(Sebuah Refleksi)
Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk (Biarawan)
Pengantar
“Anak-anak tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu”… Ki Hadjar Dewantara.
“Pendidikan itu bukan sebuah produk seperti gelar, diploma, pekerjaan, atau uang yang dihasilkan; pendidikan itu suatu proses yang tak akan pernah berakhir.”… Bel Kaufman
“Kamu tidak bisa mengubah dunia tanpa belajar, dan kamu tidak bisa belajar tanpa berubah.” … Anonim
Bergerak bersama lanjutkan merdeka belajar, adalah tema hari pendidikan nasional (hardiknas) tahun 2024. Sedangkan tema hari pendidikan internasional tahun 2024 adalah “Learning for Lasting Peace”, yang artinya: belajar untuk perdamaian abadi. Dua tema ini saya satukan menjadi “bergerak bersama lanjutkan merdeka belajar untuk perdamaian abadi”. Bahwa muara dari merdeka belajar adalah menghasilkan peserta didik yang sejahtera atau yang damai lahir dan batinnya. Sebab, hanya dengan suasana sejahtera atau damai lahir dan batinnya, kesuksesan atau masa depanya akan bisa diraih. Atau ketika peserta didik merasa sejahtera (well being), maka dia dapat belajar dengan baik, dengan bebas (merdeka belajar), sebab kesejahteraan peserta didik (student well being) dapat mempengaruhi hasil belajarnya ataupun aspek kehidupan lainya atau juga meraih impian ataupun cita cita atau masa depannya. Oleh karena itu, bergerak bersama lanjutkan merdeka belajar untuk pedamaian abadi, harus menjadi gerakan bersama, bagi siapa saja yang mencintai pendidikan. Dan salah seorang yang memiliki passion terhadap merdeka belajar untuk perdamaian abadi adalah Nadiem Makarim mendikbudristek, dengan meluncurkan beberapa episode merdeka belajar, dari episode 1 (Empat Pokok Kebijakan Merdeka Belajar: USBN, UN, RPP, PPDB Zonasi) – eposode 26 (Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi). Dan sesungguhnya gagasan merdeka belajar yang digagas oleh Nadiem Makarim merupakan buah pemikiran besar bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, yang berulang kali menekankan apa yang disebutnya “kemerdekaan dalam belajar”. Dan dari berbagai literatur, gagasan ini boleh jadi bermula karena pria bernama Soewardi Surjaningrat itu menolak betul praktik pendidikan yang mengandalkan kekerasan, melainkan selaras mendidik dengan hati. Menurut KHD, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia, dan segala aspek kehidupan, baik secara fisik, mental, jasmani dan rohani.
Dan dari konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut, lalu diterjemahkan dengan baik oleh mendikbudristek Nadiem Makarim dengan diluncurkannya salah satu dari 26 episode merdeka belajar hingga saat ini, yakni episode 15, tentang: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar. Terkait dengan kurikulum merdeka ini, sejak tanggal 27 Maret 2024 telah resmi ditetapkan sebagai kurikulum nasional, dan akan mulai diimplementasikan pada tahun ajaran baru 2024/2025. Namun, implementasinya tetap bergantung pada kesiapan satuan pendidikan di jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah. Artinya ada masa transisi hingga maksimal tiga tahun ke depan. Untuk satuan pendidikan di luar daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), masa transisi implementasi Kurikulum Merdeka selama dua tahun hingga tahun 2025/2026; Sedangkan untuk sekolah-sekolah di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), diberikan masa transisi lebih lama lagi, yakni 3 tahun masa transisi dari sekarang, hingga tahun 2026/2027. Dengan demikian, tahun ajaran baru 2027/2028, semua satuan pendidikan, siap atau tidak, suka atau tidak, wajib mengimplementasikan kurikulum merdeka sebagai kurikulum nasional. Dan penetapan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional ini, mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024, tentang Kurikulum Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, sebagai payung hukumnya.
Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar
Lahirnya merdeka belajar dengan kurikulumnya merdeka belajar, sebelum ditetapkan sebagai kurikulum nasional pada bulan maret 2024 adalah sebagai sebuah jawaban atau solusi atas hilangnya pembelajaran (learning loss) akibat pandemi covid 19. Ada beberapa perubahan nama sebelum menjadi kurikulum merdeka dan akhirnya sebagai kurikulum nasional adalah kurikulum darurat, lalu kurikulum prototipe dan akhirnya kurikulum merdeka. Dan ujicoba Kurikulum Merdeka dilakukan pertama kali pada tahun 2021 kepada 2.000-an satuan pendidikan penggerak atau sekolah penggerak sebagai piloting. Dan pada tahun 2022 ada sekitar 140.000 satuan pendidikan penggerak, yang mengimplementasikan kurikulum merdeka, melalui seleksi kepala sekolah, serta satuan pendidikan lainya yang bukan sekolah penggerak, yang mengimplementasikan kurikulum merdeka secara mandiri, melalui 3 jalur, yakni mandiri belajar, mandiri berubah, dan mandiri berbagi. Kurang lebih 3 tahun masa ujicoba kurikulum merdeka pada sekolah penggerak atau sekolah yang bukan sekolah penggerak melalui 3 jalur tadi. Tidak hanya itu, ada juga program guru penggerak dan sekolah penggerak, melalui episode merdeka belajar: 5 dan 7. Dan semua program ini, tidak lain hanya agar kurikulum merdeka dapat menjawabi akan kehilangan pembelajaran akibat pandemi covid 19. Dan lebih dari itu, sesungguhnya konten dari merdeka belajar, cita rasanya lebih modern, kekinian dan aktual. Oleh karena itu, merdeka belajar mendorong guru, untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola pembelajaran di kelas bersama peserta didik. Untuk itu, para guru sudah pasti menjadi orang kunci (key person) dalam mengelola pembelajaran, dalam menstimuli (menggerakan, menyemangati, memotivasi) peserta didik, sebagai subyek belajar, agar memiliki passion, lebih kreatif dan inovatif untuk belajar. Sebab, dalam merdeka belajar, pembelajaran berpusat pada peserta didik, dan guru hanyalah fasilitator, mediator dan katalisator. Dan agar bisa seperti itu, maka seorang guru harus terlebih dahulu juga memiliki passion untuk belajar dan mengajar, sebagai bekal untuk memperoleh pengetahuan, dan keterampilan (kreatif dan inovatif), sehingga bisa ditransformasikan pada diri peserta didik. Maka, dalam arti ini guru dan peserta didik, belajar bersama sama dan bersama sama belajar, dan saat itulah guru mengajar. Dengan demikian, benarlah istilah kegiatan belajar mengajar (KBM). Ada ungkapan latin: “Nemo dat quod non habet”, yang artinya: tak seorangpun mampu memberikan hal yang tak dia miliki. Itu artinya seorang guru tidak boleh memberi dari kekurangannya, baik dalam pengetahuan maupun keterampilanya. Dan dari hasil ujicoba kurikulum merdeka dengan jargon merdeka belajar, selama 3 tahun sejak 2021, dan setelah dievaluasi, maka pada bulan maret 2024 kurikulum merdeka ditetapkan sebagai kurikulum nasional, walau masih menuai banyak pro dan kontra, mengenai perlu atau tidaknya, pergantian kurikulum nasional dari K-13 ke kurikulum merdeka sebagai kurikulum nasional sekarang.
Ada ungkapan: bahwa segala sesuatu dibawah kolong langit senantiasa berubah, kecuali perubahan itu sendiri, demikian kata Heraklitos. Artinya bahwa pergantian kurikulum itu sesuatu yang lumrah terjadi, asal bisa membawa perubahan dalam dunia pendidikan khususnya dalam menjawab kebutuhan akan soft skill (karakter) dan hard skill (pengetahuan, keterampilan) peserta didik. Dan agar kurikulum merdeka sebagai kurikulum nasional melalui jargon merdeka belajar dapat terwujud dengan baik, dalam artian sesuai ekspektasi publik, maka seluruh stakeholder atau ekosistem: sekolah, orang tua, dan pemerintah, harus dapat bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak untuk mewujudkan merdeka belajar yang merupakan jargon kurikulum merdeka yang telah ditetapkan sebagai kurikulum nasional.
Oleh karena itu, mari kita maknai tema hardiknas 2024: bergerak bersama lanjutkan merdeka belajar, dengan cara bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak menjadikan dunia pendidikan kita berkualitas yang tercermin dalam diri pendidik dan tenaga kependidikan serta peserta didik yang berkualitas dalam cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata, dan cara bertindak.
Belajar Untuk Perdamaian Abadi (Learning for Lasting Peace).
