Opini  

“Klik” telah Menggeser Eksistensi Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Aflino Umen / foto: istimewa

Oleh: Aflino Umen

Perkembangan tekhnologi yang semakin pesat, telah membawa manusia dalam babak baru dalam sejarah peradaban. Dinamika kehidupan manusia selalu mengarah pada hal-hal baru atau modern. Di era yang semakin canggih ini atau orang-orang sering sebut dengan era digital, begitu banyak hal yang memengaruhi kehidupan manusia mulai dari cara berpikir hingga cara bertingkah laku.

Hal ini dapat dilihat semenjak kehadiran gadged dalam ranah sosial. Gadged telah mengubah wajah sosial tanpa terikat pada lapisan manapun, mulai dari anak-anak sampai pada orang dewasa.

Masyarakat yang dulunya lag kemudian shock dengan kehadiran gadged, kini malah melek bahkan menjadikannya sebagai kebutuhan primer.

Manusia mulai dengan aktivitas baru, yaitu klik pada layar gadged untuk menemukan banyak hal yang termuat didalamnya.

Dengan gerakan berjari atau mengklik, manusia mampu menemukan sosok manusia lain sebagai teman untuk berelasi.

Manusia lebih asik berelasi jarak jauh dibandingkan dengan manusia yang ada disekitarnya.

Habitus ini tentunya dapat mengikis citra manusia sebagai makhluk sosial.
Ditilik dari perspektif sosiologis manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial.

Artinya manusia membutuhkan manusia lain dalam hidupnya. Sosial berarti berelasi dengan orang lain yang membutuhkan hubungan timbal balik di dalamnya.

Secara kasat mata, nampak jelas bahwa manusia dewasa ini lebih akrab dengan sosok yang nampak dalam gadged dengan memanfatkan perangkat lunak yang tersedia di dalamnya.

Bermodalkan aktivitas berjari atau aktivitas mengklik manusia mampu mempotret dirinya kepada dunia yang lebih kompleks.

Klik telah membawa manusia terjerembab dalam romantisme gadged yang mengharuskan setiap individu untuk tidak peduli dengan sesamanya.

Manusia lebih doyan dengan yang virtual dibandingkan yang visual melalui perangkat lunak, seperti WA, IG, Facebook, Twiter, dan lain sebagainya. Sehingga klik kini menjadi aktivitas populer manusia modern.

Pengguna gadged semakin hari semakin pesat. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga riset Teknologi bahwa lebih dari 100 juta orang Indonesia menggunakan gadged.

Angka ini termasuk ke dalam jumlah yang sangat besar bahkan melebihi setengah penduduk Indonesia.

Selain itu, menurut data BPS dari hasil pendataan survei Susenas pada tahun 2022,66.48 persen penduduk Indonesia telah mengakses internet.

Dari kedua penelitian ini hemat saya, aktivitas mengklik juga tentu semakin besar. Tidak menutup kemungkinan hal ini membuat manusia cenderung melakuakan aktivitas berjari atau mengklik dan mengabaikan keberadaan manusia di sekitarnya.

Semakin banyaknya pengguna gadged semakin besar kemungkinan untuk tidak mempedulikan manusia di sekitarnya. Problematika ini muncul karena budaya klik telah merasuki pikiran manusia, sehingga segala tingkkah lakupun berdominan pada aktivitas klik.

Manusia bahkan menjadikan klik sebagai profesi sampingan; di mana-mana pasti klik. Manusia tidak lagi dimaknai sebagai makhluk sosial, tapi lebih kepada makhluk digital atau homo digitalis seperti yang dikatakankan oleh F. Hadirman.

Romantisme gadged menjadikan manusia lebih demen dengan aktivitas klik serupa candu yang mereduksi manusia sehingga manusia kehilangan kontrol atas dirinya. Aktivitas ini telah membutakan manusia untuk melihat siapa orang lain yang ada di sekitarnya.

“Mereka” bukan lagi “aku” yang lain, melaikan mereka adalah mereka dan aku adalah aku.(*)