Oleh Eddy Ngganggus
EXPONTT.COM – Website Bank NTT bpdntt.co.id telah menyajikan laporan publikasi keuangan Desember 2023. Perolehan laba hingga Desember 2023 menjadi periode perolehan laba terburuk di 4 tahun terakhir sejak tahun 2020.
Bagaimana bisa? Di tengah bertambahnya jumlah kredit yang diberikan malah perolehan laba menurun drastis. Di bulan Desember 2023 bank NTT hanya mampu mecatat laba Rp 121.176 juta. Sedangakan 4 tahun lalu yakni Desember 2020 bank NTT berhasil meraup laba sebesar Rp 261.867 Juta.
Padahal jumlah kredit yang diberikan pada bulan Desember 2020 hanya Rp 10.722.054 juta. Sedangkan kredit yang diberikan bank NTT hingga Desember 2023 sebesar Rp 12.474.213 juta, artinya ada kenaikan baki debet kredit sebesar Rp 1,7 Triliun atau 16%, namun laba menurun Rp 140,7 miliar atau turun 54%. Selengkapanya perolehan laba per Desember 2020 hingga Desember 2023 dapat di lihat pada grafik 1 berikut ini.
Jumlah kredit yang diberikan seperti di sajikan pada grafik 2 berikut,
Sudah pasti jumlah deviden bagi pemerintah paerah (pemda) NTT sebagai pemegang saham akan berkurang. Padahal kepedulian pemda selaku pemegang saham dinilai cukup tinggi untuk memperkuat struktur permodalan Bank NTT dibuktikan oleh penempatan modal disetor sejak tahun 2020 terus bertambah, yakni Rp 1,5 triliun pada Desember tahun 2020 bertambah menjadi Rp2 triliun pada Desember 2023, jadi ada penembahan sekitar 500 miliar. Berikut jumlah modal disetor oleh pemda NTT selama Desember 2020 hingga Desember 2023, seperti tertera pada grafik 3 di bawah ini.
Apa makna ke tiga grafik di atas ?
Pertama, penyaluran kredit yang tinggi tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan laba, kedua penambahan modal oleh pemda NTT juga tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan perolehan laba. Rasio Investasi penyertaan modal pemda terhadap perolehan laba terus menurun. Bila pada Desember 2020 jumlah modal Rp 1,5 T mendapat return berupa laba sebesar Rp 261,8 miliar yang berarti marginnya sekitar 17,58 persen , pada tahun berikutnya 2021 marginnya turun menjadi 15,02 persen, dan pada Desember 2023 jumlah modal yang disetor menjadi Rp 2 Triliun , namun laba yang diperoleh hanya Rp 121 Miliar, yang berarti marginnya hanya tersisa 5,92 persen.
Apa dampak kejadian tersebut? Bagi saya ada dua jenis dampak yang bida timbul, yakni dampak Primer dan kedua dampak Sekunder.
1. Bagi Pemerintah Daerah selaku Pemegang Saham akan mengalami dampak primer berupa menurunnya perolehan deviden. Dengan perbandingan Investasi penyertaan modal pemda sebesar Rp 2 Triliun di tahun 2023 namun laba menurun hingga Rp 121 miliar. Telah terjadi kehilangan peluang pendapatan deviden yang lebih tinggi. Harapan awalnya dengan penambahan modal maka tambahan laba pun akan meningkat yang berujung pada tambahan deviden, namun kenyataan yang terjadi sebaliknya . Berkurangnya laba di tengah meningkatnya tambahan modal oleh pemda tentulah bukan ekspektasi dari pemda. Kehilangan Inilah adalah Expected lose yang mesti dihentikan oleh pemda.
2. Bagi regulator, khusunya OJK, dampak sekunder berupa bekurangnya kinerja OJK dalam melakukan pengawasan kinerja bank NTT. Oleh OJK NTT Potensi penurunan laba bank NTT mestinya sudah terdeteksi dini sejak awal tahun 2023. Hasil deteksi tersebut mestinya menjadi obyek pengawasan dan panduan agar kinerja laba bank NTT tidak mengalami penurunan begitu tajam di tengah pertumbuhan kredit yang tinggi. OJK patut mengevaluasi kinerja pengawasannya agar provit oriented yang menjadi sasaran bisnis Bank NTT sungguh proporsional dengan size modal, size asset, size kredit, size dana pihak ke tiga dan size risiko bisnis Bank NTT. Dengan begitu kepentingan nasabah sebagai bagian terbesar dari pembentuk struktur keuangan bank dapat di jaga. Maka pemda NTT patut mengevaluasi investasi tersebut dengan instrument investasi lainnya yang lebih provitable. Jangan sampai pemda lolos, meelakukan kalkulasi pada analisis investasinya.(*)
Baca juga: Prakiraan Cuaca di NTT Sabtu 27 Januari 2024, BMKG Keluarkan Peringatan Dini