Adalah tema Hari Pendidikan Internasional yang diperingati setiap tanggal 24 Januari, telah menjadi ketetapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dan melalui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), peringatan hari pendidikan Internasional dimaksudkan untuk merayakan peran pendidikan bagi perdamaian dan pembangunan. Bahwa melalui pendidikan yang holistik, akan lahirlah generasi yang cerdas dan berkarakter baik. Dan jika dunia ini dihuni oleh generasi yang cerdas dan berkarakter, maka perdamaian abadi akan terwujud, dengan demikian pembangunan dalam segala aspek kehidupan pasti berjalan dengan baik.
Dieja lebih jauh, dalam refleksi saya mengenai tema hari pendidikan internasional: belajar untuk perdamaian abadi (learning for lasting peace), memiliki makna yang mendalam. Dan saya teringat akan pepatah dari Seneca, seorang filsuf dan pujangga Romawi.
yakni Non schole, sed vitae discimus adalah sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang artinya: kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup, atau terjemajan bebasnya berarti kita belajar bukan untuk mendapat nilai (angka), tetapi untuk hidup. Ribuan tahun yang lalu dan bahkan sampai sekarang, kalimat itu sungguh berbuah dan dipraktekan bahwa ternyata orang belajar bukan hanya supaya dia dapat nilai (angka) yang bagus, agar bisa sempurna semua, tetapi supaya orang punya karakter yang baik. Pribadi yang memiliki karakter yang baik, akan menciptakan perdamaian abadi bagi dirinya, keluarga, masyarakat, dan bangsanya.
Dengan demikian, jika dua tema hari pendidikan nasional dan internasional diintegrasikan, maka akan menjadi “bergerak bersama, lanjutkan merdeka belajar untuk perdamaian abadi”. Bahwa muara dari merdeka belajar adalah melahirkan peserta didik yang sejahtera (student well being), yang memiliki kedamaian lahir dan batin (students who are physically and mentally peaceful), dalam menjalani peziarahan hidup di dunia ini (homo viator mundi). Hal ini, sesuai dengan tujuan pendidikan dari Ki Hajar Dewantara, yakni “untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi tingginya” (Dewantara, 1961: 20).
Penutup
“Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya”. – Ki Hadjar Dewantara
“Kamu tidak bisa mengubah dunia tanpa belajar, dan kamu tidak bisa belajar tanpa berubah.” … Anonim
“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.”… Tan Malaka
Bergerak bersama, lanjutkan merdeka belajar dan belajar untuk perdamaian abadi (learning for lasting peace), adalah dua tema hari pendidikan nasional dan internasional. Dua tema ini bisa menjadi two in one, sehingga menjadi “bergerak bersama, lanjutkan merdeka belajar untuk perdamaian abadi”. Bahwa guna mewujudkan merdeka belajar untuk perdamaian abadi, maka semua stakeholder atau ekosistem, pada satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat (pemerintah), harus bergerak bersama sama, dan bersama sama bergerak. Dengan demikian, tidak ada yang menjadi penonton, melainkan semua lini harus bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak.
Dan kolaborasi yang intens dari tiga domain ini, oleh Ki Hajar Dewantara di sebut dengan istilah tri pusat pendidikan, dengan berasaskan pada asas TRIKON: Kontinuitas, Konvergensi dan Konsentris
Asas Kontinuitas
Asas kontinuitas yaitu pengembangan pendidikan yang harus dilaksanakan secara terus–menerus dan berkesinambungan, melalui 3 domain: keluarga, sekolah dan masyarakat (pemerintah) sebagai tri pusat pendidikan. Ketiga domain ini harus bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak, guna mewujudkan merdeka belajar untuk perdamaian abadi.
Asas Konvergensi
Asas konvergensi yaitu pengembangan pendidikan yang dilakukan bisa mengambil dari berbagai sumber dan disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi yang yang dimiliki sendiri, melalui digitalisasi atau portal atau platform merdeka mengajar (PMM), demi mewujudkan merdeka belajar untuk perdamaian abadi
Asas Konsentris
Asas ini diartikan sebagai pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan kodrat alam dan zaman, karakter, dan kebudayaan kita, yang muaranya mewujudkan merdeka belajar untuk perdamaian abadi. Ingat: “Non schole, sed vitae discimus”: kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup, agar bahagia dan sejahtera atau kedamaian abadi.