♦ Tedy Tanonef Membangun Pantai Ini sejak 1990-an, Jasahnya Dilupakan
EXPONTT.COM – Dulu warga Kota Kupang mengenal pantai Lai-lai Besi Kopan atau LLBK sebagai pantai yang kumuh tempat warga Kota Kupang membuang sampah.
Namun seorang Tedy Tanonef sekembali dari merantau di Australia, Tedy mengaku dipanggil Wali Kota Kupang almarhum SK Lerik sekitar tahun 1988. Dalam benak Tedy melihat pantai LLBK berpotensi menjadi pantai wisata rekreasi bahari.
Di situ ada monument bangunan dermaga Belanda sejak sekitar tahun 1950-an. Kerangka dermaga masih ada sampai saat ini. Semacam bukti sejarah yang tidak bisa dihilangkan manusia sebagai simbol bangunan sebuah dermaga sangat kukuh.
Dengan semangat yang membara, program pertama Tedy adalah membangun restoran pada lokasi hotelnya saat ini dengan berbagai menu kesukaan turis manca Negara. Restoran Tedy memang hanya melayani turis manca Negara.
Ada juga pengunjung lokal terutama para pejabat. Dalam obrolan singkat dengan expontt.com, Minggu 20 Februari 2022, Tedy mengaku kagum atas upaya keras Wali Kota Kupang saat ini Jefri Riwu Kore.
“Pak Jefri sudah merubah pantai ini, menjadi pantai wisata internasional setara Paris atau pusat wisata Maliobolo Jogjakarta. Tetapi masih banyak kelemahan dalam rencana pembangunan objek wisata ini yang menelan dana Rp 400 miliar. Ada kelebihan, tetapi masih banyak kekurangan dan saya bisa buktikan,” jelas Tedy.
Sekitar tahun 1990-an Tedys yang juga perintis moda angkutan kota Kupang berupa bus kota dan taksi ini mulai menguruk sebagian dari pantai ini dan menanam sejumlah pohon kelapa.
Tetapi Tedy harus menelan pil pahit, menelan pahit poltik ketika dua pasang calon Wali Kota Daniel Adoe beradu dengan Jonas Salean. Tedy waktu itu harus bersaing juga dengan lawan bisnisnya bernama Aci Hoa. Aci Hoa, kata Tedy mendukung dan Adoe sedang dirinya mendukung Jonas Salean.” Pada pemilihan Wali Kota Daniel Adoe yang menang.
Waktu itu Aci Hoa memang mendukung penuh termasuk ribuan nasi bungkus saat kampanye. Akhir tanah yang saya uruk dengan keringat darah dan sudah saya gunakan sebagai restoran dengan banyak tamu manca Negara beralih tangan ke Aci Hoa.
Kini bangunan ini sudah berubah dan pohon kelapa sudah dihilangkan. Saya sedih tetapi mau bilang apa. Namanya politik. Saya kurang tahu tetapi bangunan ini sangat menggaggu bangunan squar mentereng dan indah bersebelahan. Wali Kota mesti cek masa kontraknya sampai kapan sehingga pemerintah kota bisa mengambilnya kembali dan dikelolah lebih bagus,’ itulah sekilas kisah Tedy menjawab expontt.com.
Tedy berpendapat bahwa upaya Wali Kota membangun pantai LLBK sudah betul dalam rangka merubah wajah Kota Kupang tetapi belum lengkap dan menggusur potensi lokal, yaitu orang-orang semau yang biasa jual manga dan atau madu semau harus digusur. Mereka, kata Tedy, harus diakomodir.
“Patung yang dibangun juga keliru seharusnya patung harus dari tokoh Helong sehingga serasi. Tetapi itu konsep mungkin benar di mata Wali Kota. Kedua jalan sekitar LLBK pantai yang hanya berapa meter sangat dikeluhkan pemakai jalan karena menggunakan batu pecah dan tajam sehingga ibu-ibu pemakai sepatu hack tinggi tidak nyaman, dan disaat hujan air tergenang karena tidak meresap. Saya usulkan supaya dirubah dengan tegel. Ada tegel khusus yang pas memperindah dan enak bagi pejalan kaki. Jalan menuju pantai LLBK seharusnya ditutup. Sehingga Wali Kota bisa membangun gedung parkir bertingkat di gedung bekas Tionghoa yang kini semacam jadi gedung jin buang anak. Tidak percaya silahkan dicek. Dan konsep ini bisa dilanjutkan kalau Jefri Riwu Kore dipilih lagi pada Pilkada nanti. Sehingga bisa melanjutkan rencana dan konsep besar ini. Tedy mengkritik Wali Kota yang konon mendatangi pohon tuak dari luar padahal di Kota Kupang ada banyak. Ya tetapi mau bilang apa sudah terjadi.”
