Oleh : Eddy Ngganggus
EMPAT (4) “ta”, yakni harTA ,takhTA, waniTA dan kuoTA, adalah syarat membuat seorang pria bisa bahagia. Tiga “ta” yang pertama adalah kriteria lama (era tahun 70 an) yang saya daur ulang dengan tambah satu “ta” yakni kuota. Karena di era internet saat ini tanpa kuota ,maka tiga “ta” di atas tidak bisa diakses dengan akurat.
Dikisahkan seorang pemuda tidak bisa tidur malam sebelum ia melakukan onani. Setiap kali keinginan itu datang, pikiran kritisnya melarang, karena hal itu tidak ilmiah. Yang ilmiah adalah lakukan itu dengan lawan jenis. Itu refleksi pribadi pria cerdas ini setiap kali keinginan itu datang.
Roh memang kuat, namun daging lemah.
Akal sang pemuda tak sanggup menahan birahinya. Onani malam itupun tak terhindari, terjadi dalam senyap antara ia dengan imajinasinya.
Setelah puas melakukannya , giliran rasa bersalah menggelayut dirinya.
Rasa bersalahnya itu seperti rasa bila anda ingin “buang air” namun tidak bisa keluar karena ada penghalang. Sakit tentunya.
Sang pemuda mencari jalan bagaimana cara mengakhiri rasa sakit (rasa bersalah) ini.
Ia memutuskan untuk membuat sebuah tekad, besok pagi saya akan menahan diri untuk tidak melakukan hal buruk yang sulit saya dikendalikan sebagai tebus salah yang sudah saya lakukan semalam. Semoga Tuhan mengampuni saya. Demikian resolusi dan harapan pemuda yang cukup religius ini.
Hal buruk yang tidak akan ia lakukan besok sebagai tebusan rasa berdosa karena onani adalah kecenderungan berbohong. Rupanya selain onani , kecenderungan buruk dominan dalam dirinya adalah suka berbohong.
Ia berjanji untuk besok seharian akan selalu berkata jujur tentang semua hal dalam interaksinya dengan teman-temannya. Bukan itu saja ia juga bertekad untuk membaca buku suci berdasarkan imannya sebagai referensi dan panduan interaksinya.
Puji Tuhan tekadnya untuk tidak berbohonh selama seharian penuh berhasil ia lakukan. Ia puas dengan capaian itu ,dan merasa lega dari kesalahan yang ia lakukan semalam. Yang tersisa kini adalah upaya dia untuk tidak lagi melakukan onani yang merupakan kegemaran tidak sehatnya.
Kisah di atas mungkin pernah di alami oleh pembaca sekalian atau mungkin juga tidak, atau bisa jadi ada namun dalam lain versi .
Bahwa di antara kita pernah terlibat dalam suatu kesalahan, lalu ada penyesalan, kemudian ada tekad untuk menebus kesalahan itu, tentu ada.
Ada yang sudah sukses, ada sedang dalam proses memperbaiki diri dan mungkin ada juga yang masih gagal mengatasinya.
Namun sebagai upaya, cita-cita memperbaiki kesalahan agar bisa membahagiakan diri dan sesama itu adalah suatu keinginan mulia dan dan luhur.
Menggapai cita-cita itu ibarat menanam tanaman. Tugas kita manusia hanya menanam, menyiram & merawatnya. Namun untuk memberi pertumbuhan itu tugas Tuhan.
Hasrat ingin CEPAT agar yang di tanam segera memberikan hasil, bisa menjadi gangguan bila itu hanya ambisi tanpa akal.
Ambisi itu terkait rasa ,namun akal terkait aktifitas berpikir. Akal dan rasa yang sinkron adalah syarat menghalau gangguan menuju keinginkan yang ditanam tadi agar dapat segerea memberikan hasil. (baca, mencapai sukses).
Jika rasa menginginkan pujian, sanjungan namun akal kurang cerdas menemukan cara menghasilkan karya yang layak mendapat pujian, itulah contoh rasa dan akal dalam situasi tidak sinkron. Napsu terus mengejar keinginan rasa itu disebut KEMAUAN, dan bagaimana cara akal menemukan karya itu di sebut KEMAMPUAN. Situasi tidak sinkronya rasa dan akal terjadi saat KEMAUAN melampaui KEMAMPUAN.
Bahwa karya yang dicapai secara cepat & akurat itu memang ada tetapi adanya itu mensyaratkan ketenangan hati dan pikiran di depan. Ketenangan adalah syarat sebagai pendahuluan untuk mencapai hasil yang cepat & akurat. Ketenangam itu tercapai bila “akal dan rasa dalam situasi sinkron.”
Mengendalikan kecemasan
Inilah cara mengendalikan kecemasan, yakni alokasikan waktu untuk refleksi setiap perbuatan yang sudah kita lakukan.
Refleksi akan memandu akal dan rasa bersynergi sehingga memungkinkan ketenangan dalam berpikir dan merasakan. Ketenangan membawa kemampuan perpikir FETAIL, KRITIS & HIMANIS secara bersamaan.
Tidak ada refleksi yang baik datang dari suasana akal dan rada yang kacau.
Sinkronisasi akal dan rasa, syarat bahagia, bukan harta, tahta, wanita dan kuota.
Liliba, 10 Pebruari 2025