Opini  

Partai Gerindra Harus Pecat Anggota DPRD Ngada Wilhelmus Petrus Bate Karena Terlibat Kasus Suap

Meridian Dewanta

DALAM kedudukannya sebagai Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Presiden Prabowo Subianto berulangkali berjanji akan memburu dan menjebloskan sendiri ke penjara terhadap para kadernya yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, sehingga tidak ada tempat bagi koruptor di Partai Gerindra.

Menurut Presiden Prabowo Subianto, jika mengetahui ada kader Partai Gerindra korupsi, agar melaporkannya ke Majelis Etik Partai untuk dipecat, sebab menurutnya lebih baik Partai Gerindra hanya punya 100 kader, tetapi kesemuanya jujur, berani dan mengabdi kepada rakyat, daripada banyak kader tapi koruptor.

Sejalan dengan penegasan Ketua Umum Partai Gerindra tersebut, maka kami dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT) siap melaporkan ke Majelis Kehormatan Partai Gerindra terhadap kader Partai Gerindra yang saat ini menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Ngada periode 2024-2029, yaitu Wilhelmus Petrus Bate.

Adapun alasan kami untuk melaporkan Wilhelmus Petrus Bate ke Majelis Kehormatan Partai Gerindra sehingga bisa dipecat atau diberhentikan sebagai anggota Partai Gerindra, adalah karena peran dan keterlibatan Wilhelmus Petrus Bate dalam pemberian suap terhadap Marianus Sae (Bupati Ngada periode 2010-2015 dan 2016-2018) sesuai Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 105/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY Tanggal 14 September 2018 dengan Terdakwa Marianus Sae.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 105/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY Tanggal 14 September 2018 dengan Terdakwa Marianus Sae, terungkap secara meyakinkan sebagaimana terbukti dalam Dakwaan KEDUA bahwa Marianus Sae selaku Bupati Ngada, telah menerima pemberian uang (Gratifikasi) senilai Rp. 875.000.000,- dari Wilhelmus Petrus Bate, sebagai bentuk tanda terima kasih atas pengangkatan dirinya menjadi Kepala Badan Keuangan Kabupaten Ngada.

Gratifikasi yang dianggap sebagai pemberian suap oleh Wilhelmus Petrus Bate senilai Rp. 875.000.000,- atas permintaan Marianus Sae itu, dilakukan melalui setoran tunai secara bertahap sejak 25 Mei 2016 sampai 25 September 2017 ke rekening BNI Nomor : 0213012710 atas nama Wilhelmus Iwan Ulumbu, yang ATMnya telah dikuasai oleh Marianus Sae sejak tahun 2011 sampai terjaring dalam OTT oleh KPK pada tanggal 11 Februari 2018.

Amar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 105/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY Tanggal 14 September 2018 dengan Terdakwa Marianus Sae, menyatakan Marianus Sae terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam Dakwaan KESATU Primair dan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam Dakwaan KEDUA.

Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”, sehingga pemberian Gratifikasi dari Wilhelmus Petrus Bate kepada Marianus Sae adalah pemberian suap yang membuat Wilhelmus Petrus Bate selaku Pemberi Suap haruslah dijerat pidana.

Dengan adanya fakta-fakta hukum yang valid dan sempurna sesuai Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 105/Pid.Sus-TPK/2018/PN SBY Tanggal 14 September 2018 dengan Terdakwa Marianus Sae itu, seharusnya KPK sejak tahun 2018 sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan guna menetapkan Wilhelmus Petrus Bate selaku tersangka Pemberi Suap terhadap Marianus Sae.

Selaku Pemberi Suap terhadap Marianus Sae, maka Wilhelmus Petrus Bate layak dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 5 ayat (1) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta setiap orang yang :

(a) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

(b) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Walaupun sampai saat ini Wilhelmus Petrus Bate belum juga ditetapkan selaku tersangka oleh KPK, namun fakta hukum pemberian suap oleh Wilhelmus Petrus Bate terhadap Marianus Sae adalah suatu tindakan yang oleh sistem etika mana pun dinilai sangat buruk atau tercela, dan merupakan suatu pelanggaran etik berat.

Suap-menyuap sebagai bentuk dasar dari tindak pidana korupsi bukan hanya menghancurkan
integritas para pihak yang terlibat didalamnya, namun juga menimbulkan dampak sistemik yang lebih luas pada suatu organisasi dan masyarakat.

Pejabat publik yang terlibat dalam praktik suap tentu saja telah mengkhianati amanah rakyat, yang apabila tidak ditindak tegas maka berakibat pada semakin maraknya praktik korupsi serta mengganggu upaya untuk mencapai tata kelola yang baik dan transparan dalam sistem pemerintahan.

Dalam laporan kami ke Majelis Kehormatan Partai Gerindra kelak, kami siap menguraikan bahwa fakta hukum pemberian suap oleh Wilhelmus Petrus Bate terhadap Marianus Sae, sangatlah beralasan untuk membuat Wilhelmus Petrus Bate diberhentikan sebagai anggota Partai Gerindra sebab hal itu merupakan perbuatan tercela dan tindakan yang bertentangan dengan hukum, keputusan, kebijakan dan Peraturan Partai.

Fakta hukum pemberian suap oleh Wilhelmus Petrus Bate terhadap Marianus Sae, seharusnya sedari awal telah membuat Wilhelmus Petrus Bate tidak lolos dalam proses penyaringan untuk menjadi kader Partai Gerindra, apalagi Partai Gerindra sangat menjunjung tinggi keberadaan kader-kader yang prasyarat utamanya adalah memiliki integritas dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(MERIDIAN DEWANTA, SH – KOORDINATOR TIM PEMBELA DEMOKRASI INDONESIA WILAYAH NTT / TPDI-NTT / ADVOKAT PERADI)