Desember 2017.
Sebagai seorang menteri dan apalagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kata Emanuel Dewata Oja, seharusnya pernyataan seperti itu tidak perlu disampaikan di depan publik tanpa data yang benar. Apakah benar bahwa PISA melakukan survei di NTT, ataukah surveinya dari berbagai daerah di Indonesia?. Ini menjadi pertanyaan besar karena seorang menteri menyampaikan data PISA secara tidak jelas. “Kami sangat terluka dengan pernyataan itu dan meminta agar Pak Menteri yang terhormat segera mengklarifikasinya,” kata Emanuel Dewata Oja.
Menurut Emanuel Dewata Oja, masyarakat NTT yang ada di Bali mengutuk keras pernyataan menteri dan meminta agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy meminta maaf terhadap rakyat NTT. “Menteri itu sudah melakukan hal yang tidak etis. Kami meminta agar Bapa Presiden segera mengambil tindakan tegas terhadap menteri tersebut. Dan kalau bisa langsung dicopot karena melukai masyarakat NTT dan dunia pendidikan NTT,” ujar Pemred Harian Lokal Fajar Bali tersebut.
Pengurus inti Pena NTT lainnya, Ambros Boli Berani mengatakan, memang benar secara kuantitatif mutu pendidikan NTT masih rendah. Namun secara kualitatif, banyak juga orang NTT yang menduduki posisi penting di negeri ini.
“Banyak menteri dari zaman ke zaman juga diisi orang NTT. Sebut saja nama-nama seperti Frans Seda (Mantan Menteri Perkebunan dan Dubes Belgia era Soekarno hingga Soeharto), Sony Keraf (Menteri Lingkungan Hidup era Megawati), Adrianus Mooy (Gubernur Bank Indonesia era Soeharto), Jakob Nuwa Wea (Menakertrans era Megawati), Saleh Husin (Mantan Menteri Perindustrian era Jokowi), Nafsiah Mboy (Menteri Kesehatan era SBY) Belum lagi beberapa staf ahli seperti Komjen (Purn.) Gories Mere. Orang ini berjasa dalam pemberantasan terorime di Indonesia. Banyak lagi orang NTT yang berjasa di negeri ini yang namanya tidak dikenal,” ujar wartawan senior televisi asing tersebut.
Ambros Boli Berani juga menyebut bahwa, banyak juga guru besar, profesor, yang mengabdi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Banyak juga tokoh pers dan pemimpin redaksi di berbagai media di Indonesia. Pengurus senior Pena NTT, Apolo Daton mencurigai jika Menteri Muhadjir Effendy tidak mempertimbangkan apa yang diucapkannya. “Kalau Pak Muhadjir mengatakan orang NTT itu bodoh, itu ibarat membuang ludah ke langit dan menepuk air di dulang. Toh Pak Muhadjir adalah seorang menteri. Kalau orang NTT itu bodoh, menteri juga harus dievaluasi. Ini tanggungjawab siapa. Menteri Pendidikan yang bertanggungjawab terhadap kualitas pendidikan di NTT,” ujar Apolo Daton. Apolo Daton menduga jika kemiskinan dan kebodohan NTT menjadi bahasa proposal lalu dijadikan bahan untuk bargaining di tingkat nasional dan dunia. “Saya kecewa seorang Muhadjir Effendy yang saya anggap sebagai tokoh pendidikan justeru mendiskriminasi pendidikan NTT. Jadi Menteri ini harus dicopot,” ujar Apolo Daton. ♦ medyasurya.com