Oleh : Lukas Lile Masan
TULISAN kali ini saya mengulas ikhwal tindak Walk Out Indonesia dari KTT MSG. Narasi ini tidak bermaksud untuk melecehkan negeri ini, melainkan sebuah sikap yang muncul karena rasa prihatin terhadap kondisi Papua dan kuatnya egonya beberapa pejabat Publik negeri ini yang mengabaikan persoalan kemanusiaan masa lalu ditanah Papua.
SUARA PAPUA.com pada 24 Agustus 2023 melaporkan sebuah kisah menggetirkan yang dilakukan Delegasi atau perwakilan Pemerintah Republik Indonesia yang diutus mengikuti prosesi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-22 Melanesian Spearhead Group disingkat MSG di Port Vila, ibu kota negara Vanuatu, Kisah miris nan menggetirkan tersebut tak lain adalah aksi Walk Out Delegasi Indonesia dari ruang KTT.
Aksi Walk Out ini ditengarai oleh tampilnya Benny Wenda selaku ketua United Liberation Movement for West Papua disingkat ULMWP di Forum KTT ke-22 Melanesian Spearhead Group. Menyelisik sikap tak Gentle ini ada beragam penilaian yang diberikan. Pada dinding akun twitter bernama “Lupa Saya” tertulis “Aku malu. Kita hanya tamu terus berlagak tuan rumah dan menggerutu. Udah tamu malah kagak sopan. Yah skalian keluar. Kita Asia, mereka Melanesia,”. Guratan hati pemilik akun tersebut mau memberikan sebuah pesan menohok kepada Pemerintah Indonesia. Bahwasannya Indonesia bukan anggota Penuh MSG, melainkan anggota tambahan, karena mayoritas rakyat Indonesia berasal dari ras Melayu. Indonesia hanya mewakili beberapa propinsi di Indonesia Timur yang masuk Ras Melanesia seperti Papua, Maluku dan NTT.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah mengatakan bahwa Langkah WO atau Walk Out Delegasi Indonesia merupakan langkah yang lazim dalam dunia diplomasi. Contohnya Sikap barat yang WO saat delegasi Rusia bicara diacara PBB atau G 7. Indonesia tidak bisa menerima seorang yang seharusnya bertanggungjawab atas aksi-aksi kekerasan bersenjata di Papua termasuk penculikan diberi kesempatan berbicara di forum tersebut. Dikatakan pula bahwa keanggotaan ULMWP dalam forum tersebut belum ada legalitas dari anggora MSG. ULMWP telah menyalahgunakan forum MSG untuk menjustifikasi tindak kekerasan yang dilakukan kelompok yang terafiliasi dengan organisasi itu yang telah melakukan berbagai tindak kejahatan seperti penyanderaan, pembakaran sekolah, hingga pembunuhan terhadap Orang Asli Papua,” Pertanyaannya jika benar Ketua ULMWP Beny Wenda dan rombongannya yang berjumlah tigapuluh orang itu narasinya tidak benar alias bohong, lantas untuk apa delegasi Indonesia meninggalkan ruangan?
Terhadap Walk Outnya delegasi Indonesia dari Forum KTT MSG melahirkan beragam persepsi. Salah satu persepsi yang dapat saya ungkapkan disini adalah bahwa delegasi Indonesia tidak memiliki narasi yang kuat tentang masalah Papua. Di Forum Internasional, diplomasi Indonesia tentang Papua masih sangat lemah. Buktinya Indonesia sampai hari ini belum mengijinkan delegasi Dewan Hak Asasi Manusia PBB berkunjung ke Papua. Ada sekian banyak persoalan terutama Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua tetapi dunia internasional belum mengetahui. Masalah Papua di tutup rapi dan rapat oleh Pemerintah Indonesia. Wartawan asing dilarang masuk ke Papua. Media Indonesiapun harus mengekspose berita yang menguntungkan pemerintah seperti laporan pembangunan, dan lain lain. Suara Kritis para Gembala pun dibungkam dengan curiga antek atau simpatisan OPM. Indonesia ibarat sedang menyimpan api dalam sekam di Papua.
Bahwa Sesungguhnya akar Konflik Papua telah direkomendasikan oleh LIPI berdasarkan penelitiannya. Pada 16 November 2011, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muridan S Widjojo, menyatakan masalah Papua harus diselesaikan lewat jalan dialog dengan para tokoh setempat untuk dapat memulihkan kepercayaan politik bergabung dengan Indonesia. Menurut Muridan, kebuntuan politik sudah meluas dan lama sehingga menjadi kompleks (VivaNews). Pemerintah Indonesia sejatinya melihar masalah papua pada tataran kulit luarnya saja yakni masalah kesejahteraan dan kesenjangan Sosial. Padahal masalah yang paling esensial tidak digubris atau mungkin dilihat sebagai hal yang sepeleh Pendekatan Keamanan yang bermuara pada intervensi kekerasan membuat papua menjadi semakin tidak aman. Lantas sikap mengkambing hitamkan ULMWP di forum KTT MSG, bukan sebuah strategi cerdas pemerintah Indonsia. Sikap tersebut hanya sebuah blunder yang diciptakan Indonesia sendiri. Senjata makan Tuan. Memang Diplomasi Indonesia ke Negara Pasifik telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Politik dagang sapi ala indonesia memang melunakan hati Negara anggota MSG untuk menolak keanggotaan ULMWP. Namun ketegasan sikap MSG Indonesia agar mengizinkan Komisi HAM PBB mengunjungi Papua. Sikap ini mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang salah yang telah di lakukan indonesia di Papua. Aroma tak sedap tentang pelanggaran HAM Berat, Genoside budaya dan Ekologi sesungguhnya menjadi keprihatinan.
Kiranya setiap suara yang menggaungkan perjuangan untuk Hak Asasi Manusia, kebenaran dan keadilan, jangan dicurigai dan dituduh sebagai simpatisan atau antek OPM. Suara Kritis atas ketidak adilan dan kekerasan jangan distigma teriak ‘M’ lantas habis nyawanya diujung sanapan. Kita bangsa yang berketuhanan pun berkemanusiaan yang adil dan beradab. Berlakulah beradab dan lebih manusiawi. Eme Neme Yauware. Bersama kita bersaudara. (*)