Pantai LLBK sangat dikenal luas wisatawan manca Negara, karena hampir setiap bulan Tedy menyelenggara acara di pantai ini. Sehingga pantai ini dikenal luas di manca Negara sebagai Teddy’s Beach Kupang. Pak Wali bisa buktikan dengan membuka di google. Sangat banyak. Wisatawan luar mengenal dengan nama ini, bukan pantai LLBK yang dikenal sebagai nama kelurahan.
Tedy juga menyarankan agar Wali Kota melalui dinas pariwisata melatih guide, petunjuk pariwisata yang lancar bahasa Inggeris dan memahami objek wisata, bisa menjelaskan detail potensi wisata di pantai ini. Saya walau punya mobil senang juga kalau jalan yang sudah dibangun menggunakan batu pecah ditutup sehingga pengunjung tidak merasa terganggu. Itu sebabnya saya bilang belum lengkap. Saya tidak pernah bertemu Wali Kota sejak rencana pembangunan ini. Susah ketemu beliau,” tegas Tedy.
Diakui Tedy, Wali Kota Kupang, Dr. Jefri Riwu Kore sudah membuktikan janjinya menata kawasan pantai Lai-lai Besi Koepan (LLBK) di Kecamatan Kota Lama.
Kawasan Kota Tua ini bakalan jadi objek wisata sejarah sekaligus wisata kuliner favorit masyarakat Kota Kupang. Bangunan ini dimulai sejak Desember 2021.
Bahwa masih banyak kekurangan atau kelebihan seorang Wali Kota, tegas Tedy sudah membuat wajah Kota Kupang berubah.” Kita harapkan Pak Jeri Riwu Kore bisa terpilih kedua kalinya sehingga bisa melanjutkan seperti yang saya sarankan tadi,” saran Tedy yang sudah berpengalam mengelolah objek wisata di Australia bekerjasama dengan Wali Kota Darwin, Pert mau kota lainnya di Australia.
Namun karena Almahum SK Lerik memanggil, Tedy harus kembali ke Kupang.
Terkait atap bangunan, jelas Tedy, warga Kota Kupang jangan terkecoh. “Dari kejauhan terlihat seperi diatap dengan rumput alang-alang, tetapi yang benar ini plastic dibuat sedemikian rupa seperti alang-alang, silahkan merabah dan melihat dari dekat,” kata pria yang sudah berusia 76 tahun ini.
Editor Made Asdhiana dari kompas mengurai dalam tulisannya, PANTAI Teddys dengan sejumlah sarana dan prasarana pendukung pariwisata yang berlabel “Teddys” di Kota Kupang tidak asing bagi warga kota setempat, bahkan juga turis mancanegara. Di pantai ini, setiap tahun 200-600 yacht bersandar selama 3-4 hari sebelum melakukan perjalanan ke sejumlah wilayah Indonesia.
Pantai Teddys menjadi pintu gerbang masuk Indonesia. Pada areal sekitar 4.000 meter persegi itu terdapat pelabuhan pendaratan yacht (kapal pesiar), Hotel Teddy’s, bar dan restoran, biro perjalanan, serta taksi. Teddy Tanonef memulai usaha dan kegiatan kepariwisataan di lokasi itu sejak tahun 1984, setelah sebuah bar dan restoran miliknya di depan Markas Korem Kupang, sekitar 5 kilometer dari Pantai Teddys, terbakar pada tahun 1983.
Pantai Teddys sebelumnya disebut pantai Teluk Koepan. Nama Koepan diambil dari nama salah seorang raja yang mendiami kawasan itu, yakni Lai Lai Bessi Koepan. Di Teluk Koepan terdapat pula sebuah benteng peninggalan Portugis, Concordia, yang dibangun pada tahun 1625.
Namun, benteng ini dirobohkan oleh Belanda yang menguasai Koepan, 1750. Walaupun demikian, menurut sejarah, bangsa asing pertama yang mendarat di Teluk Koepan adalah James Cook (1574), penjelajah asal Inggris. Cook hanya berhenti sementara untuk mengisi kebutuhan kapal, kemudian melanjutkan perjalanan ke arah timur. Teddy merasa pemilihan lokasi itu tepat.
Awalnya, dia hanya membeli 200 meter, tetapi kemudian kawasan yang dimilikinya semakin meluas, hingga 4.000 meter persegi. Kini, di kawasan tersebut, selain bar dan restoran, juga berdiri hotel, tempat karaoke, pusat makanan jajanan tradisional, serta toko aneka cendera mata asli Nusa Tenggara Timur (NTT). Para pedagang kecil juga menjual aneka cendera mata khas NTT.
Setiap hari, terutama hari libur dan malam hari, ratusan warga berkumpul di pelataran Pantai Teddys, persis di bibir pantai. “Mereka datang menikmati jagung muda bakar, pisang bakar, dan menikmati jajanan pedagang asongan. Kami beri kesempatan agar pedagang kecil pun berpartisipasi menghidupkan ekonomi di kota ini,” kata Teddy di Kupang, Kamis (19/6/2014).
