Oleh Marsel Ahang
Ketua LSM LPPDM (Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Msayarakat)
Mengutip pemberitaan media online selatanindonesia.com tanggal 21 November 2021
Salah satu pendiri Partai NasDem ini menambahkan, bukannya Pemprov NTT dan Pemerintah Kabupaten/Kota se NTT meremehkan penyertaan modal tersebut, serta menganggap persoalan ini tidak serius. Karena baginya, potensi ini sudah dipetakan secara baik dan tinggal dieksekusi saja dalam tahun berjalan
“Jangan suruh kami pergi belajar sampai ke Jogja sana. Kami disini banyak orang pintar. Bukan berarti kejar yang Rp 1 T itu tidak serius, bukan begitu. Kami serius. Jadi tidak berarti kami tidak anggap. Karena bagi kami (Penyertaan modal inti, red) sudah beres semua itu,” tegas Gubernur Laiskodat disambut tepukan tangan seluruh bupati, walikota dan para ketua DPRD se-NTT dalam forum tersebt. Silahkan membaca pada Link : Optimisme Pemegang Saham Capai Target Modal Inti Bank NTT Rp 3T di 2024 – SI | Selatan Indonesia
Membaca statement Bapak Gubernur NTT, kita bisa bernapas lega karena persoalan Penyertaan Modal Inti bank NTT “sudah beres semua” bukan masalah serius. Tinggal dieksekusi dalam tahun berjalan sehingga tidak perlu belajar sampai ke Jogja. Pernyataan ini memunjukkan bahwa Pemegang Saham Bank NTT (Gubernur NTT, Para Bupati/Walikota) telah menyiapkan skema pemenuhan modal inti 3 Triliun Bank NTT.
Ternyata kita harus mengerutkan dahi dan bertanya Apakah benar pernyataan Gubernur NTT sekaligus sebagai Pemegang Saham Mayoritas Bank NTT ? pasalnya menurut pemberitaan media yang sama pada tanggal 20 Desember 2022 bertepatan dengan Ulang Tahun Provinsi NTT ke 64 Dirut Bank NTT menyebutkan :
TAMBOLAKA,SELATANINDONESIA.COM – Berbagai upaya cerdas dilakukan manajemen Bank NTT untuk memperkuat modal inti. Bank kebanggan masyarakat NTT yang kini dipimpin Dirut Harry Alexander Riwu Kaho itu melakukan kerja sama dengan Bank DKI Jakarta. Kerja sama tersebut terwujud pada puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 64 Provinsi Nusa Tenggara Timur yang digelar di Desa Hameli Ate, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Senin (20/12/2022).
Dirut Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho menjelaskan, salah satu strategi penguatan modal inti adalah membentuk Kelompok Usaha Bank dengan Bank DKI.
Untuk memenuhi ketentuan Modal Inti 3 Triliun sesuai POJK No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, Bank NTT per posisi Akhir Tahun 2021 mengalami kekurangan Modal Inti sebesar Rp. 1.362.168.090.000. Kerjasama tersebut memungkinkan Bank DKI akan melakukan penyetoran modal sebesar Rp. 1.362.168.090.000 (45,41%) , artinya bahwa Bank DKI akan menjadi Pemegang Saham Pengendali serta Mayoritas karena setelah melihat komposisi Saham per 31 Desember 2021, dari total Setoran Modal hanya sebesar Rp. 1.735.457.560,- dengan rincian Pemprop NTT hanya sebesar Rp. 482.707.550.000 (27,81%) , Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar Rp.1.153.817.110.000 (66,48%), Saham Seri B Rp. 1.307.250.000 (0,08%). Lihat Ilustrasi Tabel sebagai berikut :
Sumber : Laporan Tahunan Bank NTT 2021
Dari penjelasan tersebut menunjukkan bahwa “sesumbar” Gubernur NTT dan para Bupati serta Walikota selaku Pemegang Saham Bank NTT untuk menyetorkan modal diduga tidak ditepati dan kemungkinan Bank NTT “jatuh” ke tangan Bank DKI.
Sesuai POJK No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang dimaksudkan dengan Kelompok Usaha Bank yang selanjutnya disingkat KUB adalah Bank yang berada dalam satu kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau Pengendalian yang terdiri dari 2 (dua) Bank atau lebih. KUB adalah salah satu Skema Konsolidasi yang dipersyaratkan oleh OJK bagi bank yang belum mencapai modal inti 3 Triliun. Skema ini menjadikan Bank DKI sebagai Perusahaan Induk / Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan Bank NTT sebagai Pelaksana Perusahaan Induk.
Pertanyaan besar buat masyarakat NTT, Kalau sampai Skema KUB yang dipilih oleh Bank NTT maka siapa yang akan mengendalikan Bank NTT ? sudah tentu PSP yaitu Bank DKI yang Pemegang Sahamnya Propinsi DKI Jakarta.
Hal ini sangat baik sebagai mitigasi resiko terhadap interfensi dan mencairkan kentalnya benturan kepentingan dalam operasional bank NTT sehingga independensi dalam melakukan tugas dan fungsi sebagai lembaga intermediasi dapat dijalankan dengan baik.
Atau mungkin pandangan lain yang menyatakan bahwa Gubernur NTT dan Para Bupati serta Walikota tidak mampu melakukan penyetoran modal sehingga salah satu asset terbaik masyarakat NTT sekarang menjadi milik Propinsi DKI Jakarta melalui penyertaan modal Bank DKI dengan skema KUB.
Semoga mencerahkan kita yang semua, apakah ini solusi KUB ini kebijakan cerdas atau tidak ?
Silahkan masyarakat menilai sendiri.