Menunggu Janji Dirut Bank NTT soal penyelesaian oleh Kurator

Oleh : Marsel Nagus Ahang, S.H.

Ketua LSM/ LPPDM (Lembaga Pengkajian Penilitian Demokrasi Masyarakat)

 

EXPONTT.COM – Mengutip pemberitaan media onlie Di DPRD NTT,  Dirut  Bank NTT: “Kasus MTM dan PT. Budi Nusa Sudah Tuntas” – Kabar NTT

Direktur Utama Bank NTT, Alex Riwu Kaho, menjelaskan secara langsung terkait pertanyaan dari Komisi III DPRD Provinsi NTT.

“Untuk kasus Budi Nusa, kami sudah menyelesaikan secara baik, dan sekarang tinggal tanggung jawab mereka membayarkan bunga senilai  Rp 14 miliar yang belum diselesaikan oleh Budi Nusa.  Sedangkan pokok yang mencapai Rp 100 miliar sudah diselesaikan dengan penjualan semua aset yang ada di Mataram. Sedangkan untuk MTM yang Rp 50 miliar, Bank NTT sudah berusaha semaksimal mungkin. Sekarang sudah mencapai titik penyelesaian, tapi untuk penyetoran butuh waktu dari kurator untuk mengurus pengembalian tersebut,” jelas Alex.

Ketika menutup rapat, Jonas Salean mengapresiasi kerja sama Bank NTT sehingga hadir secara lengkap dan juga menjelaskan secara rinci persoalan-persoalan yang terjadi dan penyelesaiannya.

“Selesai ya, kasus MTM Rp 50 miliar? Kita menunggu kurator menyerahkan kembali, namun memang butuh waktu. Untuk PT. Budi Nusa juga sudah selesai. Pokoknya yang Rp 100 miliar sudah diselesaikan dengan penjualan semua aset di Mataram dan sekarang tinggal bunga yang harus dibayarkan oleh PT. Budi Nusa kepada Bank NTT sebesar Rp 14 miliar, sehingga selesai ya. Teman-teman media tolong tidak ada lagi pemberitaan tentang masalah MTM dan PT.Budi Nusa karena kita dengar sendiri dari Direktur Utama Bank NTT bahwa ini sudah diselesaikan,” tutup mantan Wali Kota Kupang yang juga Ketua Golkar Kota Kupang tersebut.

Akhirnya Direktur Utama Bank NTT hadir juga memenuhi panggilan Komisi III DPRD NTT. Kehadiran ini perlu diapresiasi oleh masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab terhadap sejumlah persoalan  dugaan Mega Korupsi di Bank NTT.

Menyimak penjelasan Direktur Utama Bank NTT Alex Riwu Kaho semakin membuat public penasaran ending dari persoalan serius yang menimpa bank NTT yang diduga telah merugikan Negara ratusan miliar ini.

Persoalan penyelesaian pembelian MTN 50 M menurut Direktur Utama Bank NTT bahwa, Bank NTT sudah berusaha semaksimal mungkin. Sekarang sudah mencapai titik penyelesaian, tetapi untuk penyetoran butuh waktu dari kurator untuk mengurus pengembalian tersebut .

Mengutip Kronologi SNP Finance dari ‘Tukang Kredit’ ke ‘Tukang Bobol’ (cnnindonesia.com) menyebutkan bahwa : Alih-alih membaik, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan SNP Finance malah menunjukkan itikad buruk. Dalam beberapa bulan terakhir, kreditnya mulai macet dan manajemen perusahaan mengajukan pailit sukarela. Padahal, kredit macetnya saat itu mencapai Rp1,2 triliun. “Mereka sebanarnya sudah jadi nasabah kami 20 tahun dan reputasinya baik. Tapi tiba-tiba berubah hanya dalam beberapa bulan terakhir kreditnya macet (Rp1,2 triliun). Jumlah itu termasuk pokok dan bunga yang diakumulasi sejak beberapa tahun terakhir. Sekarang sudah jadi kredit macet,” jelas dia. Sekretaris Perusahaan SNP Finance Ongko Purba Dasuha menyatakan bahwa nilai pinjaman yang mereka ambil secara total tak lebih dari Rp4 triliun. Hal itu juga tertuang dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). “Ada dalam pengakuan utang di PKPU,” katanya.

 Baca artikel CNN Indonesia “Kronologi SNP Finance dari ‘Tukang Kredit’ ke ‘Tukang Bobol’” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180926143029-78-333372/kronologi-snp-finance-dari-tukang-kredit-ke-tukang-bobol.

 

Mengutip media online https://www.liputan6.com/bisnis/read/3653257/begini-awal-mula-kasus-snp-finance-yang-rugikan-14-bank

Liputan6.com, Jakarta Satu lagi kasus di sektor keuangan yang menyedot perhatian masyarakat. Perusahaan multifinance PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) diketahui merugikan 14 bank di Indonesia hingga triliunan rupiah.

SNP Finance merupakan bagian dari Columbia, toko yang menyediakan pembelian barang secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance mendapatkan dukungan pembiayaan pembelian barang yang bersumber dari kredit perbankan.

Akhirnya, saat terjadi permasalahan, SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang lebih Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan Rp 2,22 triliun dan MTN sebesar Rp 1,85 triliun.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180930155236-78-334434/snp-finance-kalau-dipailitkan-aset-cuma-rp1-triliun

Jakarta, CNN Indonesia — PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) meminta seluruh pihak yang dirugikan, baik kreditur dan investor, untuk memberikan waktu manajemen berbenah. Soalnya, apabila anak usaha PT Citra Prima Mandiri itu dinyatakan pailit, maka kreditur dan investor akan lebih dirugikan.

Bukan tanpa sebab. Sekretaris Perusahan SNP Finance Ongko Purba Dasuha menyebut saat ini kemampuan bayar utang cuma 25 persen dari total kewajibannya. Per Juni 2018, asetnya tercatat hanya sebesar Rp1 triliun. Sedangkan, utang macetnya mencapai Rp4 triliun.

“Kalau sampai terjadi pailit, itu sangat merugikan kreditur. Jadi, pelepasan aset. Asetnya dijual, dibagi-bagi. Karena yang dimiliki hanya Rp1 triliun, rugi banget,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com saat ditemui di Kantor OJK Gatot Subroto, akhir pekan lalu.

Padahal, sekadar informasi, berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit pada akhir tahun lalu, asetnya mencapai Rp4,6 triliun. Namun, laporan itu pun diragukan kebenarannya dan akuntan publik yang melakukan audit dinyatakan bersalah.

Berdasarkan kutipa media online tersebut dapat dijelaskan bahwa :

  1. Perusahaan multifinancePT Sunprima Nusantara Pembiayaan(SNP Finance) diketahui merugikan 14 bank di Indonesia hingga triliunan rupiah.
  2. SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang lebih Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan Rp 2,22 triliun dan MTN sebesar Rp 1,85 triliun.
  3. PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) memiliki kemampuan bayar utang cuma 25 persen dari total kewajibannya. Per Juni 2018, asetnya tercatat hanya sebesar Rp1 triliun. Sedangkan, utang macetnya mencapai Rp4 triliun.

Dengan total asset PT NSP hanya sebesar Rp 1 triliun dan kemampuan bayar hanya 25 % sedangkan kewajiban pembayaran utang dari kredit perbankan dan MTN sebesar Rp.  4 triliun menimbukan tanda tanya besar masyarakat terhadap Direktur Utama Bank NTT apakah biasa berharap kembalinya MTN Bank NTT Rp. 50 Miliar dan bunga Rp 10,5 Miliar ??

Pergunakanlah akal sehat kita untuk menganalisa potensi kerugian Negara dari kesalahan pembelian MTN Bank NTT. Jangan sampai kita ditipu dengan janji – janji manis yang tidak pasti.

Substansi masalah MTN 50 M bank NTT bukan hanya pada penyelesaian di Kurator tetapi input, proses dan output sampai terjadinya pembelian MTN tersebut yang menjadi temuan BPK RI berdasarkan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020 pada Halaman 30 secara jelas menyebutkan PT. Bank NTT menelaah atas usulan pembelian  MTN VI SNP tahap I Tahun 2018 yang ditandatangani oleh Kasubdiv Domestik dan International dan Dealer yang disetujui oleh Kepala Divisi Treasury pada tanggal 06 Maret 2018.

Perlu diingat !!! bahwa  sesuai kutipan LHP BPK RI tersebut menyebutkan bahwa :

“Pembelian MTN senilai Rp50.000.000.000,00 berpotensi merugikan PT Bank NTT dan potensi pendapatan yang hilang atas coupon rate senilai Rp10.500.000.000,00.

Hal tersebut disebabkan:

  1. Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury tidak melaksanakan due diligence atas investasi pembelian MTN; dan
  2. Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury melakukan pembelian walaupun Buku pedoman PT Bank NTT tahun 2011 dan perubahan tahun 2013 dan 2017 tentang pelaksanaan bidang treasury belum mengatur pelaksanaan penempatan surat berharga pada pihak ketiga non bank.

BPK merekomendasikan kepada:

a       Dewan Komisaris dalam RUPS agar meminta Jajaran Direksi PT Bank NTT melakukan langkah-langkah recovery atas MTN PT SNP senilai Rp50.000.000.000,00, antara lain melakukan koordinasi dengan kurator dan melaporkan perkembangan tersebut kepada BPK RI; dan

b      Direktur Utama agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence.

Bahwa dari penjelasan tersebut dengan jelas yang menjadi substansi dari permasalahan Pembelian MTN 50 M bank NTT bukan hanya masalah penanganan di Kurator tetapi sanksi sesuai ketentuan bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.♦