Sambil bercengkerama di bibir pantai itu, mata pengunjung tertuju ke arah laut dengan gulungan ombak silih berganti, memecah di tepi batu karang, dekat benteng Concordia, yang dibangun Portugis tahun 1625. Kehadiran warga Kota Kupang itu sekadar melepas lelah, menghilangkan rasa penat, dan membunuh kebosanan selama waktu senggang di rumah.
Mendukung kegiatan wisata dan mobilitas penduduk Kota Kupang, tahun 1992, Teddy mendatangkan taksi untuk angkutan kota dengan nama Taxi Teddy’s. Itulah perusahaan taksi pertama di Kota Kupang dengan pelayanan 24 jam yang juga menerapkan sistem pesanan melalui telepon. Kini, Taxi Teddy’s mulai tersaingi dengan kehadiran perusahaan taksi lain yang juga mangkal di setiap hotel dan pusat perbelanjaan di Kota Kupang. Untuk memperkenalkan wisata Kupang secara lebih luas, Teddy juga mempromosikan pantai itu lewat internet dan membangun jaringan kerja sama dengan sejumlah pengusaha pariwisata di Sydney dan Darwin, Australia.
Nama Pantai Teddys pun meluas ke sejumlah negara. Selain karena promosi, juga karena pantai itu cocok untuk berlabuh yacht. Sejak tahun 2006, saat Sail Indonesia digelar, yacht para peserta selalu merapat di pantai itu. Pantai Teddys menjadi pintu gerbang masuk ke Indonesia.
Di Teddys, turis-turis asing mendapat gambaran tentang Indonesia secara keseluruhan.
“Tetapi, pantai itu tidak ditata bagus atau bertaraf internasional. Turis asing kesulitan mendapatkan suku cadang yacht, money changer, kantor bea dan cukai, kantor karantina, pasar tradisional berstandar internasional, dan kebutuhan turis lainnya,” kata Teddy.
Kini, Teddy mempekerjakan 50 orang. Para pekerja itu adalah putra daerah yang diselamatkan Tanonef dari tangan calon tenaga kerja-terutama pekerja wanita-ke Malaysia.
Ia menegaskan, untuk menghindarkan kasus-kasus perdagangan manusia yang menimpa warga NTT selama ini, sebenarnya banyak peluang usaha yang dapat dilakukan untuk mempekerjakan ribuan putra NTT. Teddy mengatakan, untuk memajukan pariwisata NTT, perilaku dan mental masyarakat, terutama yang berdiam di dekat obyek wisata, harus diubah.
“Mereka harus lebih ramah dan sopan terhadap turis. Perilaku mabuk-mabukan, kemudian meminta uang kepada turis asing, dan mengancam atau mengintimidasi warga asing tidak boleh ada,” kata Teddy. Untuk itu, dia melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah, pelaku usaha pariwisata, dan agen biro perjalanan. Teddy juga melakukan pelatihan untuk pemandu wisata dan sopir bus (travel).
Jika pariwisata NTT maju, perlu dihadirkan konsultan pariwisata. Konsultan ini membawahkan persatuan guide, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), serta agen perjalanan. Konsultan harus berasal dari orang yang profesional di bidang pariwisata.
Terkait rencana pemerintah membangun kerja sama Kupang-Dili (Timor Leste)-Darwin (Australia), dia berpendapat kerja sama itu sebagai peluang “emas” membangun pariwisata NTT. “Kupang dan daerah lain NTT memiliki empat kekuatan, yakni so close, so cheap, dan so different (unique). Ini sangat disukai turis asing sehingga harus dipersiapkan serius,” kata Teddy. Pariwisata di daerah itu terus berkembang. Jika pada awalnya yacht masuk ke Pantai Teddy hanya 24 unit pada 2006, jumlah tersebut terus meningkat hingga kini mencapai 600 unit.
Pantai itu dinilai sangat cocok untuk yacht karena kondisi laut tenang, posisi pantai landai, dan berpasir putih halus. Selain Pantai Teddys, pria yang menekuni karier di bidang transportasi kota Sydney, Australia, 1978-1983, dengan nama Taxi Legian ini juga membuka pantai wisata di Lasiana, Kota Kupang, yang saat ini ramai dikunjungi warga Kota Kupang.
“Ketika itu, turis asing datang ke Pantai Teddys, saya ajak mereka mandi di Pantai Lasiana, sekitar 10 kilometer dari Teddys. Saya juga merintis tempat wisata pantai di Oe Asa, Pulau Semau, yang saat ini menjadi tempat pemandian turis yang berkunjung ke sana, dan Pantai Tablolong, sekitar 30 kilometer dari Kota Kupang. Semua itu saya rintis untuk mengembangkan wisata pantai di daerah ini,” ujar Teddy. ” Wartawan nasional ini menulis nama tempat ini,” Pantai Tedys, bukan Pantai LLBK. ♦ wjr