Opini  

NTT: Negeri Tanpa Tuan Dalam Pusaran Arus Human Traficking

Oleh : Lukas Lile Masan

 

NTT kembali terima tiga peti jenazah PMI Non-Prosedural demikan tulis Guche Mentero pada portal berita on line IndonesiaSatu.co. Dikatakan bahwa Balai Pelayanan Pelindung Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT kembali menerima tiga jenzah pekerja Migran dari Malaysia. Ketiga jenazah tersebut menurut ketua BP3MI bekerja di Malaysia secara non prosedural alias ilegal. Bahwa kedatangan ketiga jenazah tersebut menambah deretan kasus kematian PMI non Prosedural asal NTT. Pada tahun 2023 saja tercatat, sudah 100 orang PMI asal NTT yang dikirim jenazahnya dari negeri Jiran. Berdasarkan fakta ini maka NTT boleh dikatakan sebagai Propinsi darurat TPPO.

Bahwa Fenomena NTT sebagai kantong TPPO bukan hal baru. Giat merantau bukan fenomena baru bagi masyarakat NTT. Masyarakat NTT dikenal sebagai masyarakat Perantau. Pada zaman Belanda, dengan menggunakan perahu layar, masyarakat NTT telah berani meninggalkan tanah kelahiran untuk mengadu nasib ke negara atau Daerah lain seperti Malaysia, Ambon dan Papua. Maka tidaklah mengherankan jika di beberapa daerah seperti Tanjung Pinang, Tarakan, Nunukan, Maluku dan Papua serta Negara Jiran terdapat sekian banyak komunitas masyarakat NTT yang sudah eksis sejak tahun 1960-an.

Seiring perkembangan zaman, geliat tradisi merantau yang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur dilirik oleh pihak lain dan menjadikannya sebagai peluang sumber keuangan. Di satu sisi, para Migran dan Perantau memberikan Devisa terbesar bagi negara, pun bagi kalangan mafia Perdagangan Orang menjadi sumber pemasukan. Menurut Seorang Penegak hukum, bahwa Praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Malaysia, dilakukan oleh sindikat mafia yang “berlapis dan terputus” seperti kejahatan narkoba. Dikatakan bahwa dalam menjerat korbannya, sindikat TPPO tidak hanya menggunakan iming-iming gaji besar, proses dokumen mudah, cepat dan gratis, tapi juga menggunakan “wajah agama” sebagai senjata ampuh untuk menipu masyarakat desa NTT yang mengkultuskan agama sebagai jalan hidup atau kredo.” Menko POLHUKAM Mahfud MD mengatakan bahwa Swasta, Pemerintah dan Aparat banyak yang telibat. Realitas ini bukan sebuah fakta baru pun bukan sesuatu yang bersifat rahasia lagi. Semua orang tahu, jika maraknya sindikat TPPO itu karena didalamnya ada Oknum-oknum penegak Hukum dan Aparatur negara yang sejatinya harus menjadi panutan. Tetapi mereka justru menjadi pelaku.

Para Sindikat TPPO menghalalkan segala cara untuk mendapatkan korban. Tujuan mereka adalah menjual tenaga kerja keluar negeri tanpa memikirkan dampak hukum dan resiko kemanusiaan. Berdasarkan guratan kisah sedih Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan korban mayoritasnya berasal dari NTT, Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat, pasca dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Jakarta, Rabu, 5 September 2018, langsung mengumumkan moratorium pengiriman tenaga kerja dari wilayahnya ke luar negeri. Sikap tegas Viktor mendapat apresiasi berbagai kalangan pun membawa kegelisahan bagi kalangan Sindikat TPPO. Namun gerakan ini tak lebih dari sebuah gertak sambal dan selaras pepatah ‘panas-panas tai ayam’. Pernyataan tersebut hanya sebuah slogan guna memancing apresiasi publik guna menaikan elektabilitas. Di ruang fakta, tak ada rencana tindak lanjut, cuma sebuah janji kosong tanpa bukti. Idealisme Viktor untuk membangun Sumber daya Manusia NTT untuk bekerja di negeri sendiri gagal total. Indikatornya, lima tahun dipucuk Pimpinan NTT, tak ada gerakan masif membangun sumberdaya manusia NTT. Bahkan setiap tahun, ratusan bahkan ribuan pekerja asal NTT berangkat ke luar Daerah dan Luar Negeri, entah melalui jalur resmi maupun non prosedural. Niat Viktor akan pergi ke Malaysia untuk mengajak putra-putri NTT yang bekerja sebagai buruh, kembali bangun NTT tak pernah menjadi kenyataan. Yang terjadi justru sebaliknya, ratusan anak NTT kembali ke kampung halamannya tanpa nyawa alias sudah menjadi mayat. Periode Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat boleh tercatat meraih prestasi terbanyak terjadinya kasus Tindakan Pidana Perdagangan Orang dan kematian PMI di luar negeri.

Kondisi ini setidaknya memberi gambaran betapa masyarakat NTT tidak punya Tuan alias Negeri Tanpa Tuan. NTT dijuluki sebagai Negeri Tanpa Tuan, karena baik Eksekutif maupun Legislatif sepertinya merasa ogah untuk mengurus urusan migran. Ketidakseriusan Pemerintah dalam mengelola kehidupan di negeri Flobamora menyebabkan terjadinya loncakan arus migran dan Perantau keluar dari NTT untuk mencari negeri yang berlimpah susu dan madu. Bukan NTT miskin sumber daya alam. NTT adalah negeri yang kaya. Namun Pemerintah baik Propinsi maupun Kabupaten tak punya niat untuk menciptakan lapangan kerja dibidang pertanian, kelautan, perikanan, perkebunan, pariwisata, dan lain lain. Para pejabat baru sadar bahwa di bawah mereka ada masyarakat dan naluri rasa memiliki mulai muncul saat hajatan Pileg, Pilbup dan Pilgub. Diluar masa itu banyak rakyat yang bernasib seperti “domba” tanpa gembala. Terlantar!

 Sesuai amanat UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, adalah kewajiban Pemerintah membangun BLK PMI dan LTSA PMI. Namun sejauh ini, pemerintah masih kaku dan masa bodoh melaksanakan amanat Undang-undang. Atas apatisme Eksekutif dan Legislatif, NTT tetap menjadi Negeri Tanpa Tuan dan tetap berada dalam Pusaran Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Pusaran arus migran dan perantau semakin deras dan masif. Ada rindu yang menguat dalam nubari penuh asa yang terpendam. ‘Komdan’ NTT silih berganti pergi dan datang namun gerakan restorasi tak buahkan hasil. Tembadau melingkar disepuluh tahun Flobamora tak mampu menghapus jejak kejahatan TPPO. Beringin rindang tak lagi menjadi tempat yang nyaman untuk berteduh khalayak NTT. Nyanyian rindu akan datangnya sang ratu adil kuat terdengar dilorong kehidupan rakyat. Harapan mesianis untuk memperbaiki kehidupan yang penuh ketakpastian kuat menggema di lagit NTT. Ruang politik 2024 menjadi via dolorosa untuk menentukan sikap. Apakah masih nyaman untuk disuap? Atau katakan tidak pada Money Politcs.? Semuanya terserah anda!!!