Kemampuan anak dalam membaca, lanjutnya, seharusnya bukan lagi menjadi urusan SMP. “Fase literasi dan numerasi itu fase yang diurus di SD,” katanya.
Ke-30 siswa kelas VII yang baru diterima pada tahun ajaran 2023/2024 yang tidak bisa baca tulis itu oleh SMPN 11 Kupang dijadikan dalam satu kelas dan diberikan les tambahan untuk mengejar ketertinggalan dalam hal literasi dan numerasi.
“Kami juga panggil orang tua dan mereka akui kalau memang anak-anak mereka mengakui posisi anak-anak mereka seperti itu,” jelasnya.
Baca juga: Warga Kota Kupang Copot Baliho Ganjar dan Jokowi, Ada Apa?
Saat ini, sebanyak lima orang guru di SMPN 11 Kupang yang menjadi pendamping 30 anak tersebut.
Warmansyah berharap, para guru di tingkat SD bisa memperhatikan para murid kelas I dan II terkait perkembangan pengetahuan literasi dan numerasi.
Ia juga berharap keluarga juga dapat mengambil bagian dalam perkembangan anak.
Baca juga: Mengenal Negara Kota Vatikan, Sudah Ada Sejak Abad ke-8
Terpisah, Kepala SD Inpres Liliba, Yohanes Tukan, mengatakan lulusan dari sekolahnya yang tidak bisa baca tulis disebabkan sekolah online karena covid-19.
“Dampak covid itu sangat kami rasakan dalam perkembangan anak-anak ini,” sebutnya.
Dirinya mengaku sekolah online yang dijalankan di SD Inpres Liliba tidak berjalan baik karena kemampuan orang tua yang berasal dari keluarga menengah ke bawah.
“Kita lihat bagaimana orang tua harus fight untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan sekolah online,” katanya.
Baca juga: Kepala SMAN 3 Kupang Tegaskan Kontribusi Siswa Untuk Pembangunan Lapangan Tetap Berjalan
Selain itu, lanjut Yohanes Tukan, durasi kegiatan belajar mengajar (KBM) yang terpangkas karena berbagi waktu dan ruang kelas dengan SD Negeri Angkasa yang dititip di sekolah tersebut juga menjadi satu faktor rendahnya literasi dan numerasi.
Dirinya menyebut sejak SD Negeri angkasa dititipkan di sekolahnya, KBM hanya berjalan hingga pukul 12.00 WITA.♦gor
Baca juga: FKIP Universitas San Pedro Lepas PPL Tahun Akademik 2023/2024, Ini Pesan Dekan