Pemerintah Kota Kupang dibawah pimpinan Jonas Salean sebagai Walikota rupanya tidak ingin kehilangan muka lantaran Kota Kupang sebagai Ibukota Provinsi NTT masih mempunyai warga yang memiliki rumah yang tidak layak huni. Terbukti, dana sebesar Rp2,5 miliar yang bersumber dari APBD Kota Kupang dikucurkan tahun ini guna memperbaiki 100 rumah yang dinilai tidak layak huni.
“Tahun ini Pemerintah Kota Kupang lewat Dinas Sosial mengalokasikan anggaran sebesar Rp2,5 miliar untuk 100 rumah. Masing-masing kepala keluarga (KK) yang rumahnya akan direhab akan mendapat dana Rp25 juta. Dana ini bersumber dari APBD Kota Kupang,” kata Kepala Dinas Sosial Kota Kupang, Joice Kansil, Selasa, 15 Maret saat memberikan laporan pada rapat koordinasi raskin, peluncuran raskin dan rehabilitasi rumah tidak layak huni dan lantainisasi di ruang Sasando Kantor Walikota Kupang.
Joice Kansil menjelaskan, rujukan kriteria rehabilitasi social rumah tidak layak huni (RS- RTLH) adalah kriteria yang telah ditetapkan Kementerian Sosial RI. Salah satu kriteria utamanya yakni, warga penerima RS-RTLH harus memiliki sertipikat ha katas tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional. Dari 51 kelurahan yang ada, kata Joice Kansil, baru 43 kelurahan yang memasukkan berkas dan data terkait rehabilitasi rumah tidak layak huni ini. Sementara 7 kelurahan tidak mengirimkan berkas sama sekali. Satu kelurahan yakni kelurahan LLBK memberikan surat pernyataan tidak mempunyai rumah yang masuk kategori rumah tidak layak huni. “Dari 43 Kelurahan yang sudah memasukkan berkas, hanya ada 9 Kelurahan yang datanya lengkap sedangkan 34 kelurahan yang lain datanya tidak lengkap,” beber Kansil. Dia menambahkan, tahun ini Dinas yang dipimpinnya juga telah mengaloikasikan anggaran lantainisasi rumah sebesar Rp2,5 juta per rumah peserta program keluarga harapan dengan total anggarannya sebesar Rp1 miliar.
Sementara itu salah seorang warga Kota Kupang, Ibu Be’i meminta agar Pemerintah tidak tebang pilih dalam menetapkan rumah yang akan direhabilitasi. Jika Pemerintah jeli maka bisa dirasakan kalau bantuan perbaikan rumah ini ada yang tidak tepat sasaran.
“Tiap tahun bantuan rehab rumah ini ada. Bahkan ada dari Pusat juga tapi jumlah rumah yang mau dirahab tidak berkurang tiap tahun sehingga ini berarti harus di cek baik-baik karena pasti ada yang rumah masih layak huni tapi dipaksa untuk direhab. Pemerintah harus turun data langsung ke lapangan, jangan pakai data lama,” kata Ibu Be’i warga Jalan Nangka ini. Dia menambahkan, kriteria rumah yang mau direhab juga harus dipertegas sehingga tidak menimbulkan kecemburuan warga lainnya. ♦ epo
Walikota Gelontor Rp 2,5 Miliar Buat Rehab 100 Rumah Tidak Layak Huni
