Oleh: Yosef Valdo Leso
Siswa XII SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo
Negara Indonesia merupakan negara yang berfondasi pada hukum sejak tahun 1945 hingga sekarang sudah berusia 78 tahun. S.M Amin, SH dalam bukunya yang berjudul Bermasyarakat Kedalam Hukum merumuskan hukum sebagai Kumpulan peraturan yang terdiri dari norrma da sangsi-sangsi dan tujuan hukum ialah mengadakan ketatanegaraan dalam pergaulan manusia sehingga kedamaian dan ketertiban terpelihara.
Adanya hukum untuk mengatur tatanan kehidupan manusia yang memiliki esensial sebagai mahkluk yang memiliki kebebasan, karena itu hukum bertujuan untuk membatasi kebebasan agar tidak menggangu kehidupan orang lain.
Hukum yang menjadi fondasi untuk mengatur tatanan kehidupan warga negara telah tercantum dalam UUD NRI 1945 dan sudah menjadi regulasi atau aturan yang tertuang dalam dokumen negara dan dalam konstitusi. konsep Negara Indonesia ialah negara hukum, bukan negara kekuasaan.
Hukum senantiasa apriori dan normatif terhadap segala pemikiran, sikap, dan perilaku semua warga negara dan penyelenggara negara tanpa perkecualian.
Tidak diperkenankan atas nama kekuasaan ataupun demi kepentingan tertentu, hukum ditempatkan di belakang (posteriori) terhadap kehendak seseorang, penguasa, atau pihak-pihak manapun.
Sindonews.com(March; 2018) di akses pada 10 Maret 2024 Konsep hukum mau menjelaskan tentang perbedaan dari negara kekuasaan dan negara hukum.
Negara Indonesia merupakan negara hukum bukan negara kekuasaan. Hukum menjadi tonggak dan dasar keadilan terhadap masyarakat, langkah gerak hidup masyarakat telah diatur dalam UU baik secara tertulis maupun secara lisan dengan tujuan untuk menyejahterakan kehidupan rakyat dan meminimalisir konflik dalam hidup bernegara.
Hukum tidak hanya untuk kaum-kaum tertentu saja melainkan dibuat untuk semua elemen masyarkat tanpa pengecualian.
Sebagai negarawan konstitusi mesti konsisten dalam mengambil kebijakan dan keputusan supaya keadilan itu ada dalam ranah hidup masyarakat. Dengan usia negara Indonesia 78 tahun sebagai negara hukum ada banyak pertanyaan yang penulis lontarkan untuk menanyakan eksistensi hukum di negara ini.
Dua diantaranya adalah apakah hukum di Negara Indonesia sudah dewasa atau sudah berjalan dengan baik dan konsisten, dan apakah masyarakat sudah merasa puas dengan hukum atau UU yang sudah berjalan selama ini. Dalam hal ini penulis merasa negara Indonesia belum menjalankan hukum secara optimal dan efektif serta masyarakat belum puas dengan hukum yang berjalan.
Mengapa demikian karena realitas yang menjadi isu krusial pada masa sekarang bahwa negara tengah mengalami Krisis konsistensi hukum, mengapa demikian? Karena para penegak hukum selalu mengedepankan ego pribadi di atas kepentingan umum sehingga eksistensi hukum menjadi suatu wacana yang marak diperbincangkan oleh masyarakat.
kepercayaan kepada para pemegang tambuk kekuasaan yang memiliki wewenang untuk merancang dan menegakkan hukum sudah mengalami penurunan oleh masyarakat karena ada banyak masalah yang menjadi tragedi besar dalam ranah para penegak hukum seperti korupsi yangh masih merajalela yang di lakukan oleh para penengak hukum, adanya kasus penyuapan terhadap lembaga yang berwewenang (MK, KPK, dan lembaga-lembaga yang memiliki wewenang dalam menegakkan hukum), kurang ketat dalam ranah demokrasi (politik) sehingga banyak kasus terkait politik identitas, dan politik uang (money politic), dan kasus –kasus lainya yang mengambarkan tentang ketidak adilan para penegak hukum dalam menciptakan keadilan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jakarta (ANTARA) – Hasil survei yang dilakukan agensi public relations Praxis belum lama ini menunjukkan mayoritas Generasi Z (usia 16-25 tahun) atau 90,8 persen responden merasa bahwa penegakan hukum eksekutif pemerintah pusat di Indonesia masih belum memuaskan.
Survei yang dilakukan pada 13-18 Maret 2023 itu mengungkap tiga isu teratas pemerintah eksekutif pusat dan daerah yang dinilai belum memuaskan bagi masyarakat. Selain penegakan hukum, ketidakpuasan terhadap pembangunan ekonomi dan infrastruktur pelayanan publik juga termasuk dalam isu teratas.
Namun, Generasi Z menempatkan ketidakpuasan atas pembangunan ekonomi di posisi kedua (85,06 persen) dan ketidakpuasan terkait infrastruktur berada di posisi ketiga (70,5 